Share

Chapter 6

Penulis: RDP
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-07 20:02:30

Malam itu, kabut keraguan menyelimuti pikiran Marilyn. Arena menunggu kedatangan Ian, dan Marilyn enggan menyendiri di kediaman pria itu. Pilihan terakhirnya hanyalah menanti sang petarung menyelesaikan pertarungannya—sebuah rutinitas yang selalu berakhir dengan kemenangan mutlak.

 

Tak pernah sekalipun Marilyn meragukan kemahiran Ian di atas ring. Namun, satu pertanyaan terus menggelayut dalam benaknya: mengapa masih ada yang nekat menantang Ian di Arena? Tidakkah mereka melihat jejak tubuh-tubuh yang tumbang sebelumnya? Tidakkah mereka paham betapa sia-sia perlawanan mereka?

 

"Tunggulah di sini. Satu jam lagi aku kembali," ujar Ian sambil menanggalkan pakaiannya.

 

Tanpa sungkan, ia menampakkan tubuh atletisnya di hadapan Marilyn. Namun pikiran gadis itu terlalu kusut untuk mengagumi pahatan sempurna otot perut Ian yang terekspos sejenak, sebelum akhirnya tertutup kemeja putih yang akan menemaninya dalam pertarungan nanti. Toh, pemandangan Ian bertelanjang dada bukanlah hal baru baginya.

 

"Jangan keluar dari ruangan ini dan kunci pintunya," Ian memperingatkan dengan nada tegas sebelum melangkah pergi. Ia baru benar-benar berlalu setelah memastikan Marilyn bangkit dengan langkah gontai untuk mengunci pintu di belakangnya.

 

Di dalam ruang ganti yang sempit, hanya ada sebuah sofa tunggal yang tampak begitu menyedihkan. Marilyn meringkuk di atasnya, sementara ingatan pahit kembali menyeruak—kata-kata Aileen ketika berniat menjualnya masih terukir jelas dalam benaknya.

 

"Kau pikir aku menyayangimu selama ini? Bahkan setetes darahku pun tak mengalir dalam tubuhmu," Aileen mencibir dengan tatapan dingin yang belum pernah Marilyn lihat sebelumnya.

 

Kilatan kebencian di mata Aileen menghancurkan seluruh kepercayaan Marilyn. Saudari tiri yang selama ini ia anggap sebagai pelindung setelah kedua orangtua mereka meninggal secara mendadak, ternyata menyimpan dendam yang tak ia pahami. Kenyataan pahit menghantamnya—ia sebatang kara, dan Aileen jauh lebih berbahaya daripada musuh yang terang-terangan.

 

"Kau tak berguna dan sama sekali tak pantas bersanding dengan Theo," ucap Aileen tajam.

 

Seakan terpanggil oleh namanya, seorang pria jangkung berbalut setelan mewah menghampiri Aileen. Lengannya dengan posesif melingkari pinggang ramping wanita itu, bibirnya mengecup lembut puncak kepalanya dengan penuh kemesraan.

 

Dialah Theodore Giovanny—pengusaha muda berusia dua puluh sembilan tahun yang namanya menggema di seluruh kota T. Pria yang baru sebulan lalu bertunangan dengan Marilyn, setelah dua tahun menjalin hubungan, ketika orangtua Marilyn masih bernapas.

 

Theodore adalah pilihan ayahnya. Tuan Tatum yakin putrinya akan hidup bahagia dan terjamin bersama pria yang begitu cakap dalam urusan bisnis.

 

"Kau pikir Theo mencintaimu? Dasar gadis menyedihkan! Sikapmu hanya mempermalukan keluarga Giovanny dan Tatum!" Aileen membentak, mengeratkan pelukannya pada Theo seolah ia adalah trofi kemenangan.

 

Namun, seringai kemenangan Aileen perlahan memudar ketika tawa Marilyn pecah mendengar ocehannya yang absurd. Tawa yang mengandung kepahitan dan kesadaran akan pengkhianatan yang telah ia terima.

 

"Keluarga Tatum?"

 

Marilyn mengangkat sebelah alisnya, tawa mengejek meluncur dari bibirnya yang merah merekah. Tatapannya menusuk tajam seperti belati yang siap mengiris hati Aileen.

 

"Apa kau tidak melebih-lebihkan dirimu sendiri? Kau hanya gadis panti asuhan yang cukup beruntung untuk diadopsi oleh orang tuaku sebagai *umpan*."

 

Kata-kata itu meluncur begitu saja, meninggalkan jejak pahit di lidah Marilyn. Sesungguhnya, ada secercah penyesalan yang menyelinap di sudut hatinya. Frasa "anak umpan" bukanlah miliknya—itu adalah bisikan-bisikan kejam yang bergema di koridor-koridor rumah megah keluarga Tatum. Orang-orang selalu memandang Aileen dengan sorot mata merendahkan, menggumamkan bahwa gadis itu hanyalah "jimat keberuntungan" bagi pasangan yang lima tahun menikah namun belum dikaruniai keturunan.

 

Biasanya, Marilyn-lah yang akan menjadi perisai Aileen, menghardik siapapun yang berani menyakiti saudari angkatnya dengan kata-kata semacam itu. Namun kini, ia sendiri telah menjadi pedang yang menikam hati gadis itu.

 

"Jaga ucapanmu!"

 

Aileen mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih. Matanya yang berkaca-kaca menyala dengan kemarahan. Ia melangkah maju, hendak menampar wajah Marilyn, namun sepasang tangan kekar menahannya.

 

"Biarkan saja," bisik Theo lembut, jemarinya mengusap bahu Aileen dengan penuh afeksi. "Marilyn masih berduka atas kepergian orang tuanya." Ia menoleh pada Aileen, matanya penuh dengan janji-janji manis. "Jika Marilyn keberatan kau menjadi bagian dari keluarga Tatum, maka aku tidak keberatan menjadikanmu bagian dari keluarga Giovanny."

 

Air mata mengalir dari sepasang mata jelita Aileen. Ia menatap Theo dengan pandangan memuja, lalu melingkarkan lengannya di pinggang pria itu, seolah takut kehilangan.

 

"Benarkah?" tanyanya dengan suara selembut madu.

 

"Tentu saja." Theo mengangguk tegas, keyakinan terpancar dari sepasang mata teduhnya. "Kita akan menikah secepatnya."

 

Marilyn memalingkan wajah, muak dengan pemandangan di hadapannya. Dadanya sesak oleh perasaan yang tak dapat ia definisikan—seperti campuran kemarahan, pengkhianatan, dan entah apa lagi. Ia ingin segera keluar dari kamar hotel ini, tempat Aileen meminta bertemu dengannya. Sungguh, tak pernah terlintas di benaknya bahwa pertemuan ini akan berakhir dengan adegan menyakitkan seperti ini.

 

"Marilyn," Theo memanggil, suaranya dilunakkan seakan berbicara pada anak kecil yang merajuk. "Aku pikir di awal hubungan kita, aku bisa menyukaimu, tetapi bahkan setelah dua tahun berlalu, aku hanya menganggapmu sebagai adik perempuan. Kuharap kau tidak membenci Aileen karena masalah ini."

 

Mungkin bagi Theo, kata-kata itu terdengar bijak dan pengertian. Namun bagi Marilyn, itu hanyalah omong kosong yang terdengar seperti dengungan lalat di telinganya.

 

Dengan angkuh, Marilyn menyilangkan lengannya di depan dada. Matanya menantang, menatap lurus pada pasangan di hadapannya.

 

"Kau pikir aku menyukaimu selama ini?" Tawa dingin meluncur dari bibirnya. "Aku tidak akan melakukan hal-hal konyol seperti itu jika aku benar-benar ingin bergabung dengan keluarga Giovanny." Ia menyipitkan mata, tatapannya menusuk bagai es. "Benar juga pepatah yang mengatakan, orang baik akan bertemu orang baik... dan sebaliknya."

 

"Apa maksudmu?!"

 

Wajah Aileen memerah, amarahnya meluap seperti lahar panas. Ia kembali hendak mendekati Marilyn, namun sekali lagi Theo menahannya.

 

"Tidak perlu menanggapi kata-katanya," ujar Theo, meski ekspresi wajahnya menggelap saat menatap Marilyn. "Kita keluar dari sini."

 

Dengan itu, ia menuntun Aileen keluar dari kamar hotel, meninggalkan Marilyn seorang diri dengan pikirannya yang berkecamuk.

 

Marilyn sudah hendak pergi ketika pintu kamar kembali terbuka. Rama Dimatrio melangkah masuk, wajahnya muram. Dan kemudian, seperti tirai yang tersibak, terungkaplah alasan sebenarnya mengapa Aileen mengundangnya kemari.

 

Tentu saja bukan hanya untuk memamerkan kemenangan dan pengkhianatan. Ada sesuatu yang lain.

 

Sesuatu yang jauh lebih gelap dan berbahaya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 7

    Ketukan di pintu bergema seperti tembakan pistol di keheningan malam, menyentak Marilyn dari lamunan yang ternyata hanyalah mimpi—mimpi tentang serentetan kejadian mengerikan beberapa jam lalu.Marilyn mengusap wajahnya yang kusut, mengerjapkan mata yang terasa berpasir. Ia tak sadar telah terlelap di sofa tua yang keras ini."Marilyn? Buka pintunya."Suara Ian menembus kayu pintu—berat dan menuntut."Ya... sebentar," jawabnya dengan suara serak. Pandangannya melayang ke arah jam dinding yang jarumnya telah melewati tengah malam. Rupanya ia jatuh tertidur menunggu kepulangan Ian.Dengan tubuh yang terasa ditarik gravitasi dan kepala berdenyut akibat kurang tidur serta tekanan yang mencekik sepanjang hari, Marilyn menyeret langkahnya ke arah pintu dan membukanya.Ian berdiri menjulang di ambang pintu. Bayang-bayang lampu lorong menciptakan dimensi gelap pada seringai khasnya. Marilyn menatap luka-luka perang di wajahnya—memar keunguan di pipi, sayatan tipis di dahi, dan sudut bibir yan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07
  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 8

    Genggaman tangan Marilyn mengerat, nyaris terangkat untuk melayangkan pukulan pada Ian akibat lelucon menyebalkannya. Namun, amarahnya luruh begitu saja, berganti dengan helaan napas panjang yang sarat frustrasi."Oke, oke... Aku tidak dalam posisi untuk memilih," ucapnya mengalah.Tawa Ian membahana, matanya berkilat geli menyaksikan kekesalan Marilyn. "Setidaknya, kau akan mengingatku." Dengan lembut, jemarinya mengusap puncak kepala Marilyn sebelum kembali ke posisinya dan melanjutkan santapan."Besok kau harus berangkat pagi-pagi untuk mengejar bus pukul tujuh," Ian menjelaskan dengan nada serius. "Kau harus tiba di Kota A sebelum penerbanganmu meninggalkan negeri ini."Tak ada kepastian kapan Marilyn bisa kembali. Terlebih lagi, ia bahkan tak akan bisa mengunjungi makam kedua orangtuanya selama masa pelariannya ini.Setetes air mata jatuh tanpa suara ke atas piringnya. Pandangan Ian langsung menangkap isyarat kesedihan itu. Tanpa ragu, ia meletakkan sendok dan garpu, beranjak men

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07
  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 9

    "Bagaimana mereka bisa menemukanku di sini?" Napas Marilyn tercekat. Jantungnya seolah berhenti berdetak saat tatapannya bertemu dengan mata Alex—kilatan pengenalan langsung menyala di wajah pria itu.Dua kota memisahkan mereka. Seharusnya, dengan kematian Rama Dimatrio, pencarian terhadap dirinya terhenti. Bukankah begitu?Tapi logika dingin menyeruak dalam benaknya. Tentu saja. Tentu saja dia menjadi target pertama yang dicari para Pengawal setelah kematian tidak wajar bos mereka. Marilyn—tersangka utama dalam drama berdarah ini.Pupil matanya melebar. Adrenalin membanjiri pembuluh darahnya saat ia mundur perlahan, kemudian berputar dan mencoba menerobos kerumunan di belakangnya. Dari ekor matanya, ia melihat Alex dan dua anjing pemburu setianya mulai bergerak—berlari dengan tatapan yang tak perlu diterjemahkan lagi: jika tertangkap, Marilyn tak akan pernah melihat dunia luar lagi.Visualisasi tentang sel penjara yang pengap, empat dinding beton yang akan menjadi saksi bisu sisa hi

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07
  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 10

    Marilyn sungguh tak mengenal pria yang baru saja ia akui sebagai tunangannya. Namun, berkat ketelitian salah seorang petugas medis yang menemukan identitas dalam saku jaket korban, setidaknya kini ia mengetahui nama pria itu.Di bangku tunggu, tak jauh dari ruang operasi, Marilyn duduk dengan tatapan kosong, jemarinya menggenggam erat jaket bernoda darah milik Elon Tudor—pria yang kini tengah berjuang antara hidup dan mati di meja operasi.Diliriknya arloji yang melingkar di pergelangan tangan. Kenyataan pahit harus ia telan bulat-bulat; ia takkan pernah tiba di bandara tepat waktu, apalagi menaiki pesawat sesuai jadwal. Yang lebih mengkhawatirkan, Marilyn tak yakin apakah ketiga pria yang memburu jejaknya akan berhenti mencari.‘Mereka pasti dengan mudah memperoleh informasi tentang rumah sakit ini,’ batinnya resah. ‘Aku harus segera pergi dari sini.’Setelah memastikan tak ada lagi perawat yang akan mendekati dan menanyakan hal-hal yang sama sekali tak ia ketahui tentang pria bernam

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-07
  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 11

    ‘Keluarga Tudor adalah salah satu elit teratas di kota A!’Kenyataan itu menghantam Marilyn bagai sambaran petir. Bagaimana mungkin ia bisa begitu ceroboh sampai melupakan fakta sepenting ini?Seketika, adrenalin berpacu dalam nadinya, begitu cepat hingga membuat kepalanya berputar. Jantungnya berdegup kencang, nyaris terdengar di telinganya sendiri."Apa kau baik-baik saja?" Suara Lis Tudor terdengar lembut, namun sepasang matanya yang tajam mengamati setiap gerak-gerik Marilyn dengan penuh perhitungan. "Kau tampak pucat.""Aku baik-baik saja..." gumam Marilyn, menggelengkan kepalanya perlahan. Tatapannya jatuh pada jari-jarinya yang bertautan erat di pangkuan, seolah mencari kekuatan di sana. Pikirannya kosong, tak tahu harus berkata apa."Mengenai hubunganmu dan Elon..." Lis memulai, namun kata-katanya langsung terpotong.Desahan pelan Lis Tudor memecah keheningan. Mendengarnya, bulu kuduk Marilyn meremang. Berbagai pikiran buruk mulai berkecamuk dalam benaknya. Wanita elegan di ha

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-08
  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 12

    Marilyn menatap pengawal bertubuh kekar yang menjaga pintu keluar dengan perasaan campur aduk. Apakah ia harus bersyukur atas kehadiran pria itu, atau justru merasa terpenjara? Satu hal yang pasti—melarikan diri akan menjadi nyaris mustahil."Ada beberapa urusan yang tidak bisa kutunda," ujar Lis sambil membelai lembut kepala putranya. Matanya yang teduh beralih pada Marilyn. "Aku harap kau tidak keberatan menjaga Elon malam ini.""Ah, itu..." Marilyn menelan ludah, ragu-ragu. Namun akhirnya ia mengangguk. "Tentu saja," bisiknya, hampir tak terdengar.Lis meraih ponselnya dan berbalik. "Kalau begitu, aku pergi sekarang.""Nyonya Tudor." Suara Marilyn melengking, lebih tinggi dari yang ia inginkan. Kecemasan merayapi tulang belakangnya—bagaimana ia bisa terjebak semalaman bersama orang asing yang bahkan tak sadarkan diri?"Hm?" Lis menoleh, alisnya terangkat penuh tanya. "Ya?" tanyanya, menunggu gadis itu melanjutkan.Marilyn menggigit bibir bawahnya, jemarinya bergerak gelisah. "Hmm..

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-08
  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 13

    Marilyn merasakan seluruh tubuhnya menegang, jemarinya perlahan mati rasa seakan dialiri es. Napasnya menjadi pendek dan cepat, terperangkap dalam dada yang kini terasa sesak. ‘Lupakan Rama Dimatrio.’ Keluarga Tudor—nama yang membawa gema kekuasaan di setiap suku katanya—jauh lebih berpengaruh daripada keluarga jaksa wilayah manapun. Jika Marilyn sampai berselisih dengan keluarga sebesar Tudor, siapa yang bisa memprediksi takdir kelam apa yang akan menanti hidupnya?"Apa maksudnya ini?" Suara Lis memecah keheningan, tatapannya yang tajam berpindah dari Elon ke Marilyn seperti pendulum yang mencari kebenaran. Keheranan terpancar jelas dari bola matanya yang mengilat di bawah cahaya ruangan. "Elon, bagaimana mungkin kau tidak mengingat kekasihmu sendiri? Wanita pilihanmu yang telah kau sembunyikan dari dunia selama dua tahun penuh?"Lis mengulurkan tangan, jemarinya yang lentik dengan lembut membelai wajah putranya, mencari koneksi. Namun Elon, dengan gerakan dingin yang menyiratkan pe

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14
  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 14

    Marilyn mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan dengan gelisah. Matanya menjelajahi langit-langit ruang perawatan yang putih bersih, beralih pada setiap detail perabotan yang tertata rapi, lalu pada jendela besar dengan tirai putih yang melambai lembut tertiup angin pendingin. Tatapannya kemudian jatuh pada lukisan abstrak mewah yang menghiasi dinding, sebelum akhirnya terpaku pada tabung infus yang cairan di dalamnya nyaris habis—pengingat bahwa ia sedang berada di rumah sakit, bukan di kamar hotel berbintang lima.Ke mana pun matanya berkelana, Marilyn menolak untuk menatap sosok pria yang duduk di hadapannya—pria yang baru saja ia suapi potongan apel segar."Kenapa kau menghindari tatapanku?" Suara berat Elon memecah keheningan, mengejutkan Marilyn yang pikirannya sedang melayang jauh, memikirkan ribuan kemungkinan dalam waktu yang bersamaan."Hah?" Marilyn tersentak, menoleh dan langsung berhadapan dengan mata tajam Elon yang menatapnya penuh selidik. "Tidak," jawabn

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14

Bab terbaru

  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 14

    Marilyn mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan dengan gelisah. Matanya menjelajahi langit-langit ruang perawatan yang putih bersih, beralih pada setiap detail perabotan yang tertata rapi, lalu pada jendela besar dengan tirai putih yang melambai lembut tertiup angin pendingin. Tatapannya kemudian jatuh pada lukisan abstrak mewah yang menghiasi dinding, sebelum akhirnya terpaku pada tabung infus yang cairan di dalamnya nyaris habis—pengingat bahwa ia sedang berada di rumah sakit, bukan di kamar hotel berbintang lima.Ke mana pun matanya berkelana, Marilyn menolak untuk menatap sosok pria yang duduk di hadapannya—pria yang baru saja ia suapi potongan apel segar."Kenapa kau menghindari tatapanku?" Suara berat Elon memecah keheningan, mengejutkan Marilyn yang pikirannya sedang melayang jauh, memikirkan ribuan kemungkinan dalam waktu yang bersamaan."Hah?" Marilyn tersentak, menoleh dan langsung berhadapan dengan mata tajam Elon yang menatapnya penuh selidik. "Tidak," jawabn

  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 13

    Marilyn merasakan seluruh tubuhnya menegang, jemarinya perlahan mati rasa seakan dialiri es. Napasnya menjadi pendek dan cepat, terperangkap dalam dada yang kini terasa sesak. ‘Lupakan Rama Dimatrio.’ Keluarga Tudor—nama yang membawa gema kekuasaan di setiap suku katanya—jauh lebih berpengaruh daripada keluarga jaksa wilayah manapun. Jika Marilyn sampai berselisih dengan keluarga sebesar Tudor, siapa yang bisa memprediksi takdir kelam apa yang akan menanti hidupnya?"Apa maksudnya ini?" Suara Lis memecah keheningan, tatapannya yang tajam berpindah dari Elon ke Marilyn seperti pendulum yang mencari kebenaran. Keheranan terpancar jelas dari bola matanya yang mengilat di bawah cahaya ruangan. "Elon, bagaimana mungkin kau tidak mengingat kekasihmu sendiri? Wanita pilihanmu yang telah kau sembunyikan dari dunia selama dua tahun penuh?"Lis mengulurkan tangan, jemarinya yang lentik dengan lembut membelai wajah putranya, mencari koneksi. Namun Elon, dengan gerakan dingin yang menyiratkan pe

  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 12

    Marilyn menatap pengawal bertubuh kekar yang menjaga pintu keluar dengan perasaan campur aduk. Apakah ia harus bersyukur atas kehadiran pria itu, atau justru merasa terpenjara? Satu hal yang pasti—melarikan diri akan menjadi nyaris mustahil."Ada beberapa urusan yang tidak bisa kutunda," ujar Lis sambil membelai lembut kepala putranya. Matanya yang teduh beralih pada Marilyn. "Aku harap kau tidak keberatan menjaga Elon malam ini.""Ah, itu..." Marilyn menelan ludah, ragu-ragu. Namun akhirnya ia mengangguk. "Tentu saja," bisiknya, hampir tak terdengar.Lis meraih ponselnya dan berbalik. "Kalau begitu, aku pergi sekarang.""Nyonya Tudor." Suara Marilyn melengking, lebih tinggi dari yang ia inginkan. Kecemasan merayapi tulang belakangnya—bagaimana ia bisa terjebak semalaman bersama orang asing yang bahkan tak sadarkan diri?"Hm?" Lis menoleh, alisnya terangkat penuh tanya. "Ya?" tanyanya, menunggu gadis itu melanjutkan.Marilyn menggigit bibir bawahnya, jemarinya bergerak gelisah. "Hmm..

  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 11

    ‘Keluarga Tudor adalah salah satu elit teratas di kota A!’Kenyataan itu menghantam Marilyn bagai sambaran petir. Bagaimana mungkin ia bisa begitu ceroboh sampai melupakan fakta sepenting ini?Seketika, adrenalin berpacu dalam nadinya, begitu cepat hingga membuat kepalanya berputar. Jantungnya berdegup kencang, nyaris terdengar di telinganya sendiri."Apa kau baik-baik saja?" Suara Lis Tudor terdengar lembut, namun sepasang matanya yang tajam mengamati setiap gerak-gerik Marilyn dengan penuh perhitungan. "Kau tampak pucat.""Aku baik-baik saja..." gumam Marilyn, menggelengkan kepalanya perlahan. Tatapannya jatuh pada jari-jarinya yang bertautan erat di pangkuan, seolah mencari kekuatan di sana. Pikirannya kosong, tak tahu harus berkata apa."Mengenai hubunganmu dan Elon..." Lis memulai, namun kata-katanya langsung terpotong.Desahan pelan Lis Tudor memecah keheningan. Mendengarnya, bulu kuduk Marilyn meremang. Berbagai pikiran buruk mulai berkecamuk dalam benaknya. Wanita elegan di ha

  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 10

    Marilyn sungguh tak mengenal pria yang baru saja ia akui sebagai tunangannya. Namun, berkat ketelitian salah seorang petugas medis yang menemukan identitas dalam saku jaket korban, setidaknya kini ia mengetahui nama pria itu.Di bangku tunggu, tak jauh dari ruang operasi, Marilyn duduk dengan tatapan kosong, jemarinya menggenggam erat jaket bernoda darah milik Elon Tudor—pria yang kini tengah berjuang antara hidup dan mati di meja operasi.Diliriknya arloji yang melingkar di pergelangan tangan. Kenyataan pahit harus ia telan bulat-bulat; ia takkan pernah tiba di bandara tepat waktu, apalagi menaiki pesawat sesuai jadwal. Yang lebih mengkhawatirkan, Marilyn tak yakin apakah ketiga pria yang memburu jejaknya akan berhenti mencari.‘Mereka pasti dengan mudah memperoleh informasi tentang rumah sakit ini,’ batinnya resah. ‘Aku harus segera pergi dari sini.’Setelah memastikan tak ada lagi perawat yang akan mendekati dan menanyakan hal-hal yang sama sekali tak ia ketahui tentang pria bernam

  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 9

    "Bagaimana mereka bisa menemukanku di sini?" Napas Marilyn tercekat. Jantungnya seolah berhenti berdetak saat tatapannya bertemu dengan mata Alex—kilatan pengenalan langsung menyala di wajah pria itu.Dua kota memisahkan mereka. Seharusnya, dengan kematian Rama Dimatrio, pencarian terhadap dirinya terhenti. Bukankah begitu?Tapi logika dingin menyeruak dalam benaknya. Tentu saja. Tentu saja dia menjadi target pertama yang dicari para Pengawal setelah kematian tidak wajar bos mereka. Marilyn—tersangka utama dalam drama berdarah ini.Pupil matanya melebar. Adrenalin membanjiri pembuluh darahnya saat ia mundur perlahan, kemudian berputar dan mencoba menerobos kerumunan di belakangnya. Dari ekor matanya, ia melihat Alex dan dua anjing pemburu setianya mulai bergerak—berlari dengan tatapan yang tak perlu diterjemahkan lagi: jika tertangkap, Marilyn tak akan pernah melihat dunia luar lagi.Visualisasi tentang sel penjara yang pengap, empat dinding beton yang akan menjadi saksi bisu sisa hi

  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 8

    Genggaman tangan Marilyn mengerat, nyaris terangkat untuk melayangkan pukulan pada Ian akibat lelucon menyebalkannya. Namun, amarahnya luruh begitu saja, berganti dengan helaan napas panjang yang sarat frustrasi."Oke, oke... Aku tidak dalam posisi untuk memilih," ucapnya mengalah.Tawa Ian membahana, matanya berkilat geli menyaksikan kekesalan Marilyn. "Setidaknya, kau akan mengingatku." Dengan lembut, jemarinya mengusap puncak kepala Marilyn sebelum kembali ke posisinya dan melanjutkan santapan."Besok kau harus berangkat pagi-pagi untuk mengejar bus pukul tujuh," Ian menjelaskan dengan nada serius. "Kau harus tiba di Kota A sebelum penerbanganmu meninggalkan negeri ini."Tak ada kepastian kapan Marilyn bisa kembali. Terlebih lagi, ia bahkan tak akan bisa mengunjungi makam kedua orangtuanya selama masa pelariannya ini.Setetes air mata jatuh tanpa suara ke atas piringnya. Pandangan Ian langsung menangkap isyarat kesedihan itu. Tanpa ragu, ia meletakkan sendok dan garpu, beranjak men

  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 7

    Ketukan di pintu bergema seperti tembakan pistol di keheningan malam, menyentak Marilyn dari lamunan yang ternyata hanyalah mimpi—mimpi tentang serentetan kejadian mengerikan beberapa jam lalu.Marilyn mengusap wajahnya yang kusut, mengerjapkan mata yang terasa berpasir. Ia tak sadar telah terlelap di sofa tua yang keras ini."Marilyn? Buka pintunya."Suara Ian menembus kayu pintu—berat dan menuntut."Ya... sebentar," jawabnya dengan suara serak. Pandangannya melayang ke arah jam dinding yang jarumnya telah melewati tengah malam. Rupanya ia jatuh tertidur menunggu kepulangan Ian.Dengan tubuh yang terasa ditarik gravitasi dan kepala berdenyut akibat kurang tidur serta tekanan yang mencekik sepanjang hari, Marilyn menyeret langkahnya ke arah pintu dan membukanya.Ian berdiri menjulang di ambang pintu. Bayang-bayang lampu lorong menciptakan dimensi gelap pada seringai khasnya. Marilyn menatap luka-luka perang di wajahnya—memar keunguan di pipi, sayatan tipis di dahi, dan sudut bibir yan

  • Rahasia Tunangan sang CEO Amnesia   Chapter 6

    Malam itu, kabut keraguan menyelimuti pikiran Marilyn. Arena menunggu kedatangan Ian, dan Marilyn enggan menyendiri di kediaman pria itu. Pilihan terakhirnya hanyalah menanti sang petarung menyelesaikan pertarungannya—sebuah rutinitas yang selalu berakhir dengan kemenangan mutlak.Tak pernah sekalipun Marilyn meragukan kemahiran Ian di atas ring. Namun, satu pertanyaan terus menggelayut dalam benaknya: mengapa masih ada yang nekat menantang Ian di Arena? Tidakkah mereka melihat jejak tubuh-tubuh yang tumbang sebelumnya? Tidakkah mereka paham betapa sia-sia perlawanan mereka?"Tunggulah di sini. Satu jam lagi aku kembali," ujar Ian sambil menanggalkan pakaiannya. Tanpa sungkan, ia menampakkan tubuh atletisnya di hadapan Marilyn. Namun pikiran gadis itu terlalu kusut untuk mengagumi pahatan sempurna otot perut Ian yang terekspos sejenak, sebelum akhirnya tertutup kemeja putih yang akan menemaninya dalam pertarungan nanti. Toh, pemandangan Ian bertelanjang dada bukanlah hal baru baginya

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status