All Chapters of Perjalanan Waktu Sang Penjelajah Takdir: Chapter 131 - Chapter 140

214 Chapters

BAB 130: KI JAGABAYA MELARIKAN DIRI

Setelah pertempuran sengit di markasnya, Ki Jagabaya menyadari bahwa ia telah kalah. Ruangan yang dulunya menjadi pusat ritualnya kini hancur berantakan—altar rusak, artefak direbut oleh Raka, dan pasukan bayangannya tersebar atau lenyap. Namun, Ki Jagabaya bukanlah orang yang mudah menyerah. Dengan kecerdikannya yang luar biasa, ia berhasil melarikan diri ke dalam bayang-bayang bersama seorang penyihir gelap misterius yang selama ini menjadi sekutu rahasia.Angin malam berhembus kencang saat Ki Jagabaya melangkah cepat melewati lorong-lorong bawah tanah yang dipenuhi jaring laba-laba dan lumut basah. Di belakangnya, penyihir gelap itu mengikuti dengan langkah pelan namun pasti, memegang sebuah bola kristal hitam yang memancarkan cahaya suram. Suara langkah mereka teredam oleh deru angin dingin yang membawa aroma belerang dari kedalaman gua."Kau gagal," kata penyihir gelap itu dengan suara serak, penuh ejekan. "Semua rencanamu hancur karena keserakahanmu."Ki Jagabaya berhenti sejenak
last updateLast Updated : 2025-03-08
Read more

BAB 131: KEMBALI KE ISTANA

Setelah pertempuran sengit di markas Ki Jagabaya, Raka, Dyah Sulastri, dan Arya Kertajaya memulai perjalanan kembali ke istana. Meskipun mereka berhasil merebut artefak, suasana di antara mereka tetap tegang. Arya, yang masih terluka parah, dipapah oleh dua prajurit setia yang menyusul mereka di tengah jalan. Wajahnya pucat, namun tatapannya tetap tegas—ia bersumpah untuk mendukung Raka sepenuhnya meskipun nyawanya dalam bahaya.Raka sendiri tampak cemas. Ia memegang artefak itu dengan hati-hati, merasakan getaran halus yang menjalar dari benda tersebut ke seluruh tubuhnya. Cahayanya redup, namun energinya terasa hidup, seolah-olah artefak itu memiliki kesadaran tersendiri. Pikirannya dipenuhi pertanyaan tentang apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Apakah artefak ini benar-benar bisa menyelamatkan kerajaan? Ataukah ia hanya menjadi alat bagi takdir yang lebih besar?Dyah berjalan di samping Raka, matanya sesekali menatap artefak itu dengan campuran rasa penasaran dan waspada. "Kita h
last updateLast Updated : 2025-03-08
Read more

BAB 132: RAKAI WISESA MULAI RAGU

Di ruang singgasana yang luas dan dingin, Rakai Wisesa duduk sendirian di atas tahtanya. Cahaya lilin yang redup memantulkan bayangan panjang tubuhnya di lantai marmer yang retak. Suara angin malam berdesir pelan melalui celah-celah jendela tinggi, membawa aroma belerang yang menyengat—sebuah tanda bahwa dunia gaib semakin dekat.Matanya tertuju pada artefak yang kini tergeletak di atas meja kecil di samping tahta. Artefak itu masih memancarkan cahaya redup, seolah-olah memiliki nyawa tersendiri. Getaran halus dari benda tersebut membuat udara di sekitarnya terasa lebih berat, seakan menuntut perhatian penuh.Rakai Wisesa menghela napas panjang, tangannya menutupi wajahnya yang tampak lelah. Pikirannya dipenuhi oleh kegagalan demi kegagalan yang terjadi selama beberapa bulan terakhir. Serangan pasukan bayangan Ki Jagabaya, protes penduduk lokal, hingga pengkhianatan Arya Kertajaya—semua ini adalah beban yang terlalu besar untuk ditanggungnya sendirian."Apa aku benar-benar layak menjad
last updateLast Updated : 2025-03-09
Read more

BAB 133: RESI AGUNG MENGGUNGKAP AGENDA TERSEMBUNYI

Setelah keputusan Rakai Wisesa untuk menyerahkan tahta kepada Raka—meskipun ditolak oleh pemuda itu sendiri—suasana di istana semakin tegang. Semua orang menyadari bahwa kerajaan Gilingwesi berada di ambang perubahan besar, dan tidak ada yang tahu pasti apa yang akan terjadi selanjutnya.Namun, satu hal yang pasti: artefak kuno yang kini berada di tangan Raka adalah pusat dari semua ini. Getaran energinya semakin kuat, seolah-olah benda itu memiliki kehidupan tersendiri dan sedang menuntut sesuatu dari mereka yang memegangnya.Resi Agung Darmaja, yang selama ini tampak bijaksana namun misterius, akhirnya memutuskan untuk mengungkapkan agenda tersembunyinya. Ia meminta pertemuan tertutup dengan Rakai Wisesa, Raka, Dyah Sulastri, dan beberapa penasihat senior di ruang meditasi spiritual di sayap utara istana. Ruangan itu dipenuhi aroma dupa kemenyan, cahaya lilin yang redup, serta getaran energi gaib yang membuat atmosfernya semakin mencekam.Angin malam berdesir pelan melalui celah-cela
last updateLast Updated : 2025-03-09
Read more

BAB 134: BANASPATI MARAH LAGI

Di tengah malam yang sunyi, suasana di istana Gilingwesi berubah menjadi sesuatu yang tidak biasa. Udara terasa lebih panas dari biasanya, seolah-olah alam sedang menahan amarah besar. Api-api kecil mulai muncul di sudut-sudut istana, membakar beberapa bangunan penting tanpa sebab yang jelas. Para prajurit dan penduduk istana bergegas keluar untuk memadamkan api, tetapi mereka menyadari bahwa api tersebut tidak bisa dipadamkan dengan air biasa.Rakai Wisesa, Raka, Dyah Sulastri, dan para penasihat berkumpul di halaman utama istana. Semua mata tertuju pada api-api aneh itu, yang tampak seperti nyala gaib yang menyala dengan sendirinya. Mereka semua tahu bahwa ini bukanlah kejadian alami—ini adalah pertanda kemarahan dunia gaib."Banaspati," gumam Resi Agung Darmaja pelan, suaranya penuh ketegangan. "Roh api pelindung kerajaan kita... ia marah."Semua orang terdiam, menyadari gravitasi situasi. Banaspati, roh api yang selama ini melindungi kerajaan dari ancaman luar, kini menunjukkan tan
last updateLast Updated : 2025-03-09
Read more

BAB 135: "CAHAYA TAKDIR: KETIKA ARTEFAK BERBICARA"

Setelah kejadian kemarahan Banaspati, suasana di istana Gilingwesi semakin tegang. Api-api gaib telah padam, tetapi bekas-bekasnya masih terlihat di beberapa bangunan penting. Para prajurit dan penduduk lokal mulai mempertanyakan apakah kerajaan ini benar-benar akan bertahan dari badai ancaman yang datang dari dalam maupun luar.Raka, Dyah Sulastri, Rakai Wisesa, dan Resi Agung Darmaja berkumpul di ruang meditasi spiritual di sayap utara istana. Ruangan itu dipenuhi aroma dupa kemenyan, cahaya lilin yang redup, serta getaran energi artefak yang semakin kuat. Semua mata tertuju pada benda kuno itu, yang kini berada di tengah meja kecil, memancarkan cahaya redup namun intens.Angin malam berdesir pelan melalui celah-celah jendela tinggi, membawa aroma belerang yang menyengat—sebuah tanda bahwa dunia gaib semakin dekat. Suara angin itu seperti bisikan halus, seolah-olah roh-roh leluhur sedang mengamati apa yang terjadi di dalam ruangan. Getaran energi spiritual artefak yang dibawa Raka ju
last updateLast Updated : 2025-03-09
Read more

BAB 136: PERJALANAN KE PUNCAK GUNUNG SUCI

Setelah kejadian kemarahan Banaspati dan penemuan baru tentang artefak, Raka menyadari bahwa mereka membutuhkan jawaban lebih mendalam untuk memahami kekuatan benda itu. Resi Agung Darmaja menyarankan agar mereka melakukan perjalanan spiritual ke puncak Gunung Suci, tempat para leluhur kerajaan sering bermeditasi untuk mendapatkan petunjuk dari dunia gaib.Raka, Dyah Sulastri, Arya Kertajaya (yang meskipun masih pulih tetap bersikeras ikut), dan beberapa prajurit setia memutuskan untuk memulai perjalanan ini. Mereka membawa artefak serta perlengkapan minimal, karena perjalanan ini bukan sekadar fisik—melainkan ujian spiritual yang akan menguji keyakinan, ketabahan, dan hubungan mereka dengan dunia gaib.Gunung Suci dikenal sebagai tempat suci yang dijaga oleh makhluk-makhluk gaib seperti Banaspati, Genderuwo, dan Naga Niskala. Ada legenda bahwa hanya mereka yang memiliki hati murni dan tujuan mulia yang bisa mencapai puncaknya tanpa terhalang oleh rintangan supranatural.Angin malam be
last updateLast Updated : 2025-03-09
Read more

BAB 137: PENGLIHATAN TENTANG MASA LALU

Setelah mencapai puncak Gunung Suci, tim Raka menemukan altar batu kuno yang dikelilingi oleh api kecil milik Banaspati. Altar itu tampak seperti tempat meditasi, dengan simbol-simbol kuno yang terukir di permukaannya. Udara di sana terasa lebih dingin dan berat, seolah-olah waktu melambat. Suara angin malam membawa aroma belerang yang semakin kuat, menciptakan atmosfer mistis yang mendalam.Resi Agung Darmaja menginstruksikan agar mereka semua duduk dalam lingkaran di sekitar altar. "Kita harus memahami kekuatan artefak ini," katanya dengan suara tegas. "Namun, untuk melakukannya, kita harus membuka pintu ke masa lalu. Hanya dengan memahami sejarah kerajaan ini, kita bisa menemukan jawaban."Raka, Dyah Sulastri, Arya Kertajaya, dan beberapa prajurit setia duduk dalam posisi meditasi, sementara Resi Agung Darmaja mulai melantunkan mantra spiritual. Artefak di tangan Raka mulai berdenyut, cahayanya menyilaukan dan memenuhi seluruh area di sekitar mereka. Getaran energi spiritualnya sema
last updateLast Updated : 2025-03-10
Read more

BAB 138: IDENTITAS SEJATI RAKA TERUNGKAP

Setelah penglihatan mendalam tentang masa lalu kerajaan, suasana di puncak Gunung Suci semakin tegang. Raka masih terduduk di dekat altar batu, tubuhnya gemetar karena beban emosional dari apa yang ia lihat. Dyah Sulastri duduk di sampingnya, wajahnya penuh kekhawatiran. Arya Kertajaya dan para prajurit lainnya berdiri agak jauh, memberikan ruang bagi Raka untuk merenung.Angin malam berdesir pelan melalui pepohonan tinggi, membawa aroma belerang yang semakin kuat. Suara angin itu seperti bisikan halus, seolah-olah roh-roh leluhur sedang mengamati apa yang terjadi di dalam ruangan. Getaran energi spiritual artefak yang dibawa Raka juga semakin intens, menciptakan atmosfer yang semakin mencekam.Resi Agung Darmaja, yang sejak awal tampak tenang, kini melangkah maju dengan langkah perlahan namun penuh otoritas. Matanya yang tajam menatap Raka, seolah-olah ia telah menunggu momen ini selama bertahun-tahun."Saudara Raka," kata Resi Agung Darmaja dengan suara berat namun lembut, "apa yang
last updateLast Updated : 2025-03-10
Read more

BAB 139: DYAH SULASTRI MENGHADAPI TAKDIRNYA

Setelah pengungkapan identitas Raka sebagai reinkarnasi salah satu pendiri kerajaan, suasana di puncak Gunung Suci semakin tegang. Semua orang mulai menyadari bahwa kehadiran Raka bukanlah kebetulan—ia adalah bagian integral dari siklus takdir kerajaan Gilingwesi. Namun, ketegangan ini tidak hanya berfokus pada Raka. Dyah Sulastri, yang selama ini mencoba menyangkal takdirnya, mulai merasakan beban yang lebih besar.Dyah duduk agak jauh dari kelompok utama, wajahnya muram saat ia memandangi artefak di tangan Raka. Matanya berkaca-kaca, seolah-olah ia sedang berjuang melawan perasaannya sendiri. Angin malam berdesir pelan melalui pepohonan tinggi, membawa aroma belerang yang semakin kuat. Suara angin itu seperti bisikan halus, seolah-olah roh-roh leluhur sedang mengamati apa yang terjadi di dalam ruangan. Getaran energi spiritual artefak yang dibawa Raka juga semakin intens, menciptakan atmosfer yang semakin mencekam.Raka mendekatinya dengan langkah pelan, khawatir akan apa yang mungki
last updateLast Updated : 2025-03-10
Read more
PREV
1
...
1213141516
...
22
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status