Home / Romansa / Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku: Chapter 51 - Chapter 60

68 Chapters

Munafik?

Nadya menghentikan aktivitasnya, tangan yang tadi hendak mengangkat wajan kini terhenti di udara. Pandangannya tertuju pada Kalen, penuh keterkejutan dan kebingungan."Apa kau... tidak sedang mabuk, Kalen?" tanyanya akhirnya, berusaha mencari logika di balik kata-kata pria itu.Kalen mengerutkan kening, merasa sedikit tersinggung. "Tidak. Apakah pertanyaanku tidak masuk akal bagimu?"Nadya menghela napas panjang, lalu menggeleng pelan. Ia kembali fokus pada omelet yang hampir matang, membaliknya sekali lagi sebelum menjawab."Aku hanya tidak menyangka jika pertanyaan itu akan keluar dari mulutmu," ujarnya lirih. Kemudian, ia menatap Kalen dengan mata yang penuh ketidakpercayaan."Bukankah kau selalu berharap semua ini segera berakhir? Kau tidak pernah benar-benar menerima kehadiranku di rumah ini."Hening.Kalen terdiam. Yang dikatakan Nadya benar-benar menusuk ke dalam relung hatinya. Dan ya, Nadya tidak salah.Dulu, ia memang menginginkan semua ini cepat berlalu. Ia menolak, membero
last updateLast Updated : 2025-03-03
Read more

Dengan Senang Hati

Fajar baru saja menyingsing ketika Kalen melangkahkan kakinya di tanah pemakaman yang masih basah oleh embun pagi.Setelah sekian lama menghindari tempat ini, akhirnya ia memberanikan diri untuk datang ke makam Rania.Rasa kehilangan yang dulu terasa seperti pusaran tak berdasar kini mulai mereda, meski luka itu tak pernah benar-benar hilang.Langkahnya tertahan sejenak di depan nisan yang bertuliskan nama wanita yang pernah mengisi hari-harinya dengan kehangatan.Jantungnya berdetak lebih lambat, seolah ingin memberi ruang bagi emosi yang mulai bergejolak di dadanya.Ia mengulurkan tangan, menyentuh batu nisan yang terasa dingin di telapak tangannya, lalu berbisik lirih, suaranya hampir tertelan oleh hembusan angin pagi."Hi, Rania. Aku datang."Matanya menatap lekat foto Rania yang tersemat di atas pusara. Senyum lembut wanita itu seakan menatapnya dengan penuh pengertian, meski hanya dalam diam."Maafkan aku karena begitu lama tak datang berkunjung kemari," lanjutnya, suaranya sedi
last updateLast Updated : 2025-03-03
Read more

Lupakan Saja!

Waktu berlalu begitu cepat. Usia Melvin kini telah memasuki dua bulan. Bayi mungil itu tumbuh sehat dengan tubuh yang semakin gembul, pipinya merona kemerahan seperti buah apel segar.Setiap kali Nadya menatapnya, hatinya dipenuhi rasa syukur yang mendalam. Ia merasa berhasil menjadi ibu susu bagi Melvin—bayi yang kini sudah seperti bagian dari jiwanya sendiri.Pagi itu, Nadya sedang duduk di kursi goyang dekat jendela kamar, menikmati sinar matahari yang hangat menembus tirai.Melvin, yang berbaring di ranjang kecilnya, mulai bersorak, menggeliat dengan kaki mungilnya yang bergerak lincah."Ada apa, Sayang? Apa kau lapar, hm?" tanya Nadya lembut, menatap bayi itu dengan penuh kasih.Melvin merespons dengan gumaman kecil, kedua tangannya terangkat seolah ingin meraih sesuatu—atau mungkin seseorang. Nadya tertawa pelan melihatnya."Baiklah, baiklah. Sudah waktunya memberimu asupan," ujarnya, lalu menggendong Melvin dengan penuh kehati-hatian.Bayi mungil itu segera menyusu dengan lahap
last updateLast Updated : 2025-03-03
Read more

Akan Membenci Nadya Selamanya

"Kalen. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu."Langkah Nala bergema di ruangan kerja putranya, tiap ketuk hak sepatunya di lantai marmer terdengar tegas namun penuh kehati-hatian. Di balik wajahnya yang anggun dan tenang, ada kegelisahan yang mengendap dalam sorot matanya. Ia tahu, ini bukan perbincangan yang akan berjalan dengan mudah.Di hadapannya, Kalen duduk di balik meja kerjanya yang tertata rapi, dikelilingi oleh berkas-berkas yang berjejer dalam harmoni yang sempurna. Pria itu begitu tenggelam dalam pekerjaannya, seolah dunia luar tak ada artinya dibanding angka-angka dan laporan yang kini memenuhi pikirannya.Saat mendengar suara ibunya, Kalen perlahan mengangkat kepala. Tatapannya tajam, dingin, nyaris tanpa emosi. "Apa lagi yang ingin kau katakan padaku? Aku sedang sibuk."Ucapan itu terdengar datar, namun terasa seperti tamparan bagi Nala. Ia mengepalkan tangannya, berusaha menahan gelombang perasaan yang ingin meledak. Ia tahu, luka di hati putranya masih terlalu dala
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

Berhenti Menyalahkan Diri

Setibanya di rumah, Kalen tidak langsung masuk ke kamarnya, meskipun waktu sudah menunjuk angka dua belas malam. Langit di luar masih gelap pekat, hanya ditemani pendar redup lampu jalanan yang temaram. Rumah itu sunyi, hanya sesekali terdengar suara detak jam di dinding, seakan-akan waktu berjalan lebih lambat dari biasanya.Ia berjalan menuju dapur, membuka lemari penyimpanan dan mengambil sebotol wine merah. Cairan rubi itu mengalir perlahan ke dalam gelas kristal yang kini ia genggam. Setiap tegukan yang ia minum seperti mencoba menelan semua pikiran yang bergemuruh di kepalanya.Ucapan ibunya, Nala, terus berputar dalam benaknya."Rania meninggal karena ulahmu."Sebuah tuduhan yang tajam, menyakitkan, dan menghantamnya lebih keras daripada pukulan mana pun yang pernah ia terima.Ia tersenyum miris, menatap refleksi dirinya yang terlihat samar dalam kilauan wine yang ia putar-putar dalam gelas.“Apakah benar, aku seorang pembunuh?” gumamnya pelan, suaranya nyaris tenggelam dala
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

Hanya Masa Lalu Kalen

Nadya hanya bisa menatap Kalen yang terus merintih lirih, bibirnya bergetar saat menyebut nama Rania dalam kepedihan yang mendalam. Ada kesedihan yang begitu pekat dalam suaranya, seperti jeritan seorang pria yang kehilangan separuh jiwanya dan kini hanya terombang-ambing dalam kehampaan."Aku tidak sempat meminta maaf padanya," bisiknya, nyaris seperti angin yang berhembus di malam sunyi.Nadya merasakan hatinya mencelos. Ia bisa merasakan beratnya beban yang mengungkung pria itu, rasa bersalah yang tak kunjung sirna dan terus menggerogoti jiwanya. Tanpa berpikir panjang, Nadya menarik tangan Kalen, lalu membawanya ke dalam pelukannya. Ia membiarkan Kalen bersandar di dadanya, tangannya perlahan mengusap punggung pria itu dengan lembut, mencoba menenangkan badai yang berkecamuk di dalam dirinya."Kau bisa meminta maaf besok ke makam Rania, kalau memang rasa bersalah itu terus menghantuimu," ucap Nadya, suaranya selembut angin yang berusaha menenangkan lautan yang bergelombang.Heni
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

Permintaan Maaf Kalen

Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi ketika Kalen membuka matanya.Seketika, sensasi nyeri menusuk kepalanya seperti ribuan jarum yang menekan pelipisnya. Ia mendesis pelan, memijat keningnya dengan frustasi."Ah! Lagi-lagi mabuk berlebihan," keluhnya, suara seraknya terdengar memenuhi ruangan yang masih remang-remang.Namun, bukan hanya rasa sakit di kepala yang kini menyergapnya. Ingatan samar-samar tentang kejadian semalam mulai kembali, membuat tubuhnya seketika menegang.Ia terperanjat.Mata Kalen membelalak saat kesadaran menghantamnya seperti gelombang pasang yang datang tiba-tiba."Astaga! Apa yang telah kulakukan?"Dengan panik, ia meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas, jari-jarinya dengan cepat menelusuri aplikasi CCTV yang terhubung dengan kamera keamanan di rumahnya.Ia menahan napas, jantungnya berdegup kencang saat mulai memutar rekaman dari semalam.Gambar pertama yang muncul adalah dirinya sendiri, duduk di meja bar dapur, menenggak satu botol wine sendiri
last updateLast Updated : 2025-03-06
Read more

Dekati Lebih Dulu

“Kau yakin, Kalen?” tanya Nadya dengan nada penuh keterkejutan. Matanya menatap lelaki itu dengan ekspresi ragu, seakan apa yang baru saja didengarnya hanyalah ilusi semata.Kalen mengangguk mantap, wajahnya tak menunjukkan keraguan sedikit pun. “Ya. Anggap saja ini permintaan maafku atas kesalahan semalam.”Ia menyelipkan tangannya ke dalam saku celana, lalu mengeluarkan sebuah kartu berwarna hitam pekat yang tampak begitu eksklusif.Dengan gerakan tenang, ia menyodorkannya ke arah Nadya. “Pakailah. Gunakan ini untuk membeli keperluanmu, atau jika kau ingin membelikan sesuatu untuk Melvin, itu terserah padamu.”Mata Nadya membulat, mulutnya sedikit terbuka, nyaris menganga karena terkejut. Ada apa dengan Kalen pagi ini?Sikapnya terasa begitu aneh, jauh berbeda dari biasanya. Apakah kepalanya terbentur sesuatu saat mabuk semalam?“Tidak, Kalen. Tidak perlu—”Namun sebelum Nadya sempat menyelesaikan ucapannya, Kalen sudah lebih dulu meraih tangannya, lalu dengan lembut menaruh kartu i
last updateLast Updated : 2025-03-06
Read more

Melvin Butuh Sosok Ibu

“Apa yang membuatmu tidak yakin, Nadya?” tanya Shopia dengan nada lembut, namun penuh penekanan.Nadya menundukkan kepala, menatap ujung sepatunya seolah bisa menemukan jawaban di sana.Ia menelan salivanya perlahan, merasakan kegelisahan yang mengendap di dalam hatinya.“Banyak hal yang harus aku pertimbangkan, Shopia,” jawabnya lirih. “Dan aku tidak yakin Kalen mau kembali padaku. Harga diriku akan semakin rendah setelah ditolak olehnya nanti.”Shopia mendengus pelan, lalu terkekeh kecil. “Tapi, kau masih mencintainya, kan?” tanyanya, matanya berbinar penuh keyakinan.“Kau bahkan belum mencobanya, tapi sudah menyerah lebih dulu.” Ia menggeleng-gelengkan kepala, seolah tidak habis pikir dengan ketakutan Nadya.Kemudian, dengan nada lebih tajam, ia melanjutkan, “Apa kau ingin kehilangan Kalen untuk kedua kalinya, hm?”Nadya terdiam. Kata-kata itu menembus hatinya seperti sembilu yang menusuk tanpa ampun. Dadanya terasa sesak, bukan karena tidak memiliki jawaban, tetapi karena ia sendi
last updateLast Updated : 2025-03-06
Read more

Kedatangan Adik Ipar

“Hai, Kalen!”Suara ceria itu membelah keheningan ruang tamu yang dipenuhi aroma kopi.Kalen, yang tengah duduk santai di sofa sembari membaca majalah bisnis edisi terbaru, mengangkat kepalanya.Matanya yang tajam menatap sosok yang baru saja datang dengan senyum ramah di wajahnya.“Hai, Amora. Kau sudah kembali?” ucap Kalen dengan nada datar, namun masih menyiratkan ketertarikan.Amora—gadis muda dengan rambut panjang yang tergerai lembut, mata penuh semangat, dan wajah yang sekilas mengingatkan pada sosok yang pernah sangat dicintai Kalen—menganggukkan kepalanya.“Ya,” jawabnya dengan nada ringan.“Kali ini aku benar-benar tinggal di sini, Kalen. Kuliahku sudah selesai, dan aku akan membuka usaha di sini.” Sebuah senyum tersungging di bibirnya, mencerminkan kegembiraannya yang tulus.Kalen mengangguk-anggukkan kepala, tangannya tetap memegang majalah yang tadi ia baca. “Kau ingin bertemu dengan Melvin?” tanyanya kemudian. “Dia sedang tidur di kamarnya.”Amora menoleh sekilas ke arah
last updateLast Updated : 2025-03-07
Read more
PREV
1234567
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status