All Chapters of Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa: Chapter 21 - Chapter 30

65 Chapters

21. Bermain-main

“Sejak lulus sebagai Sarjana Hukum aku selalu ingin bekerja di Monarch Legal Group.” Sydney mengetik di layar ponsel, lalu menyodorkannya ke hadapan Morgan. “Tapi sekarang aku tidak bisa. Setidaknya aku bisa memiliki sahamnya.” Morgan membaca pesan itu dengan tatapan tajam. Sydney mengetik lagi, “Lagipula, aku punya utang besar yang harus segera dibayar. Aku bisa mendapat pemasukan tambahan dari sana.” Morgan terkekeh pelan. “Jadi, yang kau inginkan adalah uang?” “Tuan bilang kalau ini hadiah, berarti harus yang sedang sangat aku inginkan,” ketik Sydney lagi sambil menatap Morgan. Morgan melangkah mendekat, jemarinya menyusuri garis rahang Sydney dengan lembut, membelainya. “Baiklah,” sahut Morgan pelan. “Aku akan memberikannya padamu.” Sydney terkejut sesaat. Dia sudah menyiapkan diri dengan berbagai argumen jika Morgan menolak, tetapi ternyata pria itu menyetujuinya tanpa banyak bertanya. “Kenapa?” Sydney mengetik buru-buru. “Tuan bahkan tidak bertanya lebih jauh.”
last updateLast Updated : 2025-02-14
Read more

22. Terbakar

“Kau menanam duri, maka karma akan datang menusukmu, Vienna. Nirina memandang tulisan itu, lalu ekspresinya berubah drastis. Wajah yang semula ramah itu kini tampak dingin dan tidak senang. Semua mata tertuju pada Vienna, yang masih terpaku di tempatnya. “Apa maksudnya ini, Vienna?” Nirina bertanya tajam, pandangannya menusuk lurus ke arah Vienna. Bisikan dari para tamu mulai terdengar di telinga Vienna. "Astaga, siapa yang mengirimi pesan seperti itu?" Keringat dingin pun mengalir di punggung Vienna. ‘Ini tidak mungkin!’ Vienna menyangkal ini dalam hati. Tidak mungkin seseorang mengirimkan sesuatu seperti ini ke acara pentingnya. Vienna bisa merasakan pandangan para wanita menusuk kulitnya, seolah dia adalah tontonan utama dalam sebuah drama memalukan. Salah satu wanita yang duduk di seberangnya tersenyum miring, mencondongkan tubuh sedikit ke arah Nirina. "Nona Nirina, kau harus lebih berhati-hati. Siapa tahu kau akan menjadi korban berikutnya?" Tawa kecil yan
last updateLast Updated : 2025-02-15
Read more

23. Orang dari Masa Lalu

"Aku tidak mengenalnya." Sydney mengetik kalimat itu dengan cepat di layar ponselnya, menyembunyikan kepanikan yang mulai menyelinap di dada. Morgan tidak langsung bereaksi. Pria itu hanya duduk di sofa, tatapannya gelap dan tajam, seolah sedang menimbang sesuatu. Sydney menggigit bibirnya, lalu mengetik kalimat tambahan. "Apa Tuan mengenal semua orang yang seumuran dengan Tuan?" Sindiran halus itu seharusnya cukup untuk mengalihkan perhatiannya. Namun bukannya terprovokasi, Morgan justru mendengkus pelan, lalu tertawa—suaranya bergema di ruangan. Sydney terpaku. Morgan tertawa? Pelayan yang ada di sekitar mereka ikut terkejut, saling melirik dengan ekspresi tak percaya. Seorang pelayan bahkan hampir menjatuhkan nampan yang dipegangnya. "Tuan tertawa? Apa Tuan sehat?" bisik salah satu dari mereka. "Sejak kapan terakhir kali Tuan tertawa seperti itu?" "Tidak pernah," sahut yang lain, matanya tak lepas dari sosok pria yang kini masih menyunggingkan senyum tipis. "Dan kau sad
last updateLast Updated : 2025-02-15
Read more

24. Dia Memanggilnya Jalang

“Akan ada berita baik tentangku beberapa minggu lagi. Dan saat kau mendengarnya, kau tidak akan bangun lagi, Jalang!” Suara Vienna terdengar tajam di ujung telepon, penuh dengan kebencian dan kepuasan yang menjijikkan. Tanpa menunggu respons, wanita itu langsung menutup panggilan dengan kasar. Seolah baru saja menjatuhkan vonis mati bagi Sydney. Tuut. Tuut. Sydney menatap layar ponselnya yang kini gelap. Dulu, kata-kata semacam itu bisa menghancurkan Sydney. Dulu, ancaman Vienna akan membuatnya bersembunyi di sudut kamar dengan tubuh gemetar, dan kepala yang penuh pikiran karena ketakutan. Namun, sekarang? Semua luka itu bukan lagi rantai yang mengikat Sydney. Sebaliknya, luka itu justru menjadi bahan bakar yang mengobarkan sesuatu yang jauh lebih besar. Dendam. Sydney menarik sudut bibirnya, membentuk senyum samar—bukan karena takut—tetapi karena merasa lucu. ‘Kau ingin aku mati?’ batin Sydney. Lelucon macam apa itu? Vienna pikir Sydney masih wanita yang sama seperti dulu
last updateLast Updated : 2025-02-16
Read more

25. Tuan Penguasa Pemilik Mansion

‘Kau benar-benar nekat, Sydney Zahlee!’ batin Sydney, bicara pada dirinya sendiri. Sydney menahan napas, meredam degup jantungnya yang berdebar kencang. Tatapannya tertuju pada komputer di hadapannya, layar yang tadinya gelap kini bersinar terang, menampilkan sesuatu yang tidak dia duga sebelumnya. Sydney mengepalkan tangan di sisi meja. Ini bukan informasi biasa, dokumen-dokumen yang terpampang jelas di layar adalah sesuatu yang bisa menghancurkan Lucas. Sydney menarik napas dalam, berusaha menjaga ketenangannya. Beberapa saat lalu, setelah memastikan mansion dalam kondisi aman, Sydney melepas gelang kaki berloncengnya—benda sialan yang membuatnya selalu ketahuan ke mana pun dia pergi—dan masuk ke ruang kerja Morgan yang, anehnya, tidak terkunci. Sydney tidak menyangka betapa mudahnya dia bisa masuk ke ruangan pria itu. Suara Vienna yang mengatakan tentang kabar baik masih terngiang di telinga Sydney. Walaupun tidak lagi merasa takut, Sydney sangat tahu kalau itu bukan sekadar
last updateLast Updated : 2025-02-17
Read more

26. Jangan Merasa Istimewa!

"Beraninya kau menyentuh barang-barangku, Sydney?!” seru Morgan dengan suara baritonnya. Tidak pernah ada orang yang terdengar begitu menyeramkan saat menyebut nama lengkap Sydney, selain Morgan. Sydney seharusnya merasa takut. Dia tahu Morgan bukan pria yang bisa dia tantang, apalagi setelah masuk ke ruangan pribadinya tanpa izin. Namun, saat ini, bukan ketakutan yang menguasai dirinya, melainkan kemarahan yang membakar dari dalam. Sydney bergeming, meski tubuhnya terasa beku. Dia mengangkat undangan pernikahan Vienna dan Lucas dengan tangan yang sedikit gemetar, menantang Morgan untuk menjelaskan. Morgan mendekat dengan langkah besar. Sekali renggutan, undangan itu berpindah ke tangannya. Jemarinya yang besar dan kuat meremas kertas itu hingga tak berbentuk. Sydney menatapnya lekat, matanya dipenuhi pertanyaan yang tak bisa dia ucapkan. Morgan melirik ke pintu lain di dalam kamarnya yang kini terbuka. Pria itu membeku sesaat, lalu tatapannya kembali ke Sydney, kali ini le
last updateLast Updated : 2025-02-17
Read more

27. Stok ASI Selama Seminggu

“Aku tidak akan mengulanginya, Sydney. Pergi dan lakukan tugasmu.” Suara Morgan terdengar dingin, nyaris tanpa emosi. Sydney memejamkan mata erat. Seakan dengan begitu, dunia yang sedang menghimpitnya bisa menghilang. Namun, kenyataannya udara di sekitar Sydney masih sesak, napasnya masih terasa berat, dan pria di depannya masih berdiri dengan mata tajam seperti belati yang siap menikamnya kapan saja. Tanpa berkata apa-apa, Sydney bangkit dari ranjang dengan tubuh yang masih gemetar. Wanita itu merapikan bajunya yang kusut, lalu berjalan tertatih menuju kamar si kembar. Tidak ada satu kata pun yang keluar dari bibirnya, tetapi isakan kecil yang tertahan masih terdengar di ruangan itu. Morgan hanya menatap Sydney dengan wajah datar tidak peduli. Tangisan bayi masih terdengar dari pengeras suara. Sydney mengikuti suara itu dengan langkah limbung, menuju kamar si kembar. Sydney mendorong pintu kamar si kembar dan mendapati dua bayi mungil itu terbaring di dalam boks mereka. Jade m
last updateLast Updated : 2025-02-18
Read more

28. Anjing Buas yang Lepas

"Kau tidak akan berkata apa-apa?" Morgan menatap Sydney dengan tajam, seolah ingin mengorek setiap reaksi dari wanita itu. Namun, Sydney tetap diam. Wanita itu menggigit bibirnya yang sudah terluka sejak tadi, lalu perlahan menundukkan kepala. Tidak ada gunanya berdebat. Tidak ada gunanya menangis di depan pria yang sudah memutuskan untuk membuangnya. Sydney hanya menggeleng pelan. Tanpa menunggu tanggapan, pria itu berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Sydney sendirian di bawah langit yang mulai gelap. Saat itulah, Sydney justru merasakan sesuatu yang begitu menusuk di dalam dadanya. Dia sudah tahu sejak awal bahwa dirinya hanya sementara di sini. Bahwa waktunya bersama si kembar tidak akan bertahan selamanya. Namun, mengapa rasanya seperti ini? Mengapa saat perpisahan ada di depan mata, hati Sydney justru semakin tertambat pada mereka? Sydney menatap ke arah jendela kamar bayi di lantai atas. Jade dan Jane mungkin sedang terlelap sekarang, tidak tahu bahwa wanita yang s
last updateLast Updated : 2025-02-18
Read more

29. Menyiram Makam Isaac

Anak buah Morgan yang duduk di kursi kemudi, menoleh ke arah Sydney dari kaca spion. "Kita berangkat sekarang?” Sydney mengangguk pelan, lalu mobil melaju menjauh dari mansion yang selama ini menjadi tempat Sydney bernaung. Sydney menggigit bibir, menahan sesuatu yang mendesak di dada. Lalu mengeluarkan ponsel dari dalam tas. Setidaknya untuk yang terakhir kali, Sydney harus berpamitan pada Morgan walaupun hanya melalui pesan, "Aku sudah tidak ada di rumah. Tuan bisa pulang ke mansion, Jade dan Jane sedang menunggu." Pesan terkirim. Sydney menunggu beberapa saat. Namun, tanda centang masih menunjukkan warna abu-abu. Sydney menghela napas. Mobil berhenti beberapa jam kemudian. Pria di kursi kemudi melirik Sydney lagi dari spion. "Sebelum kami menurunkanmu, ada sesuatu yang harus kau tanda tangani." Sydney mengernyit. Pria di sebelah Sydney membuka map hitam, mengeluarkan selembar kertas, lalu menyodorkannya pada wanita itu. Sydney menerima itu dan membacanya dalam hati, ‘Perj
last updateLast Updated : 2025-02-18
Read more

30. Menyedihkan!

Hujan mulai turun, menyisakan dentingan rintik di atas aspal yang basah. Sydney masih berdiri di depan gerbang rumah Lucas, meski tubuhnya sudah menggigil. Pakaian Sydney pun basah kuyup, rambutnya menempel di wajah, dan ujung jemarinya mati rasa. ‘Aku tidak akan pergi tanpa barang-barang Isaac,’ batin Sydney. Ben, satpam yang tadi mengusirnya, masih berjaga di pos. Sesekali dia melirik ke arah Sydney dengan tatapan jengah, tetapi Sydney tetap tak bergerak. "Lihatlah dirimu," ucap Ben dengan nada mengejek. "Bahkan setelah diusir, kau tetap berdiri di sini. Menyedihkan!" Sydney menatap Ben dengan mata tajam. Ben mendengkus, lalu kembali ke dalam pos satpam, membiarkan wanita itu berdiri dalam dingin yang menusuk. Malam semakin larut. Sydney sudah tidak bisa merasakan dingin lagi, mungkin tubuhnya mulai mati rasa. Setiap mobil yang masuk atau keluar membuat jantung Sydney berdegup kencang. Matanya terus mencari sosok Lucas di balik kaca mobil yang melintas. Namun, pria i
last updateLast Updated : 2025-02-19
Read more
PREV
1234567
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status