All Chapters of Ibu Susu Bisu Bayi Kembar Tuan Penguasa: Chapter 51 - Chapter 60

145 Chapters

51. Rival Bisnis Kental

Suara dering ponsel memecah fokus Morgan yang masih menatap layar GPS. Pria itu mengerutkan kening saat melihat nama pemanggilnya, salah satu anak buah yang bertugas di luar area pesta. Firasat Morgan buruk karena anak buahnya tidak mungkin menelepon langsung jika tidak ada sesuatu yang genting. Morgan menerima panggilan dengan cepat. “Ada apa?” “Tuan Morgan, kita ada masalah besar!” “Apa?!” tanya Morgan tajam. “Edgar Selgardo. Dia tahu keberadaanmu. Orang-orangnya sudah mulai bergerak,” jawab anak buah Morgan. Morgan mendadak menegang. Rahang pria itu mengeras dan dia mencengkeram ponsel lebih erat. Edgar Selgardo adalah rival bisnis ilegalnya yang terkenal nekat dan keji. Keluarga Alfonzo yang pernah mengganggu mereka beberapa waktu lalu, tidak ada apa-apanya. “Sialan! Bagaimana bajingan itu bisa menemukan diriku di tempat ini?!” geram Morgan pelan. Edgar berkali-kali mencoba menjatuhkan Morgan, bahkan tidak segan menggunakan cara kotor untuk mencapai tujuannya. Be
last updateLast Updated : 2025-02-28
Read more

52. Kau Pantas Tinggal di Nerakaku

“Sial!” Morgan mengumpat tertahan. Sydney pingsan dalam dekapannya. Napas wanita itu lemah dan tubuhnya terasa dingin. Morgan bisa merasakan betapa rapuh wanita dalam pelukannya itu. Tanpa berpikir panjang, Morgan menggeser lengannya agar lebih stabil, lalu mengangkat Sydney ke dalam gendongan. Pria itu melangkah cepat keluar dari toilet, melewati koridor yang masih sepi. Saat Morgan baru saja tiba di ujung koridor, Ronald muncul dengan napas memburu. Wajahnya penuh kepanikan. “Tuan! Ikuti saya! Kita keluar lewat jalur darurat,” ujar Ronald cepat sedikit terengah. Morgan hanya mengangguk. Dia tidak punya waktu untuk bertanya lebih jauh. Yang penting sekarang adalah membawa Sydney keluar dari tempat ini secepat mungkin. Ronald memimpin jalan, membimbing Morgan menuju sebuah pintu yang tidak mencolok di sisi gedung. Pintu itu langsung terhubung ke tangga darurat. “Kita akan keluar dari sini,” ucap Ronald sembari membuka pintu dengan hati-hati. Morgan masih menggendong Sydney de
last updateLast Updated : 2025-03-01
Read more

53. Jurang Kematian

“Ambilkan peralatan medis dan beberapa obat antiseptik.” Morgan menatap perawat di ambang pintu dengan nada yang tak bisa dibantah. Wanita itu mengangguk cepat sebelum bergegas pergi. Sydney tetap diam di ranjang, jemarinya saling meremas di atas pangkuan. Wajah wanita itu masih pucat, tetapi matanya kini lebih hidup. Morgan mendekati Sydney, satu tangan bertumpu di sandaran ranjang. Dia sedikit membungkuk untuk menyamakan posisi wajah dengan Sydney yang tengah duduk di sana. “Kau yang akan mengobati lukaku,” tukas Morgan. Sydney mendongak, alisnya berkerut. Bibirnya sedikit terbuka, seakan ingin menolak, tetapi tak ada suara yang keluar. “Aku hanya mau diobati olehmu.” Morgan tidak memberi Sydney kesempatan untuk protes. Sebelum Sydney sempat menolak, perawat kembali datang dengan membawa kotak medis kecil dan meletakkannya di meja samping. Setelah itu, perawat pergi begitu saja. Sydney menelan ludah, lalu meraih kotak itu dengan ragu. Ketika Sydney mempersiapakan beberapa p
last updateLast Updated : 2025-03-02
Read more

54. Apa Lagi, Sydney?!

Sydney menatap Morgan lekat-lekat. Sorot mata pria itu berubah sekilas, ada sesuatu di sana, sebuah kenangan yang mungkin tidak ingin dia ungkapkan. Namun, alih-alih menjelaskan, Morgan justru bangkit dari ranjang. Pria itu menarik kemeja yang tadi dia lepaskan, mengenakannya kembali dengan satu tarikan lengan, lalu mulai mengancingkannya satu per satu tidak terjadi apa-apa. Sydney mengernyitkan dahi. “Apa artinya?” tanya Sydney dengan bahasa isyarat. Dengan tenang, Morgan meraih jas yang tadi tergeletak di lantai dan menyampirkannya di lengan. “Tidak ada arti khusus,” sahut Morgan ringan. “Lupakan saja.” Sydney menyipitkan mata, tidak puas dengan jawaban itu. Tatapan mata wanita seolah bertanya, ‘Kau pikir aku akan percaya begitu saja?’ Morgan menghindari tatapan itu. Setelah memastikan penampilannya rapi seperti sebelumnya, dia melirik ke arah Sydney. “Ayo keluar. Dokter bilang kau sudah boleh pulang setelah sadar,” ajak Morgan sebelum Sydney bisa menginterogasinya lebih jau
last updateLast Updated : 2025-03-03
Read more

55. Pria Penuh Bahaya yang Menenangkan

Suara alarm mobil berbunyi bersahutan, menciptakan kepanikan di sekitar mereka. Sydney masih bisa merasakan jantungnya berdetak tidak beraturan. Getaran hebat dari ledakan tadi masih terasa di tanah tempat mereka tiarap. Dengan napas memburu, Sydney menoleh ke belakang, memastikan Morgan masih sadarkan diri. Pandangannya langsung bertemu dengan mata pria itu, yang meskipun tampak sedikit kacau, tetap terjaga dan penuh kewaspadaan. ‘Morgan?’ panggil Sydney dalam hati, walaupun sadar Morgan tidak akan bisa mendengarnya. Morgan mengerjapkan mata, seakan baru menyadari bahwa Sydney sedang menatapnya dengan khawatir. Napas Morgan berat, tetapi dia tidak menunjukkan tanda-tanda kesakitan yang parah. Tanpa mengatakan apa pun, Morgan mengangkat tubuhnya dan membimbing Sydney untuk duduk di sebelahnya sambil mengatur napas. “Duduk,” pinta Morgan. Sydney mengikuti arahan Morgan. Morgan menghela napas panjang sebelum menatap Sydney dalam-dalam. “Kau tidak terluka?” Sydney menggeleng cepa
last updateLast Updated : 2025-03-03
Read more

56. Palung Mariana

"Siap, Tuan," sahut Ronald tanpa ragu. Morgan hanya mengangguk, sementara Sydney duduk membeku di sampingnya. Perutnya terasa mual, bukan karena guncangan mobil, tetapi karena dinginnya keputusan Morgan. Seakan nyawa orang lain tidak lebih dari pion dalam permainan catur yang bisa dia singkirkan kapan saja. Sydney menelan ludah, lalu menarik napas panjang untuk menenangkan diri. Namun, semakin lama dia berada di dekat Morgan, semakin sulit baginya untuk mengabaikan kenyataan bahwa pria ini hidup di dunia yang berbeda dengannya. Dia tidak bisa. Dia tidak ingin terjebak lebih dalam. Sydney menarik napas dalam, lalu mengangkat tangannya. “Berhenti. Aku ingin turun.” Tatapan tajam Morgan segera tertuju pada Sydney. Dia seperti sedang menilai seberapa jauh keberanian Sydney untuk menantangnya. Sydney kembali mengisyaratkan, lebih tegas kali ini. “Hentikan mobilnya!” Morgan menghela napas pelan sebelum mencondongkan tubuhnya, mendekat hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa se
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

57. Dua Pasang Bola Mata Bening

Sydney menghela napas panjang, mata wanita itu menatap lurus ke arah Morgan yang berdiri tegak di hadapannya. Pria itu tidak mengatakan apa pun, tetapi dari sorot matanya yang kelam dan tajam, Sydney tahu Morgan tidak menerima penolakan. Sydney baru akan mengangkat tangan untuk memberi isyarat ketika suara langkah kaki mendekat dari arah mansion. Sosok Layla muncul sambil mendorong dua kereta bayi kembar yang di dalamnya ada Jade dan Jane. Sydney tersentak. Mata wanita itu refleks berkaca-kaca saat melihat si kembar yang tampak lebih besar dibanding terakhir kali Sydney melihat mereka. Pipi mereka lebih berisi, rambut mereka mulai tumbuh lebih tebal, dan mata mereka yang bening kini menatapnya penuh rasa ingin tahu. Layla berhenti beberapa langkah di depan mereka. Bibirnya bergetar, jelas Layla juga menahan perasaan yang membuncah. Namun, tatapan tajam Morgan membuatnya mengurungkan niat untuk bicara lebih dulu. Morgan melirik Sydney dan berkata pelan, "Lihat mata mereka, Sydney.
last updateLast Updated : 2025-03-04
Read more

58. Apa Statusku?

Sydney mengetuk jemarinya ke udara, mencoba menenangkan diri, tetapi rona merah tetap bertahan di pipinya. Dia akhirnya mengangkat tangan dan mulai berbahasa isyarat, "Aku akan tidur di kamar si kembar, Tuan." “Tuan lagi?” Morgan menyeringai, matanya menyipit penuh ketertarikan. “Kau tidak menandatangani kontrak apa pun kali ini.” Sydney terdiam sejenak, menimbang kata-kata Morgan. Pria itu bersandar di kursinya menatap wanita berbalut gaun tidur seksi di hadapannya lekat-lekat. “Lalu, untuk apa kau datang ke sini, Darling?” tanya Morgan. Sydney menarik napas dalam, berusaha mengabaikan detak jantungnya yang tidak beraturan. Dia duduk di kursi di seberang meja kerja Morgan, menyamankan diri sebelum akhirnya bicara lagi. "Mengapa masih ada CCTV di kamarku? Apa yang kau lihat?" tanya Sydney. “Dirimu,” jawab Morgan cepat, manik cokelatnya menatap Sydney. Sydney merasakan darahnya berdesir. Morgan selalu tahu bagaimana memilih kata-kata yang bisa membuat Sydney kehilangan keseimb
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

59. Yang Dulu Milikmu, Sudah Menjadi Milikku

Sydney tertegun, jemarinya menggenggam ponsel dengan erat. Tinggal bersama Timothy? Pergi dari tempat ini? Jari-jari Sydney bergerak di atas layar, ragu-ragu sebelum akhirnya mengetik balasan. "Itu hebat! Aku senang mendengarnya. Hanya saja, sekarang aku sudah bersama seseorang yang bisa melindungiku, Tim. Jika sudah waktunya, kau akan tahu dia siapa." Saat mengetik itu, Sydney memikirkan Morgan. Dia menekan tombol kirim, lalu meletakkan ponsel di samping bantal. Sydney menatap langit-langit, pikiran wanita itu masih berputar-putar memikirkan percakapannya dengan Morgan beberapa saat lalu. Detak jantung Sydney belum sepenuhnya normal. Tubuh Sydney pun masih terasa panas, bukan karena suhu kamar, melainkan karena kejadian di ruang kerja Morgan tadi. Ingatan tentang sentuhan pria itu masih melekat di kulit Sydney. Betapa mudahnya Morgan membuat Sydney kehilangan kendali. Sydney menggigit bibir, berusaha mengusir bayangan tadi. Dia harus tidur. Tepat ketika kelopak mata Sydney m
last updateLast Updated : 2025-03-05
Read more

60. Bayi-bayi Kehausan

Sydney terbangun dengan napas memburu. Keringat dingin membasahi pelipis dan dadanya naik-turun dengan cepat. Dia menelan ludah, berusaha menenangkan detak jantungnya yang masih berpacu liar. Suara tangisan si kembar menggema di kamar, menarik Sydney kembali ke realitas. Sydney memejamkan mata sejenak, berusaha mengendalikan napasnya yang masih tersengal. Bayangan mimpi buruk itu masih terlalu nyata di kepalanya. Terlalu hidup. Terlalu menyakitkan. Lucas. Sydney melihat pria itu lagi dalam tidurnya. Dalam mimpi itu, Sydney tengah duduk di dalam kamar tidur mereka di kediaman Lucas. Perut Sydney tengah membesar. Sydney dengan lembut membelai Isaac yang masih ada dalam kandungannya. Dia tersenyum saat merasakan tendangan lembut dari dalam, Isaac membalas sentuhannya. Namun, detik berikutnya, Sydney merasakan sesuatu yang lain. Lucas berlutut di hadapannya, lalu menyentuh perut Sydney yang membuncit. Tatapan mata pria itu begitu lembut dan penuh kasih sayang, membuat Sy
last updateLast Updated : 2025-03-06
Read more
PREV
1
...
45678
...
15
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status