All Chapters of Ketika Adikku Inginkan Suamiku: Chapter 31 - Chapter 40

62 Chapters

Bab 31. Kutukar Perangkap Rara

****** “Sayang, kamu di mana? Cepat, dong! Rara sudah  menghubungi  aku dari tadi, nih? Dia minta dijemput di kampusnya.” Suara Mas Diky terdengar panik. Ini adalah hari kedua dia memenuhi janjinya makan malam bareng adik tiriku, Rara. “Bentar, ya,Mas. Aku antar Ibu pulang dulu. Kalau memang kamu udah keluar kantor, kamu jemput aja dia ke kampus! Kita ketemu di restoran aja,” usulku sambil menggandeng tangan Ibu keluar dari ruangan Dokter Robin, Psikiater yang merawat Ibu. “Aduh, gawat, dong! Aku takut, ah!  Nanti kalau Rara ngelendot-lendot lagi, gimana. Parfumnya nempel lagi di seragam aku.” “Aku percaya padamu, Mas. Habis gimana, dong? Aku harus ngantar Ibu dulu, lagian kasihan nenek sendirian di rumah. Atau gini, kamu tunggu di simpang kampusnya aja, aku langsung nyusul setelah ngantar Ibu!” “Ok, kalau gitu aku setuju. Hati-hati, ya! Ibu su
last updateLast Updated : 2025-01-08
Read more

Bab 32.  Hampir Kena Sasaran

***** POV  RaraMalam ini, aku harus bisa menaklukkan suami Kak Mala. Kesempatan ini harus kugunakan dengan sebaik-baiknya. Terakhir ini amat sulit mecari kesempatan untuk berduaan dengan  lelaki tampan ini.  Sejak mereka keluar dari rumah, aku tak bisa lagi menemuinya. Malam  ini, tak akan sia-sia. Dengan ancaman akan menuntut istrinya, Mas Diky yang lugu mau menuruti keinginanku. Aku tahu dia melakukan ini bukan hanya karena takut istrinya terlibat masalah, tapi lebih karena dia tak ingin aku membuat keributan di kantornya. Pasti dia akan malu bila rahasia keluarga istrinya tercium oleh orang-orang kantor. Kesempatan emas buatku. Aka kuhancurkan kebahagiaan si Mala itu dengan caraku. Allah selalu memberinya keistimewaan. Selalu mendapatkan yang lebih dari aku. Padahal dia hanya anak tiri Mama. Kenapa nasipnya selalu lebih beruntung dari aku?  Aku enggak mau pokokny
last updateLast Updated : 2025-01-09
Read more

Bab 33. Senjata Makan Tuan

***** “Enggak singgah dulu, Mas?” tanyaku sembari turun dari boncengan. “Enggak usah,” jawab Mas Diky singkat. Lelaki tampan   itu masih saja merengut. “Jangan lupa besok, ya! Ingat, perjanjian kita seminggu, lho!” ucapku mengulas senyum. “Iya, tapi jangan di restoran  yang seperti tadi. Di restoran biasa aja. Lebih mahal enggak apa!” sungutnya sambil memutar arah motor, langsung tancap gas. Gak ada sopan-sopannya! Ok, hari ini kamu masih bolehlah sok jual mahal kek gitu, Mas Diky … suami kakakku tersayang …. Tapi, liat aja besok. Aku pastikan kau tergila-gila padaku. Seperti dulu Ibunya si Mala yang oon itu, tersingkir dari sisi Papa. Papa lebih memilih mempertahankan  Mamaku yang bertubuh bohai, dan pandai memuaskan Papa. Gak peduli gimana cara Mama menaklukkannya. Yang pent
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more

Bab 34. Tamparan papa di Wajah Rara

***** POV Mala Rara tertidur dengan meletakkan kepala di atas meja. Gelas kosong terletak di samping kepala yang terkulai itu. Gelas dengan pipet berwarna pink seperti perintahnya. Pipetnya memang benar, tapi gelasnya yang telah tertukar. Maaf Rara, Sayang. Aku harus melindungi suamiku dari perempuan murahan seperti kamu.   Yah, mungkin kau berpikir suamiku adalah sasaran empuk, karena keluguannya. Mas Diky memang sangat lugu dalam hal cinta. Dia tak punya pengalaman apa-apa dalam menghadapi penjahat asmara. Tak pernah dipelajarinya bagaimana strategi menghadapi ulat bulu yang suka menempel sambil melata-lata sepertimu. Yang dia pelajari adalah cara membasmi penjahat ketentraman masyarakat. Menjaga keamanan masyarakat, negara dan bangsa.   Lelakiku buta dalam hal asmara. Perempuan satu-satunya yang di kenalnya hanya aku. Sejak dia tau apa itu
last updateLast Updated : 2025-01-11
Read more

Bab 35. Serangan di Kamar Mandi

***** Awas kau!” kembali Rara mengancamku sambil mengikuti langkah Papa yang menyeretnya dengan kasar. Kubalas dengan senyum   miring.Aneh! Seharusnya dia malu karena ketahuan akal liciknya terhadap Mas Diky. Perempuan itu benar-benar sudah putus urat syaraf. Sama seperti ibunya, udah tahu kelakuan anak bejad, masih saja membela. “Kita juga pulang, Sayang, ayo!” Mas Diky memeluk bahuku. “Ya, urusan kita belum selesai! Kita selesaikan di rumah!” ancamku melepaskan tangannya. Dengan berjalan cepat, aku menuju parkiran, mengeluarkan motor meticku, lalu meluncur pulang. Nenek dan Ibu menyambut di teras. Kedua wanita itu terlihat semringah. Terutama Ibu. Rambut panjangnya di sanggul rapi ke belakang. Beberapa anak rambut itu lepas, menutupi sampai ke batas mata, mirip poni di keningnya. “Subhanallah … Ibu …,” ucapku langsung menghambur memeluknya
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 36. Rumah Tanggaku Di Ujung Tanduk

***** Mas Diky menyambar kunci kontak motornya dan jaket kulit yang tergantung di belakang pintu kamar.   “Aku berangkat, ya, Sayang!” ucapnya mengecup keningku. Lalu melangkah pergi.  “Berhenti!” teriakku tiba-tiba. Mas Diky terkejut, menghentikan langkah dan langsung berbalik menghadapku.  “Ai …,” sergahnya masih tak percaya.  “Dengar, Mas! Baru malam tadi kita berbaikan. Kita telah berhasil menghadapi masalah yang mendera hubungan kita. Pagi ini, kita akan merayakannya. Kenapa sekarang kau tiba-tiba ingin membatalkannya? Bahkan tanpa berpikir dua kali,  kau langsung membuka peluang untuk munculnya  masalah berikutnya!”  “Apa maksudmu, Sayang?”  
last updateLast Updated : 2025-01-13
Read more

Bab 37. Suamiku Sayang

**** Ketukan halus di pintu kamar membuatku tersadar, bahwa ada Ibu dan Nenek yang masih menuggu di luar. Menuggu untuk diajak jalan-jalan, seperti janjiku dan janji sang menantu. “Ibu, masuk!” kataku berusaha mengulas senyum. Kubalikkan wajah pura-pura merapikan sepre kasur, agar berkesempatan menyeka air mata yang sempat tumpah di pipi. “Kenapa Nak Diky pergi dengn terburu-buru, Nduk?” tanyanya meletakkan tubuh di  bibir ranjang. “Oh, iya. Tiba-tiba dia dipanggil mendadak oleh ibunya. Sepertinya ada yang penting. Kita jadi, kan jalan-jalannya?” tanyaku membentuk ekspresi riang. “Ibu kok, mendadak males, ya. Maaf, ya, Mala! Ibu mau bertanam sayuran aja di halaman belakang, boleh?” “Maksud Ibu?” tanyaku kaget. “Ibu dan nenek gak biasa jalan-jalan
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

Bab 38. Papa Mertua dan Mama Ratna  Menghilang

**** “Mas Diky …!  Mas sudah datang?”  Aku dan Mas Diky kaget. Kami sangat kenal  suara itu. Rara.  “Tante! Kenapa Mas Diky disuruh pulang?” teriaknya sambil  berlari ke arah Mama mertuaku.   Mama Ratna hanya terpaku di depan  gerbang. Sebuah keranjang belanjaan ditenteng di tangan kanan. Sepertinya mereka baru kembali dari pasar. Jadi ini sebabnya, aku tak mendengar suara mereka dari tadi. Pantas mertuaku bilang mereka menampungnya, rupanya dijadikan pembantu.   “Tante, bukankah Tante menyuruh Mas Diky, datang sendiri? Kenapa ada Kak Mala dan Papa juga?” protesnya menatapku sinis. Kedua mertuaku hanya membisu.  Papa melangkah menghampiri aku dan Mas Diky. “Diky, ada yang ingin Om tanya sama kam
last updateLast Updated : 2025-01-15
Read more

Bab 39. Besanku Selingkuhanku

****** POV Ratna Tertatih aku dan Rara menyusuri jalanan kompleks. Entah ke mana kaki ini akan kubawa melangkah. Pulang ke kampung, aku malu. Orang kampung tahunya aku adalah nyonya. Nyanyo Ranto, pedagang dari Aceh yang sukses di kota Medan. Bagaimana tanggapan mereka bila aku pulang dengan tangan hampa, perhiasan mewah yang biasa melekat di badan pun dipreteli oleh Bang Ranto.   Kejam! Bang Ranto memang kejam nian, tak hanya talak yang dia berikan, tapi juga kemiskinan dia sematkan di pundakku. Rara juga ikut-ikutan. Ngapaian coba dia ikuti aku. Harusya dia tetap bertahan di rumah itu! Keberadaannya di sana bisa kujadikan alasan untuk sering datang berkunjung. Sekalian aku bisa tebar pesona lagi di hadapan Bang Ranto. Secara, aku adalah perempuan yang pernah membuatnya terlelap dalam lautan madu asmara. Kalau dia kangen  akan dasyatnya permainanku, pasti dia minta rujuk. Ta
last updateLast Updated : 2025-01-16
Read more

Bab 40. Surga dan Dunia

***** POV Ratna “Maaf, Bang. Saya yang salah,” ucapku meniup tangannya. Kukecup lembut jari telunjuknya. Lelaki botak itu menggeliat. Spontan ditariknya telunjuk kasar dan besar itu dari mulutku.  “Cukup, sudah sana!” usirnya.  Aku mendongah, dasterku kian tak karuan. Kutatap tepat ke manik-manik mata tuanya. Bola mata itu menghindar bersetatap. Membuang pandangan  kembali ke layar tv. Aku tahu, itu hanya trik.  Sesungguhnya, kini dia gelisah, dadanya berdebar, terbukti dari napasnya yang kian tak teratur. Apa lagi melihat wajahnya yang kian memerah, kutahu dia sedang menahan hasrat.  “Abang marah?” tanyaku sembari bangkit.  “Tidak, hanya saja, mulai besok, kamu tak perlu lagi membuatkan aku kopi di malam hari. Aku merasa tidak nyaman
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more
PREV
1234567
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status