All Chapters of Ketika Adikku Inginkan Suamiku: Chapter 11 - Chapter 20

62 Chapters

Bab 11.  Malam Pertama Menjelang Subuh

***** “Kenapa, Sayang? Kamu capek? Ok, Maaf, mungkin aku yang terlalu terburu-buru,” ucap Mas Diky menegakkan tubuh, lalu bangkit dan berjalan ke kamar mandi. Terdengar suara cidukan air dari bak.  Sepertinya dia mencuci muka atau membasahi kepalanya. Kurapikan kembali pakaianku yang  berantakan. Meneliti tubuh yang tak karuan. Lalu duduk di bibir ranjang.  Mas Diky keluar dari kamar mandi dengan kepala basah. Airnya bahkan menetes membasahi lantai. Seketika timbul rasa iba di hati. Kuraih handuk kecil dari dalam lemari, lalu bergerak mendekatinya yang kini duduk di bibir ranjang. Kukeringkan kepala dan wajah yang basah dengan lembut. Kuseka leher dan tengkuk. Mas Diky hanya pasrah, tidak ada sepatah katapun yang terucap dari bibirnya. Kepalanya mungkin sudah dingin karena siraman air yang dingin, api hatinya mungkin masih panas karena amarah
last updateLast Updated : 2024-12-22
Read more

Bab 12.  Kuseret Adikku Keluar Kamar

*****  Ponselku dan ponsel Mas Diky berbunyi berbarengan. Beberpa kali kami biarkan. Rasa lelah dan sakit di bagian tertentu tubuh membuatku enggan untuk bergerak. Mas Diky juga enggan bergerak. Dia terlihat begitu lelah. Tetapi, wajahnya terlihat tenang dan terang. Tak lagi kusut dan gelap seperti tadi malam. Suara ribut panggilan masuk di ponsel masih membahana. Kuraih benda itu dari atas nakas. Kuusap layar dengn mata terpejam. “Cepat bersiap-siap kalian! Petugas travel akan segera menjemput. Pesawatnya berangkat pukul sepuluh!” perintah Mbak Rahma. Aku baru ingat, hari ini kami akan berangkat. Bulan madu yang telah mereka siapkan dan hadiahkan untuk kami. Kakak iparku yang baik dan penuh perhatian. Ponsel Mas Diky berhenti berbunyi. Mungkin karena telah tersambung ke ponselku tadi. Aku harus segera bangkit dan membersihka
last updateLast Updated : 2024-12-23
Read more

Bab 13. Apakah Pernikahanku Sah?

***** Kupandangi dengan seksama foto di tanganku. Bayi merah berbalut kain tebal di sekujur tubuh. Hanya bagian wajah yang tampak. Tergeletak beralaskan kain panjang bermotif batik. Di atas keset tepat di depan pintu. Siapa yang telah begitu tega membuang bayi malang ini. Membuang darah dagingnya sendiri? Andaipun  itu adalah  bayi yang tak diinginkan, tidak seharusnya dia menaruhnya di depan pintu rumah orang lain.  Bayi itu tidak tahu apa-apa. Andai dia bisa berbicara, dia pasti akan berkata kalau diapun tak ingin dilahirkan ke dunia. Lalu, kenapa rumah orang tua Rara yang dia pilih? Mereka memang sangat baik. Aku wajib berterima kasih karena telah merawat dan membesarkan aku. Tapi, kalau boleh memilih, tetap aku ingin bersama orang tua kandung meskipun  hidup susah. Kuseka sekali lagi, air mata di pipi. Tak ingin Mas Diky  melihat tangis ini.  A
last updateLast Updated : 2024-12-23
Read more

Bab 14. Buah Jatuh Tak Jauh Dari Pohonnya

***** Mas Diky sedang bersiap untuk berangkat tugas. Masa cutinya sudah selesai. Tubuh atletis dengan rambut masih basah itu baru saja keluar dari kamar mandi.  Aku sempat memandanginya dari balik  selimut. Tubuh kekar yang hanya berbalut handuk setengah badan dan  dada telanjang itu kini berdiri di depan cermin. Penasaran, kuintip lagi dari balik selimut. Ops! Ketahuan. Mata kami bersetatap melalui pantulan cermin. “Mau lagi, ya! Hem, nantang, nih?” katanya melompat ke atas ranjang.  Dengan penuh semangat ditariknya selimut yang menutupi seluruh tubuhku. “Enggak, ampun … udah, dong!” teriakku manja sambil menghindari serangannya di wajah. “Bangun makanya, jangan menggoda terus! Jadi males, kan aku berangkatnya!” sungutnya menghentikan serangan. “Jangan malas, dong! Nanti komandan kamu marah, kena hukum enggak boleh pu
last updateLast Updated : 2024-12-24
Read more

Bab 15. Ibu Kandungku Ternyata Hadir di Pernikahanku

***** Wanita yang kupanggil dengan sebutan mama itu terlihat semakin pucat. Dengan jari saling memilin, tatapan bertumpu pada meja, menggambarkan kalau suasana hatinya sedang kacau. “Mas Diky janji, akan mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang wanita yang bernama Niken itu, Ma,” ucapku pura-pura geram. Aku harus bersandiwara di depan wanita ini. Tanpa aku tahu selama ini, ternyata dia bukan ibu kandungku. “Mencari informasi? Diky?” ulangnya  dengan  mata terbelalak. “Ya, aku mau tahu seperti apa rupa wanita kejam yang telah tega menelantarkan aku. Untung ada wanita sebaik Mama yang mau merawat dan membesarkanku, kalau tidak, mungkin aku sudah jadi santapan anjing liar di tempat pembuangan sampah sana,” tuturku geram. “Sebaiknya tidak usah, Mala. Bilang sama Nak Diky, batalkan saja mencari tahu tentang Niken!” katanya terlihat gelisah. Sorot mat
last updateLast Updated : 2024-12-24
Read more

Bab 16. Suamiku Bersama Adikku di Restoran

*****  “Rani! Kau bisa jelaskan semua ini!” lirihku. Lututku tiba-tiba terasa lemas. Tubuh ini sangat berat. Aku tak sanggup berdiri lebih lama. Tanpa ragu, kujatuhakn tubuh di trotoar jalan.   “Mala … kau baik-baik saja?” Rani mengguncang bahuku.  “Lho, kenapa, Mbak? Kok malah meniru ibu-ibu yang kemarin itu, duduk lemas dengan wajah pucat, persis di trotoar itu,” celetuk abang tukang cilok. Hatiku kian teriris. Ibuku duduk di sini? Dia duduk di sini sambil menyaksikan pernikahanku? Kenapa disini? Harusnya dia mendampingiku di sana! Di samping pelaminan mewah waktu itu.  “Jangan di situ, dong, Mbak. Itu menghalangi orang lewat, Menghalangi pengguna jalan! Nanti Pak KamTibMas datang, dagangan saya yang diangkut, Mbak. Tolonglah! Jangan terulang lagi, dong peristiwa seminggu yang lalu!” oceh
last updateLast Updated : 2024-12-25
Read more

Bab 17.  Penyelidikan Dilanjutkan

**** “Tunggu!” Rani menarik lenganku dengan kencang. Dia membawaku kembali ke luar restoran. “Kenapa kau tidak bilang kalau di sana ada suamimu?  Jadi itu sebabnya kau membisu dari tadi? Bodoh!” omelnya sambil melepas pegangannya di lenganku. “Ternyata yang bersama Rara adalah Mas Diky. Aku mau tahu apa yang mereka lakukan? Kenapa mereka bersama-sama? Di tempat ini, Ran? Ini jauh dari lokasi kampus Rara, jauh juga dari kantor Mas Diky. Berarti mereka sengaja, kan, datang ke sini? Untuk apa?” sergahku pelan. “Kau cemburu? Hehehe … begitu cintanya kau sekarang pada Pak Pol itu? Dulu aja, kau cuek banget?” tuding Rani terkekeh kecil. “Bukan masalah cemburu! Tpi Rara! Dia bermaksud tidak baik pada rumah tanggaku, Ran!” desisiku lemah. Ponselku yang masih berada  di tangan Rani tiba-tiba berbunyi. 
last updateLast Updated : 2024-12-25
Read more

Bab 18. Kulepas Suamiku dari Jeratan Adikku

**** Rani  turun, setelah aku mengambil alih kemudi motor meticku.  “Besok pagi, aku jemput bareng Mas Andy. Desa Karang sari  itu terlalu jauh kalau kita tempuh dengan motor. Aku akan rayu Mas Andy buat mengawal kita besok,” katanya sekali lagi.  “Makasih, Ran. Kamu baik banget. Tapi, urusan kampus gimana?”  “Enggak apa-apa. Kta tinggal nyusun, kan? Yang penting kamu fokus dulu ke urusan ibu kandungmu, setelah itu baru fokus nyusun skripsimu!” usulnya menyemangati.  Aku mengangguk.  “Jangan mikir yang macam-macam dulu, tentang Rara dan suamimu! Jangan gegabah dan langsung bertindak di luar kendali! Waspada penting, tapi gegabah bikin pusing, ngerti?”  Aku mengangguk lagi.&n
last updateLast Updated : 2024-12-26
Read more

Bab 19.  Kupaksa Pindah Rumah

***** Ketukan halus di pintu kamar membuatku terjaga. Rasanya baru saja  terlelap.  Kulirik Mas Diky di samping. Dia terlelap persis seperti bayi, suara dengkurannya terdengar halus. Kembali ketukan terdengar, entah siapa yang mengganggu malam-malam begini. Awas aja kalau Rara! Tapi, bagaimana kalau Papa? Mungin ada sesuatu yang sangat penting.  Pelan aku beringsut turun dari ranjang.  Berusaha memicingkan mata yang masih sangat mengantuk. Pelan memutar gerendel pintu, lalu menguakkannya sedikit. “Kau …?” Aku tercekat, Rara berdiri di ambang pintu. Pakaian tidur berenda-renda dari bahan tipis transfaran menempel di tubuhnya.  Jelas sekali terlihat  isi dalam tubuh yang kuakui memang sangat sintal itu. Di mana otaknya? Dia menuju kamarku hanya dengan pakaian setengah telanjang begini? Dia tahu aku sudah bersuami. Ok, kalau dulu kami masih sama-sama single, enggak masalah
last updateLast Updated : 2024-12-27
Read more

Bab 20 Ancaman Rara

***** “Pagi, Papa ….” Kupeluk lelaki paruh baya itu dari belakang. Dia tengah memanaskan sepeda motor Mas Diky. “Eh, pengantin baru … udah bangun aja?” katanya menepuk-nepuk tanganku yang masih melingkar di pinggangnya. “Udah, dong,” sahutku melonggarkan pelukan. “Suamimu sudah bangun juga?” tanyanya melanjutkan  mengelap  body motor menantu tercintanya itu. “Udah. Nah itu dia!” jawabku menunjuk Mas Diky yang sudah datang menyusul ke teras rumah. “Lho, kok belum pakai seragam, sih? Nanti terlambat, lho!” omel Papa melihat Mas Diky masih mengenakan piyama tidur. “Ini masih jam berapa, Pa? Mas Diky udah mandi, kok. Tinggal ganti seragam aja nanti,” tukasku membela suami tercinta. “Oh, gitu. Ya, udah terserah.” Papa terlihat semringah.  Wajahnya begitu terang, terlihat jelas dia begitu
last updateLast Updated : 2024-12-28
Read more
PREV
1234567
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status