All Chapters of Ketika Adikku Inginkan Suamiku: Chapter 21 - Chapter 30

62 Chapters

Bab 21. Ternyata Ibuku “Gil4”

***** Dua jam perjalanan, kami telah sampai di tempat tujuan. “Selamat datang di Desa Karang Sari”, begitu  tulisan yang kubaca saat memasuki gerbang desa. Mas Andy - pacar sahabatku Rani telah meluangkan waktu untuk membantuku mencari keberadaan Bu Niken. Wanita yang telah melehirkan lalu meletakkanku di depan pintu rumah Papa. “Kita ke mana ini?” tanya Mas Andy saat mobil mulai memasuki kawasan rumah penduduk. “Ran, gimana?” tanyaku meminta pendapat Rani. “Kita berhenti di warung itu aja! Kita  bisa tanya-tanya dulu,” usul Rani menunjuk sebuah warung semi grosir. Rani langsung turun begitu mobil sudah menepi. Aku juga bergegas turun. “Selamat pagi, Ibu! Maaf mau nanya, rumhnya Ibu Niken, yang mana, ya?” tanya Rani ramah. “Bu Niken? Bu Nike
last updateLast Updated : 2024-12-29
Read more

Bab 22. Senyum Pertama Ibuku

*****  “Ken ….”   Nenek mengelus kepala wanita itu. Yang dielus bergeming. Matanya hanya terpejam, seolah sedang larut dalam mimpi. Ya, wanita itu sepertinya tengah terlelap dalam mimpi. “Niken …! Coba buka matamu, Nduk!” Lihat siapa yang datang!” bujuk Nenek tak henti membelai kepala wanita itu. Disibakkannya rambut panjang yang menutupi separuh wajah. Disatukan semuanya ke belakang kepala, lalu diikat menggunakan karet gelang yang terletak di dekat kaki wanita yang diikat tali tambang. Bau tak sedap menyerang cuping hidung. Sepertinya wanita ini sudah lama tak  mandi. Bu Niken, ah … Ibu? Bukan, Mama? Ah! Dengan apa aku harus memanggilnya. Mulutku sangat berat menyebut dengan satu panggilan khusus. Bagaimana aku harus memanggilnya? “Mala … panggil ibumu, Nak! Mungkin dia mau bangun jika
last updateLast Updated : 2024-12-30
Read more

Bab 23. Mertua Menolak Ibuku

***** Kuseka sisa air  di tubuh Ibu.  Dibantu Rani, kami mengenakan daster lusuh, tapi   terlihat bersih. Kukeringkan rambut panjang Ibu. Kusisir rapi dengan meminjam sisir rambut di tas sandang Rani. “Ini pakai bedak aku!” usul Rani mulai menaburkan dan meratakan bedak di pipi Ibu. Tak lupa Rani mengoleskan pewarna bibir. “Ibu cantik sekali,” puji Rani memperlihatkan wajah Ibu melalui cermin kecil. Ibu terlihat semringah. “Kita mau pergi ke kota? Mau lihat Mala, ya?” tanyanya dengan mata berbinar. “Lho. Ini siapa?” tanya Rani menunjukku. “Mala … ini Mala putriku?” Ibu kembali terlihat linglung. Wajahnya kembali basah genangan air mata. “Ini Mala, Bu. Kita akan selalu bersama sekarang!” ucapku samb
last updateLast Updated : 2024-12-31
Read more

Bab 24. Demi Baktiku Pada Suami Dan Ibu

***** “Mas …,” sapaku menyambut Mas Diky yang berdiri terpaku di ambang pintu kamar. Kuberanikan diri meraih tangan dan menciumnya dengan lembut.  Mas Diky bergeming. Tatapannya masih tertuju ke ranjang besi kebanggaannya. Ranjang yang katanya tidak akan berbunyi meski ada yang tanding gulat di atasnya. Sontak hatiku getir. Pasti Mas Diky sangat kecewa. Dalam bayangannya mungkin akan segera mengendong dan meletakkan aku  ke atas pembaringan, begitu tiba di rumah. Kenyataan yang terjadi  ranjang itu telah ditempati orang lain. Ibu dan nenekku. Aku salah? Ya, aku salah. Tetapi, ke mana lagikah aku harus membawa mereka? Aku tak punya rumah, tak juga punya uang untuk mengontrak. Pekerjaan pun aku belum ada. Sungguh berbeda dengan Melur. Meski jiwanya lembek, tapi  begitu lincah dalam hal mencari penghasilan. Sepertinya aku harus menirunya. Aku tak akan bisa hidup
last updateLast Updated : 2025-01-01
Read more

Bab 25. Api Dalam Sekam

***** “Kami akan membawa mereka ke kos-kosan terdekat, Ma,” kata Mas Diky tetap berbicara sopan pada ibunya. “Sini dulu, Mama mau bicara!” perintah wanita itu. Mas Diky mengikuti langkah sang ibunda dengan patuh. “Mala, kami minta maaf. Mungkin sikap kami kurang berkenan di hatimu. Tapi, ini jauh lebih baik, daripada kami menyimpannya. Ibarat menyimpan bara di dalam sekam. Kobaran apinya akan  sangat dasyat, apalagi bila ada angin yang berembus. Kau paham maksud Papa, Nak?” tutur Papa mertuaku seakan begitu arif dan bijaksana. “Tidak apa-apa, Pa. Saya paham. Saya berjanji, akan segera mengembalikan nama baik ibu kandung saya. Hingga semua orang akan tahu cerita yang sebenarnya,” cetusku tetap tersenyum. “Ok, semoga saja kamu benar. Papa tinggal dulu,” ucap Papa setelah mengangguk kepada Ibu da
last updateLast Updated : 2025-01-02
Read more

Bab 26. Mama Tiri Labrak Ibu

**** “Mel, pagi ini ada waktu enggak buat aku?” tanyaku melalui telepon. Aku menyerah juga akhirnya. Terpaksa meminta bantuan pengantin baru itu. “Ada apa, La? Kamu baik-baik saja?” tanya Melur dengan nada khawatir. “Aku baik. Tapi, sangat butuh bantuan kamu sekarang. Bisa ke rumah mertuaku enggak, jemput aku? Aku enggak enak ngerepotin Rani terus menerus. Kemarin juga dia dan Mas Andy sudah menemani aku seharian saat mencari Ibu aku ke desa. ” lanjutku. “Boleh. Kebetulan Mas Reno juga enggak sibuk hari ini, kami bisa bareng.” “Jangan, dong! Kamu sendiri aja!” selaku cepat. “Kenapa? Mas Reno bisa, kok, bantu nyetirin kita kalau ke mana-mana?” tukas Melur. “Enggak enak ngerepotin suamimu. Kamu aja, deh! Mas Reno enggak usah ikut. Lagian aku
last updateLast Updated : 2025-01-03
Read more

Bab 27. Rahasia Sang Pelakor Terbongkar

***** “Mala … kau di mana …? Tolong kami, Nduk!”   Terenyuh mendengar tangisan Nenek. Wanita yang telah uzur itu menelungkup di lantai, di lorong kos-kosan sempit. Sementara Ibu langsung bangkit, terduduk setelah tersungkur jatuh karena di dorong kasar oleh Mama Ratna. Wanita itu mengkerut sembari memeluk lutut. Sorot matanya penuh ketakutan, sesekali melirik Mama Ratna dan Rara.  Semua terjadi di hadapanku. Aku yang  masih berbaur dengan para penghuni kos-kosan. Mereka belum menyadari keberadaanku.  “Belum puas, ya, kau diazab Allah seperti ini? Kau diazab sampai gendeng begini? Karmamu belum cukup, iya? Sekarang berani-beraninya datang lagi, mau ngapaian? Mas Ranto udah enggak peduli padamu! Surat ceraimu memang belum pernah kau terima, tapi talak untukmu sudah jelas! Secara hukum pun kau bukan i
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

Bab 28. Genderang Perang Mulai Ditabuh Rara

*****  Penghuni kos-kosan meneriaki Mama Ratna dan Rara, saat keduanya dipaksa pergi oleh Papa. Rara memapah ibunya yang berjalan masih sempoyongan. Gang sempit ini agak jauh dari jalan raya, bisa kubayangkan bagaimana tersiksanya mereka berjalan kaki sambil menahan sakit di sekujur badan untuk mencapai jalan besar, agar bisa menemukan alat angkutan untuk pulang. Ibu masih menyembunyikan wajah di balik punggungku, saat Papa semakin mendekat. Wajah murung lelaki paruh baya itu menggambarkan bagaimana perasaannya saat ini. Menyesal, yah, aku yakin itulah yang dirasakannya saat ini. Nenek terlihat gelisah. Wajahnya menegang penuh emosi, warna mukanya merah padam. Wajar sekali Nenek marah. Dia berhak murka karena kecewa. Papa telah menyakiti anak semata wayangnya. Papa bahkan telah menghancurkan hidup putrinya itu. Dua puluh tahun sudah lamanya, sang putri menderita gangguan mental. Hidup
last updateLast Updated : 2025-01-05
Read more

Bab 29.  Semua Demi Istriku

***** Pernikahan adalah peresmian hubungan.  Kala suatu hubungan mulai terjalin, tidak akan ada ketenangan bila belum peresmian. Konon pula aku yang awalnya ditolak tanpa kepastian. Kekasih hatiku tak jua menaut binar yang kupancarkan. Perjuangan panjang telah kujalankan, ibarat perang, kini  telah kuraih kemenangan. Malaku  Sayang, wanita impian, telah kepeluk dalam dekapan, langsung kuikat dalam pernikahan. Tetapi, perjuangan ini ternyata belum selesai, sepertinya tak akan pernah usai. Mempertahankan pernikahan ini, ternyata jauh lebih berat dari medan perang.  Begitu berat tantangan yang harus dihadapi. Berbagai gejolak datang silih berganti. Istri  berselisih dengan Mama, Mama egois, inginnya sang menantu nurut segala inginnya. Istri juga punya keinginan dan prinsip sendiri. Aku di tengah-tengahnya. Bah! Sakit kali kepalaku menjalani ini. Harus bisa
last updateLast Updated : 2025-01-06
Read more

Bab 30. Pengakuan Mas Diky

***** Kerap kali pasangan sengaja memendam suatu rahasia, demi menjaga hubungan. Dengan alasan khawatir menambah beban pikiran pasangan. Padahal, hal itu  justru dapat memicu keretakan yang membuka peluang masuknya orang ketiga. Sesungguhnya, keterbukaan pada pasangan, adalah kunci kelanggengan. ========== Suasana terasa sangat sepi. Waktu menunjukkan sudah hampir pukul sepuluh malam. Kuhenyakkan tubuh di depan meja rias, gamis dan jilbab instan yang biasa kukenakan kini telah kulepas, berganti dengan baju tidur berwarna pink lembut. Kupatut pantulan wajah di cermin. Wajahku terlihat lebih terang, mungkin pengaruh warna baju tidur  yang melekat di tubuh. Mungkin juga karena pengaruh hitam legamnya rambut panjang  milikku. Aku cantik, sangat cantik. Huh! Kenapa aku  jadi kepedean begini? Apakah karena pengaruh suasana hati yang sedang tak karuan, mem
last updateLast Updated : 2025-01-07
Read more
PREV
1234567
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status