Home / Romansa / CINTA DI BALIK BENCI / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of CINTA DI BALIK BENCI: Chapter 51 - Chapter 60

101 Chapters

Bab 51

Udara malam menusuk kulit ketika mereka meninggalkan reruntuhan itu. Pepohonan di sekeliling mereka bergoyang pelan, seperti berbisik satu sama lain. Hanya bunyi ranting patah dan langkah kaki yang mengiringi keheningan mereka. Lia terus menggenggam kunci di tangannya, jari-jarinya yang pucat mencengkeramnya erat, seolah takut kunci itu akan menghilang.Dean berjalan di depan, mengamati jalan dengan penuh kewaspadaan. Tatapannya tajam, namun ada kilatan kekhawatiran di matanya. Di belakangnya, Raka menyusul dengan sikap diam, matanya tak lepas dari Lia."Lia," panggil Dean tanpa menoleh. "Kau yakin tidak apa-apa?"Lia terdiam sejenak. Napasnya masih sedikit tersengal, tapi ia mengangguk, meski Dean tidak bisa melihatnya. “Aku baik-baik saja,” jawabnya dengan suara pelan.Dean menghentikan langkahnya dan menoleh, menatap Lia dengan sorot mata yang sulit ditebak. “Kau tidak terlihat baik-baik saja. Jika kau merasa harus istirahat, katakan.”“Aku baik-baik saja, Dean.” Nada suara Lia teg
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

Bab 52

Langit semakin gelap, seolah mencerminkan ketegangan yang tak kunjung mereda. Lia, Dean, dan Raka terus berlari melewati jalan setapak berbatu yang penuh dengan semak belukar. Napas mereka tersengal, tetapi suara langkah berat dari pengejar mereka memacu adrenalin untuk terus bergerak."Ke kiri!" seru Dean, menarik tangan Lia dengan cepat, mengarah ke jalan yang lebih sempit."Apa kau yakin ini bukan jalan buntu?" tanya Raka dengan nada tajam."Tidak ada pilihan lain!" balas Dean tanpa melambat.Mereka menyelinap di antara celah-celah batu besar, mencoba menghilang dari pandangan. Lia memegang kunci erat-erat di saku jaketnya. Rasanya seperti benda itu menjadi semakin berat, seolah menambah beban emosinya.Ketika suara langkah-langkah pengejar terdengar menjauh, mereka berhenti di sebuah ceruk kecil yang tersembunyi di balik bebatuan. Dean berdiri di depan, matanya tajam mengawasi sekitar, sementara Raka duduk di tanah, berusaha mengatur napas. Lia bersandar pada batu besar, tubuhnya
last updateLast Updated : 2025-01-05
Read more

Bab 53

Di balik pohon yang menaungi tubuh kecilnya, Lia memejamkan mata, mencoba meredam suara napas yang tersengal. Suara langkah kaki mendekat, berirama, seperti detik jam yang tak kenal ampun. Hatinya berdebar, pikirannya berpacu, membayangkan kemungkinan terburuk.Namun suara itu berhenti, dan hening mengambil alih. Lia membuka mata perlahan, mengintip dari balik batang pohon. Sosok itu, kini lebih dekat, berdiri dalam bayang-bayang malam.“Lia,” suara lembut itu kembali memanggil, kali ini lebih mendesak.Dia mengenali suara itu. Rasa lega bercampur kebingungan menyeruak dalam hatinya. Keluar dari persembunyiannya, Lia menatap pria yang berdiri beberapa langkah darinya.“Dean?” suaranya hampir berbisik.Dean mengangguk, wajahnya basah oleh keringat, jaketnya terkoyak, dan di lengan kirinya terlihat luka yang mengeluarkan darah segar. Namun, matanya tetap tajam, memandang Lia dengan penuh kekhawatiran.“Lia, kau baik-baik saja?” tanyanya, suaranya pelan namun tegas.Lia mengangguk pelan,
last updateLast Updated : 2025-01-06
Read more

Bab 54

Pagi itu udara dingin terasa menusuk, tetapi ketegangan di tempat penampungan jauh lebih dingin. Lia duduk di pojok ruangan, memeluk lututnya sambil memandangi jendela yang dipenuhi embun. Cahaya matahari yang redup menyelinap masuk, tetapi tidak mampu menghangatkan hatinya yang diliputi rasa bersalah.Di sudut lain, Dean mengamati Lia dalam diam. Wajahnya tegang, matanya menunjukkan keletihan yang mendalam. Raka, meski masih terbaring lemah di tempat tidur, mencoba untuk menenangkan suasana."Lia," suara Raka terdengar serak tetapi lembut. "Kau tidak perlu menyalahkan dirimu terus-menerus. Semua ini bukan salahmu."Lia menoleh, matanya basah oleh air mata yang tertahan. "Bagaimana bisa bukan salahku? Jika aku tidak mengajak kalian ke sini, semua ini tidak akan terjadi."Dean akhirnya angkat bicara, nadanya tajam meski ia berusaha menahan emosinya. "Lia, berhentilah menyiksa dirimu sendiri. Kita semua memilih untuk datang ke sini. Tidak ada yang memaksa siapa pun."Lia menggigit bibir
last updateLast Updated : 2025-01-07
Read more

Bab 55

Malam terus bergulir, menggulung keheningan yang terasa menyesakkan. Di dalam tempat penampungan itu, api kecil di sudut ruangan memancarkan cahaya hangat, namun tidak cukup untuk mengusir kegelapan yang bersemayam di hati mereka. Lia terjaga, matanya terpaku pada anak kecil yang masih tertidur lelap di sudut ruangan. Sesuatu tentang kehadiran anak itu terus mengusik pikirannya.Dean duduk di dekat pintu dengan tubuh tegap, matanya memandangi kegelapan luar. Sementara itu, Raka, meskipun masih lemah, bersandar di dinding kayu, mencoba mengatur napas yang berat."Dean," bisik Lia, suaranya nyaris tidak terdengar.Dean menoleh, tetapi tidak menjawab. Sorot matanya tetap tajam, penuh kewaspadaan.Lia menggigit bibirnya, mencoba menyusun kata-kata. "Apa kau benar-benar berpikir anak itu bisa menjadi ancaman?"Dean mendesah pelan, tidak ingin memulai perdebatan. "Aku tidak tahu, Lia. Tapi aku tidak ingin mengambil risiko. Dalam situasi seperti ini, kita tidak bisa mempercayai siapa pun."L
last updateLast Updated : 2025-01-07
Read more

Bab 56

Langit pagi itu terasa mendung, seolah alam turut merasakan ketegangan yang sedang dirasakan Lia. Di sebuah ruangan kecil di rumahnya, seorang anak laki-laki duduk di sofa, matanya menatap lantai tanpa ekspresi. Dean berdiri di sudut ruangan, tangannya terlipat di dada, sementara Raka mondar-mandir di depan jendela yang sedikit terbuka.“Lia, kamu yakin dia mau bicara hari ini?” Dean memecah keheningan. Suaranya datar, tetapi ada nada cemas yang tak bisa disembunyikan.Lia mengangguk pelan. “Kita harus sabar. Dia sudah melalui banyak hal.”Anak laki-laki itu mengangkat pandangannya sejenak, menatap Lia dengan mata yang penuh ketakutan. Lia tersenyum lembut, mencoba memberikan rasa aman.“Kamu tidak apa-apa di sini,” katanya dengan suara pelan.Anak itu mengangguk sedikit, lalu menelan ludah. “Aku... aku gak tahu harus mulai dari mana,” katanya pelan, suaranya nyaris seperti bisikan.“Mulai saja dari apa yang kamu rasakan,” ujar Lia. Ia duduk di lantai, sejajar dengan anak itu, menunju
last updateLast Updated : 2025-01-08
Read more

Bab 57

Pagi yang masih diselimuti kabut dingin terasa sepi. Langit abu-abu seperti enggan membiarkan matahari menyelinap. Lia duduk di teras rumah kecil mereka, menatap kosong ke halaman yang dipenuhi dedaunan basah. Gelas teh di tangannya sudah dingin, namun dia tak berniat menyeruputnya. Pikirannya melayang pada peristiwa semalam, pada wajah Dean yang penuh luka, dan pada Raka yang diam-diam memalingkan tatapannya darinya."Kenapa mereka mengincar Arvin?" gumamnya pada diri sendiri.Pintu di belakangnya terbuka pelan. Dean muncul dengan kemeja yang kusut dan wajah yang belum sepenuhnya terjaga. “Kau baik-baik saja?” tanyanya sambil duduk di sampingnya.Lia mengangguk pelan. “Aku hanya tidak bisa berhenti memikirkan apa yang terjadi.”Dean menatapnya, matanya seperti mencoba menyelami isi hati Lia. “Aku juga tidak bisa. Tapi yang penting, kalian berdua selamat. Itu yang utama.”Suara langkah kaki Raka terdengar dari dalam rumah. Dia keluar dengan jaket yang dikenakannya sembarangan, rambutn
last updateLast Updated : 2025-01-08
Read more

Bab 58

Malam itu terasa begitu dingin, tetapi Lia tidak peduli. Taman kampus yang biasanya menjadi tempat tenang kini berubah menjadi arena penuh ketegangan. Di depannya, dua pria yang paling dekat dengannya, Dean dan Raka, saling beradu pandang dengan kebencian yang membara. "Aku sudah cukup muak dengan kalian berdua," kata Lia, matanya berkaca-kaca. "Kalau tidak ada yang mau memberitahuku kebenaran, lebih baik aku pergi." "Lia, tunggu!" Dean melangkah maju, tetapi Raka menahannya. "Jangan coba-coba mengalihkan perhatian Lia lagi, Dean. Kau sudah cukup memanipulasi keadaan selama ini." "Manipulasi?!" Dean mendengus. "Kalau aku memanipulasi sesuatu, itu untuk melindungi dia!" "Melindungi atau menyembunyikan kebenaran?" Raka mendekat, wajahnya tegang. "Aku tahu segalanya, Dean. Kau terlibat dalam insiden Rayhan Aditya, bukan?" Lia membeku di tempatnya. Nama itu lagi. Nama yang muncul di dokumen lama, nama yang membuatnya menggali lebih dalam. "Rayhan Aditya?" suara Lia bergetar. "Apa
last updateLast Updated : 2025-01-09
Read more

Bab 59

Langkah Lia bergema di lorong sekolah yang hampir sepi. Sepasang sepatu ketsnya menghantam lantai dengan ritme cepat, seolah mengikuti degup jantung yang berdentam penuh emosi. Seluruh kejadian tadi malam terus berputar di benaknya—kata-kata Raka, pengakuan Dean, dan kebenaran yang selama ini tersembunyi. Sepupu? pikirnya, kata itu berulang kali memukul pikirannya seperti gelombang yang tak pernah surut. Rasa marah dan kecewa bercampur menjadi satu. Di ujung lorong, matanya tertumbuk pada ruangan klub jurnalis. Ia tidak pernah benar-benar masuk ke sana, tetapi ia tahu ruangan itu sering menjadi tempat berkumpul siswa yang ingin menelusuri kebenaran. Tanpa ragu, ia membuka pintu. Di dalam, meja-meja berantakan dengan tumpukan kertas, kamera, dan laptop yang terbuka. Hanya ada satu orang di sana—Raisa, ketua klub jurnalis yang dikenal memiliki informasi tentang hampir semua hal di sekolah. Raisa mendongak dari laptopnya, alisnya terangkat begitu melihat Lia. "Wow, ini kejutan. Apa y
last updateLast Updated : 2025-01-09
Read more

Bab 60

Bab 60Angin sore berhembus lembut melalui jendela ruang kelas yang setengah terbuka. Lia duduk di salah satu bangku dekat jendela, memandang langit senja dengan tatapan yang sulit diartikan. Sementara itu, Dean duduk di bangku yang sama, jaraknya hanya beberapa senti darinya. Ketegangan yang samar terasa di antara mereka.“Apa kamu yakin mau begini terus?” suara Dean memecah keheningan, nada suaranya tegas, namun ada jejak keraguan di sana.Lia mengalihkan pandangannya dari jendela dan menatap Dean. “Maksudmu apa?” tanyanya, suaranya bergetar sedikit, mencoba menutupi kegelisahan di hatinya.Dean mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, matanya tajam seperti mengupas lapisan pertahanan Lia satu per satu. “Aku tahu kamu bingung, Lia. Aku tahu kamu merasa terjebak. Tapi kita tidak bisa pura-pura lagi.”Kata-kata Dean menusuk, tapi Lia menahan diri untuk tidak bereaksi. Dia tahu dia harus menghadapi ini, tapi bagaimana caranya? Pilihan yang ada di depannya terasa terlalu berat.Di sudut
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more
PREV
1
...
45678
...
11
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status