Share

Bab 51

Penulis: Zayba Almira
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-04 20:46:50

Udara malam menusuk kulit ketika mereka meninggalkan reruntuhan itu. Pepohonan di sekeliling mereka bergoyang pelan, seperti berbisik satu sama lain. Hanya bunyi ranting patah dan langkah kaki yang mengiringi keheningan mereka. Lia terus menggenggam kunci di tangannya, jari-jarinya yang pucat mencengkeramnya erat, seolah takut kunci itu akan menghilang.

Dean berjalan di depan, mengamati jalan dengan penuh kewaspadaan. Tatapannya tajam, namun ada kilatan kekhawatiran di matanya. Di belakangnya, Raka menyusul dengan sikap diam, matanya tak lepas dari Lia.

"Lia," panggil Dean tanpa menoleh. "Kau yakin tidak apa-apa?"

Lia terdiam sejenak. Napasnya masih sedikit tersengal, tapi ia mengangguk, meski Dean tidak bisa melihatnya. “Aku baik-baik saja,” jawabnya dengan suara pelan.

Dean menghentikan langkahnya dan menoleh, menatap Lia dengan sorot mata yang sulit ditebak. “Kau tidak terlihat baik-baik saja. Jika kau merasa harus istirahat, katakan.”

“Aku baik-baik saja, Dean.” Nada suara Lia teg
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 52

    Langit semakin gelap, seolah mencerminkan ketegangan yang tak kunjung mereda. Lia, Dean, dan Raka terus berlari melewati jalan setapak berbatu yang penuh dengan semak belukar. Napas mereka tersengal, tetapi suara langkah berat dari pengejar mereka memacu adrenalin untuk terus bergerak."Ke kiri!" seru Dean, menarik tangan Lia dengan cepat, mengarah ke jalan yang lebih sempit."Apa kau yakin ini bukan jalan buntu?" tanya Raka dengan nada tajam."Tidak ada pilihan lain!" balas Dean tanpa melambat.Mereka menyelinap di antara celah-celah batu besar, mencoba menghilang dari pandangan. Lia memegang kunci erat-erat di saku jaketnya. Rasanya seperti benda itu menjadi semakin berat, seolah menambah beban emosinya.Ketika suara langkah-langkah pengejar terdengar menjauh, mereka berhenti di sebuah ceruk kecil yang tersembunyi di balik bebatuan. Dean berdiri di depan, matanya tajam mengawasi sekitar, sementara Raka duduk di tanah, berusaha mengatur napas. Lia bersandar pada batu besar, tubuhnya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-05
  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 53

    Di balik pohon yang menaungi tubuh kecilnya, Lia memejamkan mata, mencoba meredam suara napas yang tersengal. Suara langkah kaki mendekat, berirama, seperti detik jam yang tak kenal ampun. Hatinya berdebar, pikirannya berpacu, membayangkan kemungkinan terburuk.Namun suara itu berhenti, dan hening mengambil alih. Lia membuka mata perlahan, mengintip dari balik batang pohon. Sosok itu, kini lebih dekat, berdiri dalam bayang-bayang malam.“Lia,” suara lembut itu kembali memanggil, kali ini lebih mendesak.Dia mengenali suara itu. Rasa lega bercampur kebingungan menyeruak dalam hatinya. Keluar dari persembunyiannya, Lia menatap pria yang berdiri beberapa langkah darinya.“Dean?” suaranya hampir berbisik.Dean mengangguk, wajahnya basah oleh keringat, jaketnya terkoyak, dan di lengan kirinya terlihat luka yang mengeluarkan darah segar. Namun, matanya tetap tajam, memandang Lia dengan penuh kekhawatiran.“Lia, kau baik-baik saja?” tanyanya, suaranya pelan namun tegas.Lia mengangguk pelan,

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 54

    Pagi itu udara dingin terasa menusuk, tetapi ketegangan di tempat penampungan jauh lebih dingin. Lia duduk di pojok ruangan, memeluk lututnya sambil memandangi jendela yang dipenuhi embun. Cahaya matahari yang redup menyelinap masuk, tetapi tidak mampu menghangatkan hatinya yang diliputi rasa bersalah.Di sudut lain, Dean mengamati Lia dalam diam. Wajahnya tegang, matanya menunjukkan keletihan yang mendalam. Raka, meski masih terbaring lemah di tempat tidur, mencoba untuk menenangkan suasana."Lia," suara Raka terdengar serak tetapi lembut. "Kau tidak perlu menyalahkan dirimu terus-menerus. Semua ini bukan salahmu."Lia menoleh, matanya basah oleh air mata yang tertahan. "Bagaimana bisa bukan salahku? Jika aku tidak mengajak kalian ke sini, semua ini tidak akan terjadi."Dean akhirnya angkat bicara, nadanya tajam meski ia berusaha menahan emosinya. "Lia, berhentilah menyiksa dirimu sendiri. Kita semua memilih untuk datang ke sini. Tidak ada yang memaksa siapa pun."Lia menggigit bibir

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 55

    Malam terus bergulir, menggulung keheningan yang terasa menyesakkan. Di dalam tempat penampungan itu, api kecil di sudut ruangan memancarkan cahaya hangat, namun tidak cukup untuk mengusir kegelapan yang bersemayam di hati mereka. Lia terjaga, matanya terpaku pada anak kecil yang masih tertidur lelap di sudut ruangan. Sesuatu tentang kehadiran anak itu terus mengusik pikirannya.Dean duduk di dekat pintu dengan tubuh tegap, matanya memandangi kegelapan luar. Sementara itu, Raka, meskipun masih lemah, bersandar di dinding kayu, mencoba mengatur napas yang berat."Dean," bisik Lia, suaranya nyaris tidak terdengar.Dean menoleh, tetapi tidak menjawab. Sorot matanya tetap tajam, penuh kewaspadaan.Lia menggigit bibirnya, mencoba menyusun kata-kata. "Apa kau benar-benar berpikir anak itu bisa menjadi ancaman?"Dean mendesah pelan, tidak ingin memulai perdebatan. "Aku tidak tahu, Lia. Tapi aku tidak ingin mengambil risiko. Dalam situasi seperti ini, kita tidak bisa mempercayai siapa pun."L

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 56

    Langit pagi itu terasa mendung, seolah alam turut merasakan ketegangan yang sedang dirasakan Lia. Di sebuah ruangan kecil di rumahnya, seorang anak laki-laki duduk di sofa, matanya menatap lantai tanpa ekspresi. Dean berdiri di sudut ruangan, tangannya terlipat di dada, sementara Raka mondar-mandir di depan jendela yang sedikit terbuka.“Lia, kamu yakin dia mau bicara hari ini?” Dean memecah keheningan. Suaranya datar, tetapi ada nada cemas yang tak bisa disembunyikan.Lia mengangguk pelan. “Kita harus sabar. Dia sudah melalui banyak hal.”Anak laki-laki itu mengangkat pandangannya sejenak, menatap Lia dengan mata yang penuh ketakutan. Lia tersenyum lembut, mencoba memberikan rasa aman.“Kamu tidak apa-apa di sini,” katanya dengan suara pelan.Anak itu mengangguk sedikit, lalu menelan ludah. “Aku... aku gak tahu harus mulai dari mana,” katanya pelan, suaranya nyaris seperti bisikan.“Mulai saja dari apa yang kamu rasakan,” ujar Lia. Ia duduk di lantai, sejajar dengan anak itu, menunju

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 57

    Pagi yang masih diselimuti kabut dingin terasa sepi. Langit abu-abu seperti enggan membiarkan matahari menyelinap. Lia duduk di teras rumah kecil mereka, menatap kosong ke halaman yang dipenuhi dedaunan basah. Gelas teh di tangannya sudah dingin, namun dia tak berniat menyeruputnya. Pikirannya melayang pada peristiwa semalam, pada wajah Dean yang penuh luka, dan pada Raka yang diam-diam memalingkan tatapannya darinya."Kenapa mereka mengincar Arvin?" gumamnya pada diri sendiri.Pintu di belakangnya terbuka pelan. Dean muncul dengan kemeja yang kusut dan wajah yang belum sepenuhnya terjaga. “Kau baik-baik saja?” tanyanya sambil duduk di sampingnya.Lia mengangguk pelan. “Aku hanya tidak bisa berhenti memikirkan apa yang terjadi.”Dean menatapnya, matanya seperti mencoba menyelami isi hati Lia. “Aku juga tidak bisa. Tapi yang penting, kalian berdua selamat. Itu yang utama.”Suara langkah kaki Raka terdengar dari dalam rumah. Dia keluar dengan jaket yang dikenakannya sembarangan, rambutn

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 58

    Malam itu terasa begitu dingin, tetapi Lia tidak peduli. Taman kampus yang biasanya menjadi tempat tenang kini berubah menjadi arena penuh ketegangan. Di depannya, dua pria yang paling dekat dengannya, Dean dan Raka, saling beradu pandang dengan kebencian yang membara. "Aku sudah cukup muak dengan kalian berdua," kata Lia, matanya berkaca-kaca. "Kalau tidak ada yang mau memberitahuku kebenaran, lebih baik aku pergi." "Lia, tunggu!" Dean melangkah maju, tetapi Raka menahannya. "Jangan coba-coba mengalihkan perhatian Lia lagi, Dean. Kau sudah cukup memanipulasi keadaan selama ini." "Manipulasi?!" Dean mendengus. "Kalau aku memanipulasi sesuatu, itu untuk melindungi dia!" "Melindungi atau menyembunyikan kebenaran?" Raka mendekat, wajahnya tegang. "Aku tahu segalanya, Dean. Kau terlibat dalam insiden Rayhan Aditya, bukan?" Lia membeku di tempatnya. Nama itu lagi. Nama yang muncul di dokumen lama, nama yang membuatnya menggali lebih dalam. "Rayhan Aditya?" suara Lia bergetar. "Apa

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09
  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 59

    Langkah Lia bergema di lorong sekolah yang hampir sepi. Sepasang sepatu ketsnya menghantam lantai dengan ritme cepat, seolah mengikuti degup jantung yang berdentam penuh emosi. Seluruh kejadian tadi malam terus berputar di benaknya—kata-kata Raka, pengakuan Dean, dan kebenaran yang selama ini tersembunyi. Sepupu? pikirnya, kata itu berulang kali memukul pikirannya seperti gelombang yang tak pernah surut. Rasa marah dan kecewa bercampur menjadi satu. Di ujung lorong, matanya tertumbuk pada ruangan klub jurnalis. Ia tidak pernah benar-benar masuk ke sana, tetapi ia tahu ruangan itu sering menjadi tempat berkumpul siswa yang ingin menelusuri kebenaran. Tanpa ragu, ia membuka pintu. Di dalam, meja-meja berantakan dengan tumpukan kertas, kamera, dan laptop yang terbuka. Hanya ada satu orang di sana—Raisa, ketua klub jurnalis yang dikenal memiliki informasi tentang hampir semua hal di sekolah. Raisa mendongak dari laptopnya, alisnya terangkat begitu melihat Lia. "Wow, ini kejutan. Apa y

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09

Bab terbaru

  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 100

    Malam yang cerah menyelimuti kota, bulan menggantung sempurna di langit, memancarkan sinar lembut yang menembus tirai jendela kamar Lia. Di balkon, Lia berdiri dengan secangkir teh hangat di tangannya, menatap langit penuh bintang. Hatinya terasa lebih tenang setelah melewati minggu-minggu penuh kegelisahan. Keputusan yang ia buat telah menjadi titik balik dalam hidupnya, dan ia tahu ini adalah langkah awal dari perjalanan baru. Ponselnya yang tergeletak di meja berbunyi. Sebuah pesan dari Dean. “Ada waktu buat ngobrol? Aku di depan kosanmu.” Lia tersenyum tipis. Tanpa berpikir panjang, ia meraih jaketnya dan menuruni tangga. Di luar, Dean berdiri bersandar pada motornya. Ia mengenakan jaket kulit hitam yang membuatnya terlihat lebih santai dari biasanya. Ketika melihat Lia muncul, dia tersenyum hangat, menyembunyikan sedikit kegugupan di balik matanya. “Hai,” sapa Dean pelan. “Hai juga,” jawab Lia. “Kenapa nggak

  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 99

    Lia berdiri di depan cermin, tangannya merapikan rambut yang sedikit berantakan. Pikirannya sibuk memutar ulang percakapan terakhirnya dengan Raka beberapa hari lalu. Sesekali, ia menggigit bibir bawahnya, merasa bersalah atas keputusan yang ia buat. Tapi di saat yang sama, ada kelegaan. Dia memandangi pantulan dirinya dengan sorot mata yang penuh pertanyaan. Apakah ini jalan yang benar? Apakah keputusannya memilih Dean adalah langkah terbaik? Hatinya menggelayut di antara rasa percaya diri dan keraguan yang tak henti-henti menghantui. Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. “Lia, kita udah telat. Dean nunggu di bawah,” seru Ayu, teman sekamarnya, dengan nada ceria. Lia menarik napas dalam, mencoba menghapus pikiran-pikiran yang membebani. Dia melangkah keluar dengan senyum kecil, meskipun hatinya masih terasa berat. Di kafe kampus, Dean sudah duduk menunggu. Dia sedang sibuk memeriksa laptopnya, tetapi saat

  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 98

    Raka berjalan perlahan meninggalkan taman kampus, langkahnya berat seperti menahan beban tak kasatmata. Suara tawa kecil yang samar terdengar dari arah belakang membuat dadanya terasa sesak, tapi ia tidak menoleh. Angin sore menerpa wajahnya, menyapu rambutnya yang sedikit berantakan.Pikirannya bercampur aduk. Antara menyesali apa yang tidak pernah ia lakukan dan mencoba menerima kenyataan bahwa Lia telah memilih.Sesampainya di parkiran, ia duduk di jok motornya tanpa menyalakan mesin. Wajahnya menghadap ke langit yang semakin gelap, seakan mencari jawaban dari kekosongan yang tiba-tiba menyelimutinya.Dia memejamkan mata, mencoba mengingat senyum Lia, suara lembutnya, dan momen-momen kecil yang dulu terasa berarti. Namun, bayangan itu kini terasa seperti serpihan kaca yang menyakitkan saat disentuh.Suara dering ponsel membuyarkan lamunannya. Raka membuka layar, nama “Arin” tertera di sana.Ia menghela napas sebelum menjawab. “Hal

  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 97

    Langit sore mulai berubah jingga saat Lia berdiri di depan gedung kampus. Angin berembus lembut, menggoyangkan helaian rambutnya yang terurai. Tatapannya menerawang jauh, seakan pikirannya berada di tempat lain.“Lia.”Suara itu memecah lamunannya. Ia menoleh dan menemukan Dean berdiri tak jauh darinya. Senyum tipis terukir di wajah lelaki itu, meski ada sesuatu di matanya—sesuatu yang membuat dada Lia sedikit bergetar.“Aku sudah menunggumu.”Lia menarik napas dalam-dalam. Ia tahu percakapan ini tak bisa dihindari. Setelah semua yang terjadi, setelah kebingungan yang selama ini menghantuinya, mungkin ini saatnya mengambil keputusan.“Kita bicara di taman belakang?” usul Dean.Lia mengangguk. Mereka berjalan berdampingan, namun ada jarak tipis di antara mereka—seperti tembok tak kasatmata yang memisahkan perasaan mereka.Saat mereka tiba di taman, senja sudah hampir tenggelam. Langit berubah menjadi ungu keemasan, m

  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 96

    Senja mulai turun saat Lia duduk di bangku kayu di bawah pohon rindang di taman kampus. Angin sepoi-sepoi mengibaskan ujung rambutnya, namun ia tak peduli. Tatapannya tertuju pada secarik kertas yang ia genggam erat—surat dari Raka.Ia membaca ulang tulisan tangan yang familiar itu, berusaha memahami isi hati Raka yang terukir dalam kata-kata."Lia,Aku tahu hubungan kita telah melalui banyak pasang surut. Aku berterima kasih untuk setiap momen yang pernah kita bagi. Tapi aku sadar, terkadang cinta adalah tentang melepaskan. Aku ingin kamu bahagia, Lia, meskipun itu berarti aku harus mundur. Dean adalah orang yang tepat untukmu, dan aku yakin dia bisa memberikan kebahagiaan yang selama ini kamu cari.Aku akan baik-baik saja. Jangan khawatirkan aku. Kamu selalu ada di hatiku, tapi aku harus melangkah maju.Terima kasih untuk segalanya.-Raka"Hati Lia mencelos membaca baris terakhir itu. Ada rasa haru, bersamaan dengan rasa lega. Ia tah

  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 95

    Langit pagi terasa cerah, dengan sinar matahari lembut menyinari jalanan kampus yang mulai ramai oleh mahasiswa yang berlalu-lalang. Suara tawa dan percakapan ringan menggema di lorong-lorong, menyelimuti suasana kampus yang penuh kehidupan. Lia berjalan pelan menuju kelasnya, dengan tas selempang tergantung di bahu. Namun, di tengah keramaian itu, pikirannya melayang, terjebak dalam euforia percakapannya dengan Dean semalam.Ia tidak bisa berhenti tersenyum. Segala yang terjadi antara dirinya dan Dean terasa seperti mimpi. Setelah sekian lama berada dalam kebingungan tentang perasaan mereka, akhirnya semuanya jelas. Tapi di balik kebahagiaannya, ada perasaan lain yang berusaha ia sembunyikan—rasa bersalah pada Raka.“Lia!” Sebuah suara memanggilnya dari kejauhan.Lia menoleh dan melihat Dean berlari kecil ke arahnya, dengan senyuman khas yang selalu berhasil membuatnya merasa tenang.“Hai,” sapa Lia, berhenti di depan pintu kelas.“

  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 94

    Matahari pagi menyinari halaman kampus yang mulai ramai oleh para mahasiswa. Suara riuh dari para mahasiswa baru yang berlatih drama di aula terdengar sampai ke sudut taman kampus. Lia duduk di bangku kayu dengan sebuah buku terbuka di pangkuannya. Namun, pikirannya tidak sepenuhnya ada di sana.Ia menoleh ke kanan, tempat Dean tengah berbicara dengan beberapa temannya. Sesekali tawa Dean terdengar, dan itu cukup untuk membuat jantung Lia berdegup sedikit lebih cepat. Sejak kompetisi debat kemarin, hubungan mereka semakin terasa berbeda. Ada kehangatan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya, dan ia tahu, perlahan perasaannya terhadap Dean menjadi lebih jelas.“Lia!” Sebuah suara memanggilnya.Lia menoleh dan melihat Raka berjalan ke arahnya, membawa dua gelas kopi di tangan. Ada senyum kecil di wajah Raka, tetapi ia terlihat lebih tenang daripada sebelumnya.“Hai, Raka,” sapa Lia, memberikan ruang di bangku untuknya. “Kopi untukku?”

  • CINTA DI BALIK BENCI   Bba 93

    Hujan gerimis turun membasahi kota di sore itu. Langit tampak kelabu, seperti cerminan suasana hati Raka. Ia duduk di sebuah kedai kopi kecil yang berada di pinggir jalan, memandangi orang-orang yang berlalu lalang dengan payung warna-warni. Secangkir kopi hitam di depannya sudah mulai dingin, tapi ia tidak peduli.Pikirannya melayang pada kejadian pagi tadi. Ia sempat melihat Lia dan Dean berjalan bersama di koridor kampus, dengan senyum yang begitu tulus di wajah mereka. Meski sudah bertekad untuk menerima kenyataan, ada bagian kecil di hatinya yang masih terasa perih."Kenapa masih terasa sulit?" gumamnya pelan, hampir tidak terdengar di tengah suara rintik hujan.Pintu kedai terbuka, mengundang angin dingin masuk ke dalam. Raka mendongak, dan matanya bertemu dengan seorang gadis berambut panjang yang basah kuyup karena hujan. Ia mengenakan mantel kuning cerah, tapi rambutnya yang meneteskan air menunjukkan bahwa payung yang ia bawa tidak banyak me

  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 92

    Langit pagi masih dipenuhi rona oranye ketika Lia melangkahkan kaki ke taman kota. Ia sengaja datang lebih awal, mencari ketenangan sebelum menghadapi hari yang penuh keraguan. Aroma embun pagi bercampur dengan harum bunga mawar yang bermekaran di sekeliling membuatnya sedikit lebih tenang.Di tengah hamparan rumput, Lia duduk di bangku kayu yang menghadap kolam kecil. Ia menggenggam secangkir cokelat hangat yang dibawanya dari rumah, sesekali menyeruputnya perlahan. Pandangannya menerawang, memikirkan dua orang yang selama ini mengisi dunianya."Dean..." gumamnya pelan, suaranya tenggelam di antara kicauan burung.Dean, dengan segala ketulusannya, selalu ada untuknya, bahkan di saat Lia sendiri merasa sulit memahami dirinya. Namun, ada Raka, sahabat yang sudah menjadi bagian dari hidupnya sejak kecil, yang kehadirannya begitu akrab hingga kadang terasa seperti udara—penting, tapi sering kali terlupakan.Lia menarik napas panjang, mencoba men

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status