"Hallo, Bu Guru cantik. Kenapa sih telepon saya dimatikan? Tidak boleh begitu lho pada orang tua?" Pak Abdi tersenyum separuh menyeringai melihat kehadiran Nia. "Nah, itu Bapak sadar kalau Bapak sudah tua. Seharusnya Bapak juga mengkondisikan kelakuan Bapak. Salah satunya mungkin dengan memperbanyak amal ibadah," sindir Nia."Jangan sinis begitu dong. Ayo, sini, duduk dulu." Pak Abdi bersikap seperti layaknya seorang tuan rumah. Nia ikut duduk di kursi teras, berhadapan dengan Pak Abdi. Mereka berdua duduk dengan dibatasi meja teras kecil. Di atas meja, ada vas bunga dengan bunga-bunga artifisial yang menjuntai serta wadah tissue berbahan kayu."Tidak usah menasehati saya, Nia. Saya sudah kenyang melihat surga dan neraka. Siksa Kubur, Sumpang Pocong, Anugerah Surga —saya lihat semuanya sebelum saya produseri." Pak Abdi tersenyum sinis. "Itu film, Pak. Bukan yang sebenarnya," cetus Nia."Di dunia ini belum pernah ada orang melihat yang sebenarnya. Semua hanya mereka-reka. Makanya su
Terakhir Diperbarui : 2025-01-01 Baca selengkapnya