Home / Romansa / (Bukan) Gadis Matre sang Juragan / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of (Bukan) Gadis Matre sang Juragan: Chapter 11 - Chapter 20

80 Chapters

11. Sebuah Penawaran.

"Boleh Ayah menanyakan sesuatu yang sifatnya pribadi, Nia?" tanya Pak Suhardi. Saat ini dirinya dan Nia tinggal berdua saja di ruang makan. Ia memang meminta waktu untuk berbicara berdua saja dengan Nia. Ada beberapa hal penting yang ingin ia sampaikan pada putrinya."Tanya saja, Yah." Nia memutar-mutar gelas, bersikap seolah-olah tidak peduli, padahal jantungnya berdegup kencang. Ia sangat merindukan momen-momen seperti ini—berduaan saja bersama sang ayah, seperti dulu."Apakah kamu punya pacar di Jakarta saat ini?" tanya Pak Suhardi."Tidak, Yah." Nia menggeleng cepat. Bukan hanya saat ini; sampai di umurnya yang ke-25, dirinya memang belum pernah berpacaran."Bagus." Pak Suhardi mengangguk puas. Rencananya bisa ia jalankan."Berapa nomor rekening bankmu?" tanya Pak Suhardi lagi. Nia mengernyitkan dahi. Cara berbicara ayahnya aneh sekali; langsung berpindah-pindah topik tanpa ada petunjuk terlebih dahulu."Mengapa Ayah menanyakannya? Ayah mau mentransfer dana untuk Nia?" jawab Nia a
last updateLast Updated : 2024-12-20
Read more

12. Kebenaran.

"Jangan mengajari Ayah, Cana. Ayah tahu apa yang Ayah lakukan. Keluarlah dari sini. Bawa Bayu bersamamu." Pak Suhardi memberi tatapan tidak ingin dibantah pada Kencana. Tanpa ba bi bu lagi, Kencana pun berlalu. Untuk pertama kalinya ayahnya marah padanya. Ini semua gara-gara Nia. Kencana semakin membenci kakak tirinya ini.Setelah Kencana dan Bayu pergi, suasana di ruangan itu kembali sunyi. Pak Suhardi dan Nia sama-sama terdiam. Keduanya tenggelam dengan pikiran masing-masing, menimbang-nimbang baik dan buruk keputusan yang akan mereka ambil."Oke, Ayah setuju untuk memberimu gaji dua puluh juta sebulan. Tapi ingat, kamu harus bekerja dengan profesional. Satu hal lagi, jangan sedikit-sedikit membicarakan soal warisan. Harta Ayah adalah milik Ayah sendiri, hasil kerja keras Ayah selama bertahun-tahun. Kalau kamu ingin kaya, maka bekerja keraslah. Lahir sebagai anak Ayah tidak otomatis membuatmu berhak atas sesuatu yang tidak kamu perjuangkan sendiri. Mengerti, Nia?""Baik, Yah. Kalau
last updateLast Updated : 2024-12-20
Read more

13. Terungkap.

"Bagaimana? Masih berani bilang kalau saya bohong?" Bayu bersedekap, sementara Nia masih bersimpuh. Gadis itu memandangi slip setoran di tangannya dengan tatapan kosong."Bukan hanya uang bulanan ini saja yang diupayakan susah payah oleh ayahmu, melainkan hadiah-hadiah ulang tahun yang setiap tahunnya ia kirimkan padamu," desis Bayu getas. Mendengar kata-kata Bayu, Nia tercekat.Kabar apa lagi ini ya, Allah?"Hadiah ulang tahun? Saya tidak pernah menerima hadiah apa pun dari Ayah," Nia menggeleng keras.Mendengar bantahan Nia, Bayu ikut berjongkok di depan Nia.Gadis ini masih belum kapok berbohong, rupanya."Tidak pernah menerimanya? Lantas, giwang ini kamu dapat dari mana, hah?" Bayu menunjuk telinga Nia."Giwang ini milik ibuku." Nia refleks memegang giwang di telinganya. Hanya giwang inilah satu-satunya perhiasan ibunya yang tidak ia jual. Selain ibunya meninggal dengan giwang ini di telinganya, ia juga sangat menyukai bentuknya. Giwang ini berbentuk kelopak bunga dengan sebuah be
last updateLast Updated : 2024-12-21
Read more

14. Memperbaiki Kesalahan.

"Tentu saja boleh, Nak. Besok Ayah sendiri yang akan menyetir. Kita akan jalan-jalan keliling Citeko berdua." Pak Suhardi tersenyum haru. Penantiannya selama 15 tahun telah dibalas dengan manis oleh putri kesayangannya.Sementara Nia dan Pak Suhardi bernostalgia, Kencana dan Dahayu saling berpandangan. Darah memang lebih kental dari air. Ternyata seberapa buruk pun Nia memperlakukan ayahnya, ayahnya tetap mencintai Nia. Kalau begini mereka berdua bisa tersingkir dari hati ayah mereka-ayah yang sudah 11 tahun lamanya menemani hari-hari mereka."Sekarang sebaiknya kamu beristirahat dulu. Besok adalah hari terakhirmu libur, karena setelahnya kamu harus bekerja seperti kesepakatan kita. Setuju, Nia?" tegas Pak Suhardi. Walaupun hatinya berbunga-bunga karena perubahan sikap sang putri, Pak Suhardi tetap dengan keputusan yang telah mereka sepakati bersama. Dia harus belajar mandiri dan bertanggung jawab."Baik, Yah. Nia akan istirahat sekarang. Selamat malam, Ayah." Nia mencium pipi kiri da
last updateLast Updated : 2024-12-21
Read more

15. Demonstasi Di Pabrik Susu.

"Iya, sebentar," sahut Nia saat mendengar suara ketukan pintu. Itu pasti ayahnya yang akan mengajaknya keliling Citeko. Dengan cepat, Nia menguncir rambutnya menjadi ekor kuda yang kuat. Setelahnya, barulah ia membuka pintu. Alih-alih ayahnya, Dia malah mendapati Bik Titin yang berdiri gelisah di ambang pintu."Ayah menyuruh Bibik untuk memanggil saya, ya? Saya sudah siap kok, Bik." Nia menyambar tas ransel mungilnya. Ia siap berpetualang dengan sang ayah."Bukan, Neng. Bapak meminta Bibik menyampaikan ke Eneng kalau jalan-jalan keliling Citeko-nya tidak jadi.""Lho, kok tidak jadi? Bapak sibuk, ya, Bik?" ujar Nia kecewa."Bukan sibuk, Neng, tapi ada huru-hara di pabrik. Pak Karta membawa para peternak ramai-ramai berdemo di pabrik," jelas Bik Titin, menyampaikan apa yang ia tahu."Pak Karta itu siapa, Bik? Terus mengapa mereka demo?" tanya Nia heran.Belum sempat Bik Titin menjawab, terdengar suara langkah-langkah kaki yang mendekat. Bu Isnaini, Kencana, dan Dahayu datang menghampiri
last updateLast Updated : 2024-12-22
Read more

16. Pengagum Rahasia.

"Nia memarkir kendaraan di ujung jalan dan berlari menuju gerbang utama. Ia ingin membantu ayahnya semampunya."Kenapa pabrik tidak mau lagi menerima susu-susu dari kami? Padahal sebelumnya baik-baik saja. Mengapa pabrik tidak mensupport penduduk lokal?""Seperti yang sudah saya katakan berulang kali tadi, kualitas susu Bapak-Bapak semua semakin lama semakin buruk hingga tidak lolos standar pabrik. Protein dan lemaknya rusak karena Bapak-Bapak mencampurnya dengan bahan-bahan lain," jelas Pak Suhardi kepada para peternak."Bukan itu saja. Susu Bapak-Bapak semua telah terkontaminasi dengan bakteri akibat dari campuran bahan-bahan yang tidak dibenarkan. Makanya, pabrik tidak bisa menampungnya karena bisa membahayakan konsumen," tambah Bayu."Halah, itu cuma alasan. Bilang saja kalau kalian lebih suka menggunakan bahan baku susu impor karena bebas pajak! Kalian mau untung besar dengan cara menginjak kepala kami, para peternak lokal. Kalian ingin membuat kami mati pelan-pelan di tanah kami
last updateLast Updated : 2024-12-22
Read more

17. Kecemburuan Kencana.

"Ayah tidak menyangka kalau kamu tidak gentar menghadapi mereka semua tadi, Nia. Ayah sangat bangga padamu." Sembari menyendok ikan balado, Pak Suhardi kembali memuji Nia. "Ya ampun, Yah. Kita ini sedang makan lho. Cana hitung sudah tujuh kali Ayah menceritakan hal yang sama. Apa tidak ada topik yang lain, Yah?" cetus Kencana kesal. Hatinya panas mendengar ayahnya terus saja memuji-muji sang kakak tiri."Cana," Bu Isnaini memperingati sang putri dengan hanya memanggil namanya. "Maksud Cana, entah Ayah menceritakan soal bagaimana cara Ayah meyakinkan para peternak untuk membubarkan diri, atau kesepakatan apa yang telah kedua belah pihak setujui. Biar Cana nantinya bisa belajar. Begitu lho maksud Cana, Yah." Kencana dengan cepat meralat ucapannya setelah melihat delikan mata sang ibu. Kalau tidak demi menyenangkan hati ayahnya, sudah dari tadi ia meninggalkan meja makan. Telinganya pengeng karena terus menerus dijejali pujian tentang Nia."Oh, ya seperti yang Ayah ceritakan dari awal.
last updateLast Updated : 2024-12-23
Read more

18. Dia Lagi!

"Selamat pagi, Pak. Kita berangkat sekarang?" Bayu menyapa Pak Suhardi sopan. Sedangkan kepada Nia, Bayu hanya melirik sekilas. "Iya, Yu. Eh, Bapak mau tanya, bukannya seharusnya Wahyu yang akan berangkat ke Jakarta? Ayahmu kemarin bilang, Wahyu akan menyelesaikan beberapa pekerjaan kantor.""Seharusnya sih, Pak. Cuma Wahyu tadi bilang, ia ingin di sini saja menemani Kencana di pabrik. Ya sudah, saya saja yang mengurus pekerjaan kantor di Jakarta." Bayu menjelaskan secara singkat. Mendengar jawaban Bayu, Nia meringis. Perjodohan Bayu dan Kencana sepertinya tidak mudah. Ada aroma cinta segitiga antara Kencana, Bayu dan juga Wahyu. "Oh begitu toh. Ayo kita berangkat sekarang. Biar tidak kesiangan sampai di Jakarta." "Tasnya saja saja yang membawa, Pak," tawar Bayu. "Tidak usah. Tas segini, ringan kok. Bapak belum tua-tua amat." Pak Suhardi menolak. Lima menit kemudian mobil melaju perlahan meninggalkan Citeko. Nia menatap ke depan dengan harapan besar. Ia akan menyelesaikan semua p
last updateLast Updated : 2024-12-23
Read more

19. Bertemu Bandot Tua.

"Oh, itu Bayu, Bu. Anak sahabat Ayah saya." Dengan sedikit enggan, Nia menjelaskan jati diri Bayu kepada Tante Titik."Oh, pantesan," ujar Tante Titik singkat, nada bicaranya penuh pengertian."Mungkin Ayah saya sedang ada keperluan, jadi Bayu yang menjemput," tambah Nia, mencoba terdengar wajar meskipun ada rasa tidak nyaman.Sejurus kemudian, Bayu masuk ke ruang tamu. Ia mengangguk singkat ke arah Tante Titik dan menyapa formal."Selamat sore, Bu. Saya Bayu." Bayu memperkenalkan diri. Suaranya tegas namun sopan."Sore juga, Bayu. Saya Titik. Panggil saja Tante Titik. Mau menjemput Nia, ya?" Tante Titik bertanya ramah, senyumnya mengembang."Iya, Tante. Pak Suhardi sedang ada sedikit urusan, jadi saya menggantikannya," jawab Bayu singkat, nyaris tanpa ekspresi."Karena sudah dijemput, saya pamit pulang ya, Tante," potong Nia cepat. Ia tidak ingin memperpanjang basa-basi."Baiklah. Nak Bayu, tolong bantu Nia membawa box-box ini ke mobil, ya," pinta Tante Titik dengan nada menghimbau.
last updateLast Updated : 2024-12-24
Read more

20. Amarah Bayu.

"Saya... saya..." Nia makin gugup saat Pak Abdi mendekatkan wajahnya. Napas memburu Pak Abdi mengingatkannya akan malam-malam mengerikan di waktu lalu -malam di mana ibunya pulang syuting atau mabuk-mabukan di antar oleh laki-laki yang berbeda-beda. Para lelaki itu selalu mencari cara untuk mendekatinya. Sedari remaja dan dewasa muda, ia kerap diganggu oleh pacar-pacar maupun rekan-rekan kerja ibunya."Saya... saya... apa, Sayang?" Pak Abdi menggoda Nia dengan kedipan mata.Jangan lagi. Ia tidak mau lagi mengalami hal seperti ini. Ia sudah dewasa sekarang. Ia bisa melawan!"Jangan sentuh saya!" Nia berteriak sekuat tenaga. Bayangan tangan-tangan gemuk berbulu yang berebutan ingin menjamahnya membuatnya histeris."Lho... lho... lho... kok ngamuk? Saya belum menyentuhmu, lho, Cantik. Saya cuma—""Argh! Kamu siapa? Lepaskan saya!"Pak Abdi berteriak kesakitan saat seseorang tiba-tiba menarik dan memutar pergelangan tangannya."Jangan memperlakukan perempuan dengan kelakuan kampungan sepe
last updateLast Updated : 2024-12-24
Read more
PREV
123456
...
8
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status