Jakarta. Akhirnya, ia kembali ke sini. Langit Jakarta yang berwarna abu-abu menyambutnya, menanggung beban polusi yang bercampur dengan panas terik matahari. Deru mesin kendaraan memenuhi udara, bersahutan dengan bunyi klakson tak sabar-seolah menjadi lagu wajib ibu kota. Namun, di tengah hiruk-pikuk itu, Nia tersenyum samar. Ada kehangatan yang tak pernah ia temukan di tempat lain."Jakarta sudah sesumpek ini. Herannya, orang masih saja berlomba-lomba memenuhi ibu kota," ucap Bayu sambil berdecak, menggelengkan kepala. Padatnya kendaraan membuatnya harus menyetir dengan hati-hati."Sumpek, tapi aku kangen," ucap Dia pelan, lebih kepada dirinya sendiri. Ia teringat rutinitas paginya sebelum mengajar dulu-berlari kecil mengejar angkot ke sekolah, membeli nasi uduk di warung pinggir jalan untuk bekal makan siang, atau sekadar berjalan sore bersama rekan-rekan gurunya. Jakarta memang semrawut, tapi kota ini begitu akrab di hatinya. Di sinilah ia menghabiskan masa remaja hingga dewasa mud
Last Updated : 2025-01-14 Read more