Home / Romansa / (Bukan) Gadis Matre sang Juragan / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of (Bukan) Gadis Matre sang Juragan: Chapter 51 - Chapter 60

80 Chapters

51. Sebuah Kebenaran.

"Ngapain kalung bunga itu kamu pakai terus? Perasaan menjadi ibu pejabat ya dikalungi bunga selamat datang?" Sembari menyetir, Bayu membuka percakapan. Sedari datang hingga pulang, Nia memang terus memakai kalung bunganya. "Kamu bisa tidak, sekali saja tidak mengejek saya? Kenapa sih apa pun yang saya lakukan salah saja di matamu?" keluh Nia sedih. "Heh, kok mengejek sih? Saya ini bercanda tahu," jawab Bayu bingung."Kalau begitu, cara bercandamu tidak lucu," balas Nia tajam."Iya kah? Maaf kalau begitu." Bayu tersenyum getir."Saya adalah orang yang jarang bercanda, karena saya takut salah berbicara dan melukai perasaan orang. Ternyata sikap saya benar. Baru sekali bercanda saja sudah kamu anggap mengejek," kilah Bayu lagi. Nia melirik Bayu dari samping, mencoba membaca ekspresi wajah Bayu. Meski air muka Bayu datar seperti biasa, tapi sorot matanya jujur. "Saya maafkan. Mengenai pertanyaanmu soal kalung bunga ini, saya memakainya terus karena saya sangat menghargainya. Saya hamp
last updateLast Updated : 2025-01-13
Read more

52. Pertengkaran.

Nia baru saja melangkahkan kaki ke dalam rumah ketika telinganya menangkap suara keributan dari arah ruang kerja. Instingnya menajam. Itu suara ayahnya dan Bu Isnaini yang tengah berdebat sengit."Bapak dan Ibu kenapa, Bik?" tanyanya kepada Bik Titin, yang membukakan pintu untuknya."Tidak tahu, Neng. Tapi sepertinya mereka sedang bertengkar," bisik Bik Titin setelah melihat ke kiri dan ke kanan."Bertengkar masalah apa sih, Bik?" desak Nia penasaran sambil berkali-kali melirik ruang kerja."Bibik tidak tahu, Neng. Tapi yang jelas Bapak sepertinya marah sekali. Biasanya Bapak tidak pernah berbicara dengan suara sekeras ini.""Kalau Neng Nia penasaran, menguping saja sebentar di sini. Mumpung Neng Kencana dan Neng Dahayu masih berada di kamar masing-masing. Bibik ke dapur dulu ya, Neng, mau lanjut cuci piring."Setelah Bik Titin berlalu, Nia melangkah pelan menuju ruang kerja. Hatinya bimbang, tapi rasa ingin tahunya memuncak. Ia pun mendekatkan telinganya ke daun pintu."Sekali lagi B
last updateLast Updated : 2025-01-13
Read more

53. Bertemu Kembali Dengan Orang Aneh!

Jakarta. Akhirnya, ia kembali ke sini. Langit Jakarta yang berwarna abu-abu menyambutnya, menanggung beban polusi yang bercampur dengan panas terik matahari. Deru mesin kendaraan memenuhi udara, bersahutan dengan bunyi klakson tak sabar-seolah menjadi lagu wajib ibu kota. Namun, di tengah hiruk-pikuk itu, Nia tersenyum samar. Ada kehangatan yang tak pernah ia temukan di tempat lain."Jakarta sudah sesumpek ini. Herannya, orang masih saja berlomba-lomba memenuhi ibu kota," ucap Bayu sambil berdecak, menggelengkan kepala. Padatnya kendaraan membuatnya harus menyetir dengan hati-hati."Sumpek, tapi aku kangen," ucap Dia pelan, lebih kepada dirinya sendiri. Ia teringat rutinitas paginya sebelum mengajar dulu-berlari kecil mengejar angkot ke sekolah, membeli nasi uduk di warung pinggir jalan untuk bekal makan siang, atau sekadar berjalan sore bersama rekan-rekan gurunya. Jakarta memang semrawut, tapi kota ini begitu akrab di hatinya. Di sinilah ia menghabiskan masa remaja hingga dewasa mud
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

54. Nyaris Celaka!

"Minggir semuanya! Saya akan membawa Pak Jaja ke rumah sakit." Pedagang yang dipanggil Kadir, dengan sigap menggendong Pak Jaja. Pasar yang sudah ramai menjadi kian riuh oleh orang-orang yang penasaran dengan keadaan Pak Jaja."Tunggu dulu! Saya mau bicara dengan Pak Jaja!" Nia menghadang langkah Pak Kadir. Ia yakin kalau Pak Jaja hanya berpura-pura."Kamu siapa? Pak Jaja sedang sakit. Minggir! Beri Pak Kadir jalan!" Salah seorang pedagang mendorong Nia yang menghalangi jalan. Nia nyaris terjengkang, kalau Bayu tidak sigap menahan bahunya."Pak Jaja hanya pura-pu—" Nia tidak sempat menyelesaikan kalimatnya, karena Bayu membekap mulutnya."Jangan macam-macam, Nia," desis Bayu dengan suara tertahan. "Ayo kita pergi. Kamu bisa di massa orang kalau mengatakan hal yang aneh-aneh!" Bayu menarik separuh menyeret lengan Nia. Menjauhkannya dari kemarahan para pedagang. "Tapi saya benar, Yu. Pak Jaja itu hanya berpura-pura. Sebelum ia sakit, kami sempat saling bertatapan mata." Nia menjelaskan
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

55. Yang Tak Pernah Padam.

"Kamu yakin mau tetap ke butik Gunawan Hartanto?" tanya Bayu dengan nada sangsi sambil menimang-nimang remote mobil di tangannya. Mereka baru saja keluar dari UGD rumah sakit. Karena tidak ada luka serius, dokter mengizinkan mereka pulang. Mobil mereka yang ringsek telah dibawa ke bengkel oleh orang suruhan Bayu, setelah diperiksa terlebih dahulu oleh teman Bayu yang seorang penyidik. Kini akan mengendarai mobil Bayu yang baru saja diantar oleh orang suruhannya."Saya sih yakin, Yu. Orang saya baik-baik saja. Yang saya tidak yakin itu, kamu. Luka-luka di tanganmu lumayan juga," Nia bergidik, memandang kedua tangan Bayu yang penuh luka akibat serpihan kaca."Cuma lecet-lecet kecil saja." Bayu berdecak. "Luka kecil seperti ini tidak ada artinya bagi saya," tandasnya ringan."Ya sudah kalau begitu. Kita ke sana saja. Cuma..." Nia melirik jam di pergelangan tangannya. Sudah pukul setengah empat. Janji temu mereka jelas sudah lewat."Saya sudah mengubah jadwal ke pukul setengah enam, dan G
last updateLast Updated : 2025-01-15
Read more

56. Terpesona.

"Katanya kamu tidak bisa akting. Tapi tadi saya lihat aktingmu saat menghadapi Alika, nyaris sempurna. Kalau menurut istilah perfilm-an sih, watak sekali kamu memerankannya." Bayu melirik Nia yang sedang mengamati isi studio Gunawan Hartanto. Saat ini mereka tengah menunggu Gunawan yang masih berada di lantai dua. "Saya tadi tidak sedang berakting. Saya mengatakan yang sebenarnya," sahut Nia apa adanya. "Jadi beneran kamu bersedia tidak diakui oleh pasanganmu di publik?" Bayu menegaskan maksud kata-kata Nia. Nia mengangguk mantap."Benar. Saya adalah type orang yang lebih mempercayai perbuatan dari pada pengakuan. Selama kami saling cinta dan saling percaya, saya tidak akan menuntut apa-apa. Saya bukanlah type orang berisik," tandas Nia. "Wah, ternyata calon istrimu ini Nia, Yu?" Gunawan Hartanto muncul dari undakan tangga dengan wajah takjub. "Ayo silakan duduk," Gunawan membawa Bayu dan Nia ke meja kerjanya. "Kalau calonmu ini Nia, saya sudah tahu seleranya. Yang jelas bukan sk
last updateLast Updated : 2025-01-15
Read more

57. Penyelidikan.

"Nama lengkap Pak Jaja adalah Jaja Jaelani. Dahulu, beliau bersama istrinya bekerja di UD Gas Pratama Cemerlang, sebuah pabrik korek api rumahan. Namun, pada tahun 2013, pabrik tersebut mengalami kebakaran hebat. Istri Pak Jaja tewas dalam insiden itu bersama dua belas karyawan lainnya. Pak Jaja selamat, begitu pula beberapa puluh pekerja lainnya. Peristiwa kebakaran itu meninggalkan luka batin yang dalam. Banyak korban yang wajahnya rusak parah hingga sulit dikenali, bahkan oleh keluarga mereka sendiri. Karena kondisi fisiknya yang tak lagi sempurna, Pak Jaja akhirnya menghidupi dirinya dengan berdagang buku bekas di pasar."Fathur menyampaikan temuannya itu kepada Bayu dan Nia di sebuah kafe. Bayu memang memintanya bertemu di kafe saja."Soal anak perempuan yang disebut para pedagang pasar, bagaimana?" tanya Nia penasaran."Pak Jaja memang mempunyai seorang anak perempuan. Imah namanya," jawab Fathur. "Tapi anak itu sulit sekali diatur. Imah terpengaruh lingkungan anak-anak punk. Im
last updateLast Updated : 2025-01-19
Read more

58. Selangkah Lebih Maju.

"Eh, lo pada jangan salah kaprah. Nia bukan pacar gue." Indra buru-buru membantah. Namun Teman-temannya tidak mempedulikan bantahan Indra. Mereka langsung memposting foto-foto itu ke dalam grup reuni sekolah. "Benar. Saya bukan pacar, Pak Indra. Saya adalah rekan beliau sesama guru." Melihat Pak Indra kewalahan, Dia turun tangan. Ia tidak mau kesalahpahaman ini semakin berlarut-larut."Waduh, maaf ya, Mbak. Kami terlalu cepat menyimpulkan sesuatu." Seorang pria muda yang sepertinya ketua gank merangkapkan tangan di dada. Gestur meminta maaf. Nia menanggapi permintaan teman Indra dengan senyuman tipis sebelum berlalu. Ia juga memesan taksi online sambil jalan. Ia sudah sangat rindu pada Bu Wardah. ***"Antarkan saja saya ke mess ya, Yu," pinta Nia pada Bayu. Saat ini mereka telah memasuki jalan Cisarua. Semua persyaratan numpang nikah beserta dokumen-dokumennya telah masing-masing mereka kantongi. "Nanti ayahmu marah, Nia. Dari kemarin-kemarin beliau tidak memperbolehkanmu tinggal d
last updateLast Updated : 2025-01-19
Read more

59. Interogasi Tipis-Tipis.

Setelah tiba di kamar, Nia menutup pintu pelan. Ia meletakkan tas travellingnya di sudut ruangan bersama kunci kamar yang diberikan oleh Bu Ningrum. Ia lalu menatap Bu Ningrum yang berdiri gelisah di dekat pintu."Silakan duduk, Bu," ujar Nia sambil menunjuk kursi di dekat meja kecil. Nada suaranya sopan, tapi dingin.Bu Ningrum menurut. Tangannya menggenggam erat ponsel yang dibawanya, seolah-olah ponsel itu bisa memberinya kekuatan."Bu Ningrum, coba ceritakan apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa nama saya dan Bapak disebut-sebut dalam percakapan tadi?" Nia bertanya langsung tanpa basa-basi."Itu... hanya obrolan biasa, Bu," jawab Bu Ningrum gagap. Matanya berusaha menghindari tatapan Nia."Obrolan biasa?" Nia tersenyum samar. "Tadi saya mendengar dengan jelas. Ibu bilang tidak akan memberi tahu saya atau Bapak soal sesuatu. Apa maksudnya itu, Bu Ningrum?" desak Nia lagi.Bu Ningrum meremas-remas tangannya semakin erat. "Sungguh, Bu, itu bukan apa-apa. Saya hanya...""Jangan berbelit
last updateLast Updated : 2025-01-20
Read more

60. Mendadak Jadi Detektif.

Sepeninggal Bu Ningrum, Nia meraih ponselnya. Ia harus mengumpulkan bukti-bukti kejahatan Bu Isnaini dan Kencana. Bukti pertama yang ia periksa adalah rekaman pengakuan Kencana tentang fitnah yang pernah dilakukannya. Bukti kedua, percakapan antara Kencana dan Bu Isnaini mengenai jebakan pernikahan ayahnya.Setelah memastikan file-file tersebut tersimpan aman, Nia segera menelepon Bayu."Halo, Yu. Besok saya butuh bantuanmu," ucapnya serius."Ada apa, Nia?" Suara Bayu di seberang terdengar waspada."Saya ingin kamu menemani saya mengintai Bu Isnaini dan kerabatnya di rumah Bu Ningrum. Cerita detailnya besok saja," jelas Nia. "Oke. Jam berapa kamu ingin saya jemput?""Pukul dua siang di kantor.""Oke."Setelah Bayu setuju, Nia menutup telepon dengan harapan besar. Semoga saja teka-teki ini akan segera menemukan jawabannya.***Matahari sore menyisakan sinarnya yang lembut, membentuk bayang-bayang panjang di sepanjang jalan kecil menuju rumah Bu Ningrum. Jam digital di dasbor mobil me
last updateLast Updated : 2025-01-20
Read more
PREV
1
...
345678
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status