Home / Romansa / (Bukan) Gadis Matre sang Juragan / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of (Bukan) Gadis Matre sang Juragan: Chapter 61 - Chapter 70

80 Chapters

61. Perang Urat Syaraf

"Masuk," seru Nia ketika pintu ruang kerjanya diketuk. Nani masuk diikuti kepala Wahyu yang menyembul di pintu. "Pak Wahyu ingin menemui Ibu," Nani melapor sopan. Wahyu yang berdiri di punggung Nani melambai-lambaikan tangan jenaka."Halo, Wahyu. Ada kabar? Tumben kamu mencari saya sampai ke sini," ujar Nia tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop, hanya melirik Wahyu sekilas dari sudut mata. Sementara Nani kembali ke meja depan."Kabar saya baik. Eh, saya tidak dipersilakan duduk ini?" Wahyu menyindir dengan gurauan."Kalau mau duduk, ya duduk saja. Tidak perlu menunggu dipersilakan. Lagipula, sebentar lagi kita akan jadi keluarga, kan?" jawab Nia santai, sambil tetap mengetik. Peringatan Bayu tempo hari ternyata benar; Wahyu mulai menunjukkan perhatiannya. "Oke, kalau begitu saya akan duduk." Wahyu menghempaskan pinggulnya di kursi. Sekarang ia duduk berhadapan dengan Nia."Kok kamu tidak heran sih saya ada di sini?" tanya Wahyu. Ia mengabaikan candaan Nia soal hubungan ke
last updateLast Updated : 2025-01-23
Read more

62. Mulai Ada Rasa.

“Kamu sombong sekali, ya, Nia?” gumam Wahyu tiba-tiba, setelah Kencana pergi.Nia mengangkat alis, tak terkejut."Tapi kamu keren, lho. Dingin-dingin sedap." Nada suara Wahyu yang tadinya menghujat berubah menjadi menggoda. Ia bahkan mengacungkan kedua jempolnya."Kamu sudah dua kali mengatakan kalau saya sombong. Berarti kamu tadi tidak bohong," sindir Nia lugas. “Kamu ini memang tidak bisa diajak bercanda ya, Nia?” Wahyu mendecakkan lidah, frustasi. Sulit sekali mendekati Nia.Nia hanya mengangkat bahu acuh. Namun, beberapa saat kemudian, ponsel di mejanya bergetar. Nama Bayu muncul di layar. Ia pun segera mengangkatnya."Hallo, Yu. Oh, kamu mau mengajak saya makan malam ya? Mau dong. Masa mau di traktir menolak? Mubazir kalau kata orang tua dulu. Oh ada restaurant yang baru buka ya? No problem, Darl. Ke mana pun kamu membawa saya, pasti saya ikut. Sedap kan, Yu?" Nia menyerocos sebelum Bayu mengatakan apa pun. Nia memang sengaja memamerkan kemesraannya dengan Bayu. Nia berharap aga
last updateLast Updated : 2025-01-23
Read more

63. Kompromi.

"Saya ke sini karena ada perkembangan terbaru soal kasus kita," ujar Bayu."Bagus! Jadi, apa perkembangannya? Anak-anak punk yang memutus tali rem kita sudah ditangkap? Apakah mereka ada hubungannya dengan Pak Jaja?" tanya Nia antusias."Anak-anak punk itu sudah ditangkap. Dari pengakuan mereka, ada orang lain yang menyuruh mereka melakukannya," jawab Bayu serius."Orang lain? Siapa kira-kira orang lain itu ya, Yu?" tanya Nia, bingung."Itulah yang sedang didalami oleh pihak penyidik. Nah ada satu keanehan. Menurut Fathur, setelah anak-anak punk itu ditangkap, Pak Jaja dan Imah langsung kabur. Untuk itulah Fathur akan mengamankan ayah dan anak itu. Siapa tahu keduanya ada hubungannya dengan anak-anak punk itu.""Oh, untungnya kita tahu ke mana mereka kabur, ya, Yu? Kamu sudah memberi tahu Fathur tempat persembunyian Imah?" tanya Nia semangat."Tidak perlu, Nia. Pihak kepolisian sudah mengetahuinya. Mereka berdua memang sedang diawasi.""Saya tidak sabar untuk mengetahui segala kebenar
last updateLast Updated : 2025-01-27
Read more

64. Tiga Lawan Satu.

"Ini... ini... saya tambahi lagi uangnya. Pokoknya kamu jangan sekali-sekalu menyebut nama sata kalau polisi menanyaimu apa pun. Apa pun, ingat itu ya, Ning?" Nia menyurutkan langkah. Tadinya, ia berniat ke dapur untuk memasak mi instan. Namun, apa yang dilihatnya membuatnya tertegun. Bu Isnaini berdiri di depan Bu Ningrum, menjejalkan sejumlah uang ke saku perempuan itu dengan gerakan gelisah dan tergesa-gesa."Ambil kembali uang Ibu. Saya tidak butuh." Bu Ningrum menolak lembaran-lembaran uang yang dijejalkan secara paksa oleh Bu Isnaini. "Ambil saja, Ning. Saya tahu kamu membutuhkannya," desak Bu Isnaini, memandangnya dengan tatapan penuh harap. "Yang penting, kamu tolong saya, ya?""Kalau saya menolong Ibu, lantas siapa yang menolong saya? Saya takut terbawa-bawa, Bu. Kemarin Ibu bilang, Ibu yang akan bertanggung jawab. Kenapa sekarang jadi begini?" Suara Bu Ningrum mulai bergetar. Campuran antara takut dan marah."Saya tidak tahu kalau anak Pak Jaja ini nakal, Ning. Saya pikir
last updateLast Updated : 2025-01-27
Read more

65. Terbongkar!

"Enyah kalian semua!"Pak Suhardi menarik Nia yang terduduk di lantai. Rambut dan pakaiannya acak-acakan akibat dikeroyok tiga orang. Sementara itu, Bu Isnaini tampak kebingungan. Ia tidak menyangka kalau suaminya ada di sini. Ia tidak tahu harus berbuat apa sekarang. "Kamu kenapa, Nia? Kok kamu luka-luka begini?" Pak Suhardi terperanjat melihat luka-luka goresan di wajah dan kedua lengan Nia. Namun saat melihat luka-luka itu sudah diobati, ia sadar bahwa luka-luka Dia bukan akibat perbuatan istri maupun anak-anak tirinya. "Tidak apa-apa, Yah. Kemarin, di Jakarta, Nia dan Bayu kecelakaan. Tapi cuma kecelakaan kecil, kok," ujar Nia menenangkan sang ayah."Ini tidak seperti yang Bapak bayangkan. Ada kesalahpahaman di antara anak-anak kita. Kita pulang saja ya, Pak? Ibu akan menjelaskan semuanya di rumah." Dengan adanya insiden kecelakaan Nia, Bu Isnaini mencari celah. Ia menghela lembut lengan Pak Suhardi. Ia berencana akan menjelaskan pada sang suami dengan versinya sendiri."Kesalah
last updateLast Updated : 2025-01-31
Read more

66. Konsekuensi.

"Kemarin dulu Bu Iis menelepon saya. Bu Iis bilang beliau ingin mengontrak rumah lama saya untuk keluarganya." Bu Ningrum pun mulai bercerita. "Dengan syarat, saya tidak boleh mengatakannya pada Bapak. Kata Bu Iis, ia malu karena sudah terlalu sering membantu keluarganya. Ia juga takut kalau Bapak marah. Bu Iis bilang bahwa ia yang akan bertanggung jawan atas atas masalah ini," lanjut Bu Ningrum lagi."Tapi tadi saya mendapat kabar kalau polisi menggerebek rumah saya. Lantas Bu Iis datang dan meminta saya tidak membawa-bawa nama Ibu apabila saya dipanggil polisi. Bu Iis juga memberikan saya sejumlah uang. Karena saya tidak bersedia, kami jadi berdebat. Itulah yang terjadi, Pak." Bu Ningrum menceritakan dengan jujur. Pak Suhardi menarik napas panjang. "Baik. Sekarang giliran Ibu. Untuk siapa sebenarnya Ibu mengontrak rumah itu? Karena setahu Bapak, Ibu tidak punya keluarga lain lagi. Itu dulu pengakuan Ibu pada Bapak bukan?" Pak Suhardi gantian menginterogasi sang istri. "Untuk Pak
last updateLast Updated : 2025-01-31
Read more

67. Ketegasan Seorang Ayah.

"Ibu berjanji akan menjelaskan semuanya pada Bapak di rumah. Sekarang sebaiknya kita pulang dulu. Kita tak pantas ribut di sini, Pak," mohon Bu Isnaini dengan suara rendah.Keributan mereka telah membuat para penghuni mess mencuri-curi pandang ke dapur. Suara-suara keras dan bentakan membuat mereka penasaran."Pulang, kamu bilang? Kamu masih berani meminta pulang setelah mencoba mencelakai Nia?" bentak Pak Suhardi dengan gusar."Jadi, Bapak maunya bagaimana? Ibu ikut saja, asalkan Bapak mau memaafkan Ibu. Beri Ibu kesempatan untuk menjelaskan semuanya," pinta Bu Isnaini. Ia menebalkan muka, memohon pada sang suami."Iya, Yah. Bagaimanapun, Ibu masih sah sebagai istri Ayah. Jangan mempermalukan Ibu di hadapan para pekerja, Pak," Kencana mencoba membela sang ibu."Kalian juga sama saja. Diberi hati, minta jantung! Selama ini Ayah selalu menyayangi kalian berdua sepenuh hati, tapi kalian berdua selalu mempersulit Nia. Maunya kalian berdua itu apa sih? Apa Ayah tidak boleh menyayangi putr
last updateLast Updated : 2025-02-04
Read more

68. Menemukan Puzzle Yang Hilang.

Melihat Fathur marah, Imah kembali mengangkat kedua tangannya."Oke... oke... gue duduk. Santai, Pak Polisi. Tadi kan Pak Polisi nanya, makanya gue jawab," Imah duduk sambil cengengesan. Gayanya kembali santai."Kenapa tadi kamu marah?"Fathur kembali menginterogasi."Ya karena Pak Polisi meragukan rasa sayang gue pada Ayahlah." Imah mengedikkan bahunya. "Padahal karena sayanglah makanya gue menuruti semua perintahnya tanpa kecuali.""Kalau sayang, kenapa kamu tidak melindunginya?" Fathur tidak memberi celah untuk mengelak."Karena gue takut disiksa, Pak Polisi. Kalau gue nggak ngaku, ntar kuku gue dicabutin satu-satu. Belum lagi kalau sampai disetrum. Kan ngeri, Pak Polisi?"Imah memperagakan aksi ketakutan dengan gaya dibuat-buat. Jelas-jelas ia mengejek."Sebentar."Ponsel di saku Fathur berdering. Ia pun keluar ruangan untuk menerima telepon."Yu, kamu keluar sebentar. Saya ingin berbincang-bincang dengan Imah. Saya mencurigai sesuatu," bisik Dia di telinga Bayu."Jangan berbicara
last updateLast Updated : 2025-02-04
Read more

69. Pengakuan.

Nia merapikan pakaian yang baru saja ia keluarkan dari tas, menyusunnya dengan rapi ke dalam lemari. Akhir-akhir ini ia merasa seperti burung. Terus berpindah-pindah tempat tinggal antara mess dan rumah.Kemarin, ayahnya bersikeras membawanya pulang. Sejak mengetahui bahwa ada seseorang yang ingin melenyapkannya, sikap ayahnya berubah drastis—menjadi jauh lebih protektif. Menurut ayahnya, tinggal aman tinggal di rumah daripada berada di mess. "Masuk," seru Nia saat mendengar pintu kamarnya diketuk. "Kamu sibuk tidak, Nia? Ayah ingin berbincang-bincang sebentar." Pak Suhardi berdiri di ambang pintu. "Tidak kok, Yah. Masuk saja." Nia menutup lemari. Mempersilakan ayahnya duduk di kursi rias. Nia sendiri duduk di sudut ranjang. "Ayah mau berbincang apa?" tanya Nia lagi. Pak Suhardi terdiam sebentar sebelum mulai berbicara. "Apa yang kamu ketahui tentang ibu dan adik-adik tirimu yang tidak Ayah ketahui. Terus teranglah pada Ayah. Jangan ada yang kamu tutup-tutupi lagi." "Kenapa Aya
last updateLast Updated : 2025-02-07
Read more

70. Mengerucut.

"Eh, ada anak pewaris munafik lagi makan?" Nia menghentikan suapannya. Kencana dan Dahayu masuk tiba-tiba ke dapur. Nia hanya melirik sekilas dua adik tirinya sebelum kembali melanjutkan makannya, sama sekali tak menggubris kehadiran mereka."Hati jahat Teteh pasti puas sekali melihat kami semua diusir Ayah, bukan? Dasar manusia munafik!" sembur Kencana emosi. Karena usahanya menyindir Nia gagal, Kencana kembali ke setelan pabrik-hajar tanpa basa basi. "Pasti puaslah, Teh Cana. Orang semua yang kita miliki sudah Teh Nia rampas pelan-pelan kok. Kasih sayang Ayah, cinta Kang Bayu, bahkan perhatian Erga juga. Teh Nia merebut segalanya dari kita!" imbuh Dahayu geram."Ayah, Bayu, atau pun Erga itu orang, bukan barang. Jadi mereka tidak bisa dirampas. Kalau mereka sekarang tidak lagi memperhatikan kalian, itu artinya mereka memang tidak tertarik. Simpel," jawab Nia kalem. Dahayu megap-megap karena emosi. Namun ia tidak bisa membantah kebenaran kata-kata Nia. "Teteh memang menang sekaran
last updateLast Updated : 2025-02-07
Read more
PREV
1
...
345678
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status