Home / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Chapter 261 - Chapter 270

All Chapters of Benih Papa Sahabatku: Chapter 261 - Chapter 270

356 Chapters

Bab 159A. Tidak Menyangka

"Pah, aku kan udah bilang kalau aku---""Bianca ... Bi, kamu pikir-pikir dulu. Jangan ambil keputusan gegabah. Maksud Papahmu baik. Misalnya, setelah menikah kamu gak mau cepat-cepat punya anak, kan ada bisa menunda momongan. Papahmu cuma ingin, enggak terjadi fitnah diantara kalian atau terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Apalagi kan, sekarang Papahmu fokus jagain aku, Evan fokus pada kerjaannya, Jadi ... Papahmu sangat khawatir tentangmu, Bi ... please, kali ini tolong pikirkan baik-baik permintaan Papahmu." Namira membantu menjelaskan maksud perintah Daniel. Evan yang sebelumnya menangis, menyeka lelehan air matanya. Bianca terdiam. Terlihat kekesalan dari raut wajahnya. Ia tidak ingin menikah tapi tidak mau antara dirinya dan Evan berpisah. "Bian, kita masuk ke dalam yuk! Lebih baik kamu istirahat. Mas Ayang, Evan, aku sama Bianca ke dalam dulu.""Iya, Sayang," timpal Daniel pada istrinya. Bianca dan Namira masuk ke dalam rumah. Mereka duduk di sofa ruang keluarga. Tidak bers
last updateLast Updated : 2025-02-04
Read more

Bab 159B. Aku Janji

Sontak, Hesti terkejut setengah mati mendengar kata talak yang terucap dari Ferry. Hesti hendak mengejar Ferry namun kedua polisi mencegahnya, membawa Hesti masuk kembali ke dalam sel. Hati Ferry sangat sakit mendengar ucapan Hesti. Sekarang wanita itu sudah bukan istrinya lagi. Ferry tidak perlu datang menjenguk Hesti atau menemuinya nanti jika ia sudah dibebaskan. Sampai rumah, sudah pukul sembilan malam. Ferry sangat terkejut melihat Tina yang duduk di kursi depan teras, di sampingnya terdapat koper kecil. "Assalamu'alaikum," ucap Ferry ketika ia berdiri di depan Tina. "Waalaikumsalam."Tatapan Ferry menelisik Tina dari ujung kepala hingga ujung kaki. Lalu, pandangan Ferry beralih pada koper yang diketahuinya milik Tina. "Kamu mau kemana malam-malam begini, Tina?" tanya Ferry duduk di kursi satunya lagi. Tina kembali duduk. Kepalanya merunduk."Saya mau kembali kerja di rumah sakit lagi, Mas." Jawaban Tina membuat Ferry menoleh. Ia memandang gadis itu dari samping.Tiba-tiba s
last updateLast Updated : 2025-02-04
Read more

Bab 160A. Informasi

Tina sangat terkejut mendengar ungkapan perasaan Ferry. Sedikit saja ia tak menyangka jika Ferry bersedia mengabulkan keinginan almarhum Gauri. Hati Tina berdebar-debar. Bingung, mau menjawab apa. "Tina, istirahat saja dulu. Besok saya tunggu jawabanmu. Masuk ke dalam rumah, ya?" sangat lembut, Ferry menyuruh gadis yang telah merawat ibunya itu. "I-iya, Mas."Tina tanpa membantah, masuk ke dalam rumah menuju kamarnya. Di balik pintu kamar, kedua mata Tina terpejam, bibirnya mengulas senyum bahagia. Dirinya bagai mimpi, dilamar oleh lelaki yang selama ini diam-diam dicintainya. Tina memegang d4danya yang berdebar lebih cepat. "Ya Allah apakah aku sedang bermimpi? Aku tau, Mas Ferry belum sepenuhnya mencintaiku, tapi ... mendengar ajakannya menikahiku, hati ini sungguh bahagia."Sebetulnya tak perlu Tina diberi waktu untuk berpikir. Jawaban dia sudah bulat, akan bersedia dinikahi Ferry apalagi sekarang lelaki itu telah menjatuhkan talak pada istrinya. Bagi Tina, tidak masalah Ferry
last updateLast Updated : 2025-02-04
Read more

Bab 160B. Kedengaran

Evan menyerahkan kunci motor pada security. Sembari masuk ke dalam rumah, Evan berusaha menghubungi Yuda, namun gagal. Handphone Yuda tidak aktif. Baru saja hendak masuk ke dalam kamar Gita, perawat wanita itu keluar. "Mbak Yulia, apa benar, tadi Papah pergi dari rumah?" tanya Evan tak sabar ingin mengetahui informasi tentang kepergian papahnya. "Benar, Mas. Tadi itu ... Ibu sama Bapak bertengkar. Sampe akhirnya, bapak pergi dari rumah," jawab Yulia agak takut menyampaikan permasalahan majikannya. "Mbak tau gak, mereka bertengkar karena apa?" "Mohon maaf, Mas Evan. Saya gak tau."Kalaupun tahu penyebab pertengkaran Gita dan Yuda, Yulia tidak mungkin yang menyampaikan permasalahan itu. "Sekarang mamahku udah tidur?""Udah, Mas. Tadi, Ibu habis minum obat. Sekalian saya kasih obat penenang yang diresepkan dokter. Karena memang, kondisi Ibu yang belum stabil." Penjelasan Yulia membuat Evan menganggukkan kepala. "Makasih, Mbak. Kalau begitu, besok saja yang temuin mamah. Terima kasi
last updateLast Updated : 2025-02-04
Read more

Bab 161A. Buka Pintunya!

Bianca terbakar cemburu. Cemburu pada perawat Gita yang sekarang tinggal satu atap dengan kekasihnya. Evan tak marah, justru ia senang kalau Bianca cemburu padanya. "Sayang, cintaku cuma buat kamu. Sayangku cuma buat kamu. Serius." Evan berusaha meyakinkan Bianca bahwa di hatinya hanya ada nama Bianca. "Halah, pret. Tetep aja kalau dia godain kamu, kamu akan tergoda.""Jangan suuzhon. Gak baik itu. Sayang, aku juga masih kepikiran permintaan papahmu. Pak Daniel benar, kalau kita sering jalan berdua, takutnya kita khilaf. Apalagi kan ... kita udah sama-sama dewasa."Bianca memutar bola mata malas. Dia memejamkan kedua mata sejenak. "Kalau kita udah nikah, kamu mau ajak aku tinggal di mana?" tanya Bianca masih terdengar ketus suaranya. "Kita tinggal di apartemen. Kamu lupa, kalau aku punya apart? Kamu kan ke pernah aku ajak ke sana."Bianca lupa. Evan benar, lelaki itu pernah mengajaknya ke apartemen saat mereka baru pertama kali berjumpa. "Ya udah nanti aku pikir-pikir lagi. Sekar
last updateLast Updated : 2025-02-05
Read more

Bab 161B. Masuk!

"Kamu kenapa, Bi? Kelihatan lemes banget?" tegur Namira ketika keluarga Bragastara baru menyelesaikan sarapan. Bianca hari ini tidak ada kelas. Sedangkan Daniel ke ruang kerja sebentar, mau mengecek laporan semalam yang dikirim Yuda lewat email. Sementara Nida, sudah berangkat ke sekolah. Namira menempelkan punggung tangan pada kening anak sambungnya. Memastikan suhu tubuh Bianca. Ia khawatir jika sahabatnya itu jatuh sakit. "Badanmu gak panas. Ada apa sih? Masih mikirin permintaan Papahmu?" tanya Namira lagi meski pertanyaan pertama tak kunjung mendapat jawaban. "Aku lagi bingung, Mih," jawaban Bianca rendah suaranya. Namira mendekatkan diri pada Bianca, merangkul pundak wanita yang sudah lama dikenal. "Bingung mau nikah dalam waktu cepat atau nanti?" terka Namira seolah sudah dapat apa yang dipikirkan Bianca. Pertanyaan Namira ditanggapi anggukkan kepala. "Iya. Semalam aku gak bisa tidur tau!" ujar Bianca memanyunkan bibir beberapa centi. Bianca mengubah posisi duduk, lebih m
last updateLast Updated : 2025-02-05
Read more

Bab 162A. Permisi

Evan tak peduli larangan mamahnya. Ia tetap berangkat ke kantor, masuk ke dalam mobil tanpa ingin menanggapi ucapan Gita yang dipenuhi amarah. Gita frustasi, menjerit-jerit. Ia memukul kedua pahanya berulang kali. Tidak ada rasa sakit, tidak ada rasa nyeri yang dialami Gita. Yulia, perawat yang mendapat perintah merawat Gita tak berani menenangkan wanita itu. "Yulia! Yuliaaaa ...." panggil Gita pada perawatnya. Yulia yang bengong di belakang Gita berjalan cepat menghampiri. "I-iya, Bu? Iya ada apa?" Suara Yulia bergetar takut. Sorot mata Gita memerah. Amarah telah menguasai dirinya. "Kenapa kamu diam aja? Aku mau masuk ke dalam!" "I-iya, Bu. Iya ...."Dengan cekatan, Yulia mendorong kursi roda yang ditempati Gita, masuk ke dalam rumah. ***Sepanjang jalan, Evan memikirkan sikap mamahnya yang sekarang. Sempat terpikirkan olehnya ingin mengajak Gita ke psikiater atau psikolog. Evan merasa kalau Gita kejiwaannya terganggu, jadi mudah marah, mudah tersinggung dan mudah berpikiran b
last updateLast Updated : 2025-02-05
Read more

Bab 162B. Coba Bicara

"Van, Papahmu tadi pagi tumben minta dibeliin sarapan sama Mbak. Lagi ada masalah, ya? Sorry, kalau Mbak kepo." Shella sebenarnya tak enak hati bertanya demikian. Tapi rasa penasarannya membuat Shella tak fokus bekerja. "Iya, Mbak. Biasalah ... masalah Mamah. Aku juga pusing ngadepin sikap Mamah yang sekarang apalagi papah."Evan sudah mengenal Shella cukup lama. Bahkan Evan sudah menganggap janda itu seperti kakak sendiri. "Emang kondisimu mamahmu gimana? Bukannya sekarang udah bisa bicara, ya?""Nah itu ... kalau lihat sikap Mamah kayak sekarang, aku malah pengen mamah belum bisa bicara lagi, Mbak.""Eh, kamu ... kalau ngomong jangan kayak gitu, Van. Itu Mamah kamu lho." Shella terkejut, langsung mengingatkan Evan. Evan menghela napas berat, menggelengkan kepala. "Sikap dan sifat mamah sekarang beda banget sama yang dulu, Mbak. Bikin pusing. Ya bayangin aja, tiap hari marah-marah gak jelas. Ngelarang gak jelas. Nuduh gak jelas. Ya pokoknya serba gak jelas."Shella jadi penasaran
last updateLast Updated : 2025-02-05
Read more

Bab 163. Ayah Kandung

Pagi hari, di hari yang sama tapi tempat yang berbeda, Ferry dan Tina sedang menyantap sarapan berdua. Mereka sarapan tanpa bicara satu sama lain. Sejak Ferry mengungkapkan keinginan menikahinya, Tina jadi lebih banyak diam. Dia seperti malu-malu. Ferry berdehem, lalu berkata, "Tina, hari ini aku mau ke kantor KUA. Kalau bisa kamu ikut. Sekalian aku pengen beliin cincin buat emas kawin. Bagaimana? Kamu mau kan?"Tina terkejut, kepalanya sontak mendongak. Sesaat, mereka saling memandang satu sama lain. Lalu, Tina kembali merundukkan kepala, ia tersipu malu. "Ma-mau, Mas."Ferry tersenyum bahagia. Entah sejak kapan, ia mulai menyukai sikap Tina yang malu-malu seperti itu. Usai sarapan, Tina dan Ferry masuk ke dalam mobil. Mereka menuju ke kantor Urusan Agama untuk mendaftarkan pernikahan. Ferry ingin, pernikahannya dengan Tina tercatat di kantor agama dan negara. Tidak ingin seperti pernikahan yang sebelumnya. Selalu hanya menikah sirri. Hanya tercatat di kantor agama saja. Setelah
last updateLast Updated : 2025-02-05
Read more

Bab 164A. Khayalan

"Ibuku sudah meninggal." Ucapan Ferry membuat Darmantyo membalikkan badan. "Meninggal? Meninggal dunia maksudmu?" telisik Darmantyo, kedua matanya menyipit, menatap anak kandungnya. Tidak ada pelukan dari seorang ayah yang telah lama tidak melihat anak lelakinya. Tidak ada pelukan dari seorang ayah yang telah lama berpisah dengan anak lelakinya. Seolah datar. Seolah tak saling mengenal. Seolah tak ada ikatan batin sedikit pun antara Darmantyo dan Ferry."Iya. Baru tiga hari Ibuku meninggal dunia." Ferry mengajak Tina yang ketakutan masuk ke dalam rumah. Lelaki yang mengaku menjadi ayah kandung Ferry turut serta masuk ke dalam. "Sakit apa Ibumu, Ferry? Sakit apa dia?" cecar Darmantyo, mensejajari langkah kaki Ferry. "Duduklah di sana! Jangan ikuti aku terus! Duduk dulu!" titah Ferry merasa risih diikuti Darmantyo yang hendak masuk ke dalam kamarnya. Langkah Darmantyo terhenti, menghela napas berat, lalu membalikkan badan, berjalan ke sofa ruang tamu. Lelaki berusia setengah abad
last updateLast Updated : 2025-02-05
Read more
PREV
1
...
2526272829
...
36
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status