Beranda / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 281 - Bab 290

Semua Bab Benih Papa Sahabatku: Bab 281 - Bab 290

352 Bab

Bab 170A. Tutup Toko

Darmantyo berusaha keluar dari pembuangan sampah. Ia butuh tempat tinggal. Tidak mungkin Darmantyo tidur di sana. Langkah kaki lelaki itu tertatih-tatih. Pandangannya mengitari sekeliling, khawatir warga yang mengejarnya tadi menemukan. Dar4h yang mengalir dari bvrungnya semakin merembas dan sangat ngilu. Ingin sekali Darmantyo membuka c3lana panjang, terasa semakin nyeri karena terkena gesekan. "Si4l! Sakit sekali! Br3ngsek!" Sepanjang jalan mencari ojek online, Darmantyo terus saja memaki. Bukannya memohon ampunan, lelaki itu justru memaki keadaannya yang sekarang. Langkah kaki Darmantyo semakin cepat ketika melihat ojek online yang berada di depan warung kopi. "Bang, Bang!" panggil Darmantyo. Abang ojek itu menoleh, memicingkan kedua mata. "Ada apa, Pak?""Bang, tolong anterin saya ke alamat ...." Darmantyo menyebutkan alamat rumah Mutiara. Ia ingin tidur di sana saja dari pada di jalanan. Tidak peduli ada jin penunggu atau tidak. Pokoknya Darmantyo tidak ingin tidur di jalana
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-06
Baca selengkapnya

Bab 170B. Dejavu

Gita sangat bersedih. Hatinya benar-benar hancur. Satu persatu orang yang disayangi pergi meninggalkannya. "Yuliaaa! Yuliaaaa!" teriak Gita dari dalam kamar. Yulia yang tengah menyapu ruang keluarga terkejut. Ia tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar."Ada apa, Bu?" tanya Yulia agak membungkukan badannya."Beliin saya obat tidur di apotek. Ini uangnya. Cepaaattt!" teriak Gita lagi. Dengan tangan gemetar, Yulia mengambil uang dari tangan Gita. "Sa-saya permisi dulu, Bu.""Cepat! Belinya di apotek terdekat saja!" titah Gita tanpa menatap wajah Yulia. Pandangan Gita lurus ke depan. "Baik, Bu."Yulia keluar kamar dengan beberapa pertanyaan. Dia bingung, kenapa Gita membeli obat tidur? Bukannya kalau malam, tidurnya nyenyak?Yulia tidak berani bertanya. Ia hanya menuruti perintah majikannya. Setelah mendapatkan obat tidur, Yulia tergesa-gesa masuk ke dalam kamar, menemui Gita untuk memberikan obat tidur. "Bu, ini obat tidurnya," ujar Yulia pada wanita yang menatap lurus ke jendela kamar
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-06
Baca selengkapnya

Bab 171A. Telepon

"Pah, Papah, Papah!" Nida mengibaskan telapak tangannya di depan wajah papahnya. Yuda yang tengah melamun tergagap."Eh, iya, Nak?""Ya Allah, malah ngelamun. Tadi aku tanya, Pah. Papah udah makan belum? Udah minum obat belum?" Nida mengulang pertanyaannya. Yuda tersenyum bahagia, mengusap kepala anak gadisnya lalu mencium penuh kasih sayang. "Kamu anak yang baik, Nak. Papah belum sempet makan. Kalau minum obat baru tadi pagi aja," jawab Yuda menatap lekat wajah anak gadisnya. Andai saja Nida tidak pernah berpisah dengannya, mungkin Yuda bisa melihat masa kecil putrinya itu."Kalau gitu, Papah duduk di sini. Aku mau ambilin makan dulu, habis itu minum obat. Obatnya ambil dulu di mobil.""Kamu tau kalau obatnya ada di dalam mobil?" tanya Yuda heran."Taulah. Masa obat dikantongin?" Yuda tertawa sumbang. Menggelengkan kepala melihat raut wajah anak gadisnya. "Iya, ya. Kamu benar.""Papah jangan kemana-mana. Aku mau ambilin nasi dulu."Nida meninggalkan Yuda seorang diri di ruang tam
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-07
Baca selengkapnya

Bab 171B. Wanita Lain

Bianca beranjak, ke kursi samping rumah yang terdapat kolam ikan hias, lalu dengan senyum mengembang mengangkat telepon dari Evan. "Hallo, Van?" sapa Bianca ketika sambungan telepon terhubung. Entah mengapa, menerima telepon Evan sekarang rasanya sangat berbeda ketika ia belum memutuskan mau dinikahi Evan dalam waktu dekat. "Hai, Bi. Kamu lagi ngapain? Udah makan malam belum?" tanya Evan memberikan perhatian seperti biasanya. Bibir Bianca semakin tersenyum lebar. Hatinya juga semakin berdebar-debar. "Aku tadi lagi nonton tivi sama Mamih. Kalau makan sih udah ... oh ya, di rumahku ada papahmu. Kata Nida, papahmu mau nginap di sini," ujar Bianca duduk bersandar di kursi kayu. "Oh Papah ada di situ?" tanya Evan meyakinkan. "Iya. Mungkin karena papahmu lagi kurang sehat, makanya Papah nyuruh nginap di sini. Misalnya nanti kenapa-napa kan, ada kami," timpal Bianca menjelaskan. "Iya gak apa-apa, Bi. Aku justru makasih banget kamu dan keluargamu ngizinin papah tinggal di situ. Maaf ya,
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-07
Baca selengkapnya

Bab 172A. Istirahat

"Terus, perempuan itu siapa? Dia kan punya saudara cuma Nida aja." Saat Bianca bertanya, notifikasi pesan masuk. "WA dari Evan?" tanya Namira melihat Bianca yang membuka pesan singkat. "Iya, Mih."Pesan Evan berisi foto Shella yang menyantap makan malam. Evan diam-diam memotret Shella sebagai bukti kalau dia sedang bersamanya, [Aku lagi bareng Mbak Shella, Sayang. Dia bantuin aku belanja keperluan untuk acara lamaran kita nanti. Please ya, jangan marah. Kamu boleh cemburu, tapi jangan marah. Aku takut kalau kamu marah.]Bianca merunduk, menjadi malu sendiri karena menaruh curiga pada Evan. Curiga kalau Evan bers3lingkuh. Bianca lantas membalas pesan Evan. [Aku pikir kamu pergi dengan wanita lain. Ya udah hati-hati. Maaf, aku udah marah.]"Apa kata Evan?" tanya Namira penasaran. Walau ia yakin Evan tidak mungkin bers3lingkuh. Bianca menunjukkan foto Shella yang diambil diam-diam. Evan tidak mau Shella merasa bersalah hanya karena Bianca cemburu dan salah paham padanya. "Tuh kan, ka
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-07
Baca selengkapnya

Bab 172B. Buka Pintu!

Entah berapa pil obat tidur yang diminum Gita. Kepalanya terasa pusing. Dia sudah tidak ingin hidup lagi. Menurutnya, sudah tidak ada orang yang menyayangi lagi. Gita merasa hidupnya seorang diri dengan keadaan yang penuh kekurangan. Tubuh Gita semakin lemas, kesadarannya semakin melambat hingga obat yang masih ada di dalam tempatnya jatuh, berhamburan di atas lantai. Tubuh Gita menggelosor. Di luar kamar, Yulia sangat mencemaskan keadaan Gita yang berada di dalam kamar. Ia takut kalau majikannya itu melakukan hal nekat. Tapi, Yulia juga tidak berani masuk ke dalam kamar. Tidak ada pilihan lain, Yulia keluar rumah, minta tolong pada security agar menemaninya masuk ke dalam kamar Gita. "Memangnya kenapa kalau Mbak Yul masuk ke kamar Ibu sendirian?" tanya security merasa segan jika masuk ke dalam ruangan pribadi Gita. "Duh, Pak ... saya takut diomelin. Tapi, saya juga sangat khawatir, Khawatir Ibu ... ibu bertindak nekat," kata Yulia memelankan suaranya. Terlihat kecemasan dari raut
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-07
Baca selengkapnya

Bab 173A. Panggil Mama

Gita mengerjapkan kedua mata. Silau, itu yang ia rasakan. Kepalanya masih terasa pusing. Gita mengitari sekeliling, pandangannya jatuh pada selang infus di punggung tangan. Rupanya dia di rumah sakit. Dari tempat tidurnya, kedua mata Gita memicing melihat seorang gadis, mengenakan seragam sekolah sedang menulis sambil sesekali memindahkan pandangannya pada buku tebal di sebelah. Dia, Nida. Di kamar ini hanya ada Nida. Sedangkan Yuda dan Evan, di mana mereka?Gita melihat jam dinding rumah sakit. Jam tiga? Sepertinya jam tiga sore. Mungkin Yuda dan Evan masih kerja di kantor. "Tante, Tante udah sadarkan diri?" tanya Nida tergesa-gesa menghampiri Gita yang menoleh padanya. "Kamu ngapain di sini?" Bukannya menjawab, Gita justru bertanya. Intonasi suaranya sangat dingin dan datar. Sikap Nida langsung salah tingkah. Ia mengulas senyum tipis, garuk-garuk kepala. "Hm, aku ... aku temenin, Tante.""Disuruh Yuda atau disuruh Evan?" Lagi, pertanyaan Gita membuat Nida bingung. "Maaf, Tante.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-07
Baca selengkapnya

Bab 173B. Nyawa atau Burung?

"Adduuuuhh ... sakit, dok ... sakiiittt ...."Suara seorang lelaki menggema di klinik. sudah pasti akan menunggu lama sedangkan luka pada burung Darmantyo sudah semakin parah. Terkena infeksi. "Sabar, Pak Dar. Namanya juga luka pasti sakit," ucap Pak Haji yang dari kemarin suka menjenguk Darmantyo. Pak Haji hanya menolong sebisanya. Saran dokter klinik, alat v1tal Darmantyo harusnya dipotong lagi agar infeksinya tidak melebar kemana-mana. "Tapi ini ... ini sakit, Pak Haji. Benar-benar bukan sekadar sakit biasa. Tapi sangat sakit sekali," tandas Darmantyo tapi Pak Haji tak terlalu peduli. "Semalam kan dokter menyarankan, lebih baik burungnya dipotong. Kalau gak mau dipotong, ya udah rasakan saja sendiri, Nanti lukanya makin menyebar dan ... na'uzubillahiminzalik," ujar Pak Haji mengingatkan. Kedua pundaknya naik turun, ekspresinya seperti menakut-nakuti. "Enggak mau, Pak Haji. Kalau burung dipotong lagi, nanti saya gak bisa masuk sangkar lagi. Saya gak mau ... aw, aw, arrghh ... s
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-07
Baca selengkapnya

Bab 174A. Moga Tidak Menyakiti

Nida dan Gita berpelukan. Gadis itu sangat bahagia disuruh memanggil mamah pada Gita. "Sekarang jangan panggil aku tante lagi. Aku ... aku udah maafin mamah kamu. Kamu mau tinggal di rumah kami?" tanya Gita setelah melepaskan pelukannya. Nida yang wajahnya dibasahi air mata, menganggukkan kepala. "Insya Allah, nanti aku mau ngomong dulu sama Om Daniel," jawab Nida pada wanita yang tengah berbaring di atas r4njang pasien. "Iya."***"Pah, kenapa sih ngizinin si Nida nungguin tante Gita di rumah sakit sendirian? Gimana kalau Nida dipvkulin, dijambak atau diperlakukan gak baik sama tante Gita. Kasihan kan Nida, Pah," cerocos Bianca ketika baru pulang dari kampus dan menanyakan keberadaan Nida. Dia begitu mencemaskan keadaan anak adik papahnya itu. "Iya, Mas Ayang. Kenapa juga diizinin? Kasihan Nida." Namira tak kalah cemas begitu mendengar Nida ada di rumah sakit menemani Gita karena Evan dan Yuda bekerja. "Sayang, aku juga baru tau. Tadi Yuda telepon. Kata Yuda, itu kemauan Nida s
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-07
Baca selengkapnya

Bab 174B. Pulang Bareng

"Hebat amat kamu, bisa dicintai sama guru sendiri," timpal Gita ketika Nida menceritakan ada seorang guru yang mencintainya. Dia pun cerita karena Gita yang bertanya, apakah di sekolahnya ada yang jatuh cinta padanya atau tidak? Mau tidak mau, Nida bercerita tentang Pak Hanif yang mengungkapkan perasaan cinta padanya. "Iya tapi ... bikin males. Untung aja sekarang gurunya udah pindah ke sekolah lain," ucap Nida sambil menyuapi Gita makan makanan rumah sakit. "Pindah ngajarnya?""Iya. Gara-garanya sih ditegur Om Daniel," seloroh Nida cemberut. Gita terkejut, kedua matanya membeliak. "Oh ditegur sama Om kamu juga?""Iya, Mah ... tapi aku gak tau, apa yang diomongin Om Daniel ke guru itu.""Hahahaha ... pantesan, Pak Hanif pindah ngajarnya. Kalau kata Mamah, dia pasti diancam sama Om kamu, Nid. Hahahah ....""Mah, pelan-pelan ketawanya. Nanti kesedak." Nida mengambil segelas air, meminumkannya pada Gita. "Terima kasih, ya?""Sama-sama.""Mamah makannya udah dulu," kata Gita menatap s
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-07
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
2728293031
...
36
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status