Beranda / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 174B. Pulang Bareng

Share

Bab 174B. Pulang Bareng

Penulis: Syatizha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-07 10:53:27

"Hebat amat kamu, bisa dicintai sama guru sendiri," timpal Gita ketika Nida menceritakan ada seorang guru yang mencintainya. Dia pun cerita karena Gita yang bertanya, apakah di sekolahnya ada yang jatuh cinta padanya atau tidak? Mau tidak mau, Nida bercerita tentang Pak Hanif yang mengungkapkan perasaan cinta padanya.

"Iya tapi ... bikin males. Untung aja sekarang gurunya udah pindah ke sekolah lain," ucap Nida sambil menyuapi Gita makan makanan rumah sakit.

"Pindah ngajarnya?"

"Iya. Gara-garanya sih ditegur Om Daniel," seloroh Nida cemberut.

Gita terkejut, kedua matanya membeliak. "Oh ditegur sama Om kamu juga?"

"Iya, Mah ... tapi aku gak tau, apa yang diomongin Om Daniel ke guru itu."

"Hahahaha ... pantesan, Pak Hanif pindah ngajarnya. Kalau kata Mamah, dia pasti diancam sama Om kamu, Nid. Hahahah ...."

"Mah, pelan-pelan ketawanya. Nanti kesedak." Nida mengambil segelas air, meminumkannya pada Gita.

"Terima kasih, ya?"

"Sama-sama."

"Mamah makannya udah dulu," kata Gita menatap s
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 175. Boleh Tinggal Bareng?

    Daniel jadi ikutan cemas mendengar Nida ada di rumah sakit. Apalagi sampai sekarang Bianca tak juga memberi kabar. "Sayang, kamu telepon Bianca. Apakah dia udah di rumah sakit menemui Nida atau belum?" titah Daniel saat keduanya tengah menonton televisi di dalam kamar. "Sebentar, aku ambil hapenya dulu." Namira beranjak, mengambil handphone yang tergeletak di atas meja rias. Kemudian, menghubungi Bianca. Tidak berselang lama, suara Bianca terdengar. "Iya, Mih. Ada apa?" tanya Bianca sambil keluar ruangan Gita, membiarkan Nida dan Gita yang tengah berbincang. "Kamu udah nyampe rumah sakit? Udah nemuin Nida?" tanya Namira duduk kembali di samping suaminya. Namira sengaja meloudspeaker sambungan teleponnya. "Udah dari tadi, Mih. Udah ketemu Nida juga," jawab Bianca. "Bagaimana keadaan Nida sekarang? Dia dijahatin Gita enggak?" Kali ini, yang bertanya Daniel. Dia sungguh mencemaskan keadaan Nida."Alhamdulillah enggak dij4hatin, Pah. Keadaan Nida juga baik-baik aja bahkan sekarang

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 176A. Tidak Satu Atap

    "Jangan. Jangan tinggal di sana. Kalau kamu mau main-main ke rumahnya, silakan. Tapi, jangan tinggal di sana." Daniel menjawab sangat tegas. Wajah Nida berubah masam. Bersedih, karena Daniel tidak mengizinkannya tinggal di rumah Yuda dan Gita. Melihat situasi seperti itu, Namira menoleh pada suaminya dan juga pada Nida. Namira berdehem, berucap. "Nida, kamu ganti seragam, mandi dan makan. Setelah itu, istirahat," sela Namira cepat. Tidak ingin melihat kesedihan Nida. "Iya, Kak." Sembari merunduk, Nida membalikkan badan, berjalan gontai menuju kamarnya. Setelah kepergian Nida, Namira menarik napas panjang, menyentuh bahu sang suami. "Mas?""Kenapa, Sayang?""Kenapa sampe membentak begitu?" tanya Namira lembut. Dia hanya takut, nantinya Nida tidak sayang lagi pada Daniel. "Aku bukan membentak, hanya berusaha tegas. Lagipula, mau ngapain Nida tinggal di rumah Yuda? Jangan hanya baru sehari Gita berubah menjadi baik, terus dia beranggapan Gita berubah baik selamanya? Belum tentu jug

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-08
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 176B. Malam Pertama

    Malam ini, Tina dan Ferry telah sah menjadi sepasang suami istri. Mereka sangat bahagia. Pernikahan sederhana yang dihadiri hanya oleh beberapa orang terdekat. Sekarang Ferry dan Tina tinggal di salah satu kontrakan yang letaknya dekat cafe tempat Ferry bekerja. Sepasang suami istri itu duduk di sisi r4njang. Mereka tampak salah tingkah satu sama lain. Begitu pula Ferry, meskipun sebelumnya sudah menikah tapi dia belum pernah mengalami rasa gugup seperti malam ini. Dari dua pernikahannya terdahulu, yang memulai malam pertama istri-istrinya. Bisa dikatakan istrinya yang lebih agr3sif. Sedangkan sekarang, istrinya justru sangat pasif. Sedari tadi, Ferry hanya melihat Tina merunduk, sembari jari jemarinya memilin ujung pakaian tidur yang trasnf4ran. Ferry melirik jam dinding, sudah pukul delapan malam. Suasana rumah kontrakan sudah sepi. Orang-orang yang menghadiri pernikahannya, telah pulang sejak satu jam lalu. Ferry berdehem, mendekati Tina yang masih saja merunduk. "Tina, aku bole

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-08
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 177A. Pura-Pura

    Hari ini, Gita sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Dia hanya over dosis obat tidur saja. Yulia bahagia karena sikap dan ucap Gita tidak kasar, tidak suka marah-marah lagi. "Hati-hati, Bu," ucap Yulia ketika mereka sudah sampai rumah. Yuda keluar mobil, membantu Gita duduk di kursi roda. Setelahnya, ia sendiri yang mendorong kursi roda yang ditempati Gita. "Alhamdulillah, akhirnya aku bisa pulang lagi ke rumah," ucap Gita tersenyum bahagia melihat keadaan rumahnya. Bi Wati, asisten rumah tangga Gita tergopoh-gopoh menghampiri majikannya yang baru pulang dari rumah sakit. "Bi Wati apa kabar?" tanya Gita lebih dulu. Bi Wati tentu saja terkejut mendengar sapaan dari majikannya itu. Sudah lama sekali Bi Wati tidak mendengar suara Gita yang lembut. Bi Wati bersimpuh di depan kursi roda Gita. Sebulir air mata menetes membasahi wajah. "Alhamdulillah, kabar saya baik, Bu," jawab Bi Wati menyeka lelehan air matanya. "Bibi ngapain duduk di situ? Berdiri aja." Gita memegang kedua bahu Bi

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-08
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 177B. Jangan Berburuk Sangka

    "Nida ... buka pintunya, Nidaaaa ....!"Nida yang tengah berbaring di atas r4njang menoleh ke arah pintu. Suara itu adalah suara Bianca. Salah satu orang yang melarangnya tinggal di rumah Yuda. "Nidaaa ... aku tau, kamu lagi rebahan kan? Kamu mau ikut ke rumah Om Yuda gak? Katanya Tante Gita sekarang udah pulang. Nidaaaaa ...."Mendengar kabar Gita sudah pulang dari rumah sakit, Nida langsung beringsut, turun dari r4njang, berjalan cepat dan membuka pintu. "Aku ikut! Serius kan, kalau mamah Gita udah pulang ke rumah?" tanya Nida semangat. Bianca mengangukkan kepala. "Iya, beneran. Tadi Evan telepon aku. Mau ikut gak? Kalau enggak, aku sama papah dan Mamih berangkat sekarang," kata Bianca agak mengancam. "Ikut dong, Kak ... tapi aku belum mandi," kata Nida meringis. Bianca membulatkan kedua mata."Dih, jorok amat kamu, Nid? ini udah jam sebelas siang, belum juga mandi. Dah ah, kamu nanti nyusul aja!""Dih, Kakak ...." Nida menarik lengan Bianca. "Aku males mandi soalnya lagi bete

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-08
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 178A. 21 Juli

    Yuda mendorong kursi roda Gita keluar kamar, menemui keluarga Daniel yang datang bertamu."Mamah ...." pekik Nida langsung menghampiri Gita yang baru saja masuk ke ruang tamu bersama papahnya. Nida memeluk Gita, sembari mencium punggung tangan Gita dan juga Yuda. "Aku seneng deh, Mamah udah di rumah lagi," ujar Nida riang. Yuda tersenyum bahagia melihat tingkah Nida yang manja pada Gita. Begitu pula Gita, ia tersenyum manis, mengusap punggung tangan Nida. "Alhamdulillah. Mamah gak betah tinggal di rumah sakit. Oh ya, kamu jadi tinggal di sini gak?" tanya Gita membuat senyum Nida menghilang seketika. Gadis itu tak langsung menjawab, pandangannya beralih pada Daniel yang duduk satu sofa dengan istrinya. "Nida akan tetap tinggal di rumah kami. Dia gak boleh pergi dari sana." Ucapan Daniel terdengar datar dan tegas. Nida merunduk sedih. Namira menggamit lengan Daniel agar tetap tenang. Sedangkan Bianca hanya terdiam. Gita memaksakan bibir tersenyum sembari mengusap punggung Nida. "Oh

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-08
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 178B. Kenal

    Sepasang pengantin baru itu terlihat sangat bahagia. Ferry masih tak menyangka kalau ia bisa menikah dengan seorang wanita yang masih p3r4wan. Rasanya sungguh berbeda. N1kmatnya pun sangat berbeda. Berbeda dari kedua istri Ferry sebelumnya. Bahkan hari ini, Ferry masih cuti, tidak berangkat kerja karena masih enggan meninggalkan Tina sendirian di rumah. Sejak kemarin sore, mereka memadu kasih. Ferry begitu mencintai Tina, pun Tina ... begitu mencintai Ferry."Sayang, nyuci sprey-nya belum selesai?" tanya Ferry menghampiri Tina yang tengah menggosok-gosok bercak d4rah di sprey tersebut. Dia agak kesulitan karena bercak darah sudah mengering. "Belum, Mas. Sebentar, ya?" jawab Tina agak kesusahan menghilangkan noda itu. "Belum bisa hilang ya nodanya?" tanya Ferry menghampiri sang istri. Menelisik bercak darah tersebut. "Belum. Mungkin karena enggak cepat-cepat langsung dicuci, jadi mengering," jawab Tina yang masih berusaha menggosokkan noda darah tersebut. "Sudah, biarin saja. Sekar

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-08
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 179A. Penyebab

    "Iya, Mas. Apa kamu kenal dekat dengannya?" Tina sangat bahagia jika Ferry benar-benar mengenal lelaki itu meskipun nantinya Tina akan diakui sebagai anak atau tidak. Paling tidak, ia bisa bertemu dengan ayah biologisnya. "Kenal dekat gak. Tapi, pernah lihat dan kenalan. Nanti kalau udah di Surabaya, kita cari tau alamat ini. Semoga saja kamu bisa bertemu dengannya.""Aamiin."Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk. Ferry dan Tina menoleh ke arah pintu. "Aku bukain pintu dulu, Mas.""Jangan. Biar aku aja!" cegah Ferry. Tidak ingin istrinya yang membuka pintu. Ia takut kalau yang datang bukan orang yang baik, justru orang j4hat. "Assalamualaikum."Seorang bapak-bapak yang tak asing bagi Ferry berdiri di depan mata. "Waalaikumsalam. Pak Haji, ya? Pak Haji pemilik toko di depan rumah Mutiara kan?" Ferry mengenal Pak Haji. Tetapi lelaki berpeci putih itu tampal tidak terlalu mengenal Ferry. "Iya. Mas kenal saya?""Kenal, Pak Haji. Mungkin Pak Haji gak terlalu ngeuh sama saya. Oh ya,

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-09

Bab terbaru

  • Benih Papa Sahabatku   Bbab 217. Cuma Kamu

    "Udah gila ibunya si Hanif. Enak bener dia bilang gitu. Terus kamu bilang apa? Ngizinin Hanif nikah lagi? Mau kamu dipoligami?"Shella tersulut emosi. Sejak dulu, Shella sudah sangat geram melihat tingkah laku keluarga Hanif. Mereka semua benalu dan penjilat. Sering kali meminta uang pada Nida. "Enggaklah, Ma. Aku minta diceraikan kalau Mas Hanif mau poligami. Aku sadar diri, bukan wanita yang ikhlas dan penyabar. Enggak sanggup kalau harus berbagi suami dengan wanita lain." Masih dengan sikap santai, Nida menjawab pertanyaan ibu sambungnya. Shella begitu miris mendengar cerita yang disampaikan Nida. Kasihan Nida. Semasa hidupnya selalu saja ada masalah yang dihadapi."Tapi, Nida ... Kayaknya Hanif enggak mungkin menceraikanmu. Dia sangat mencintaimu. Mama yakin itu."Sebisa mungkin, Shella menghibur Nida. Dibalik sikap tenang dan santainya, Shella yakin sebetulnya Nida pun bersedih. Nida tersenyum miring mendengar tanggapan Shella. "Kalau mamanya yang minta, ada kemungkinan Mas H

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 216. Izin Nikah Lagi

    "Sudahlah, Ma. Jangan ngomong macam-macam. Aku enggak mungkin menceraikan dia!"Senyum yang sebelumnya terlihat di wajah ibu Ros, seketika lenyap. "Hanif, mau sampai kapan kamu enggak punya anak? Dia itu mandul! Keturunan mandul, Hanif!"Ibu Ros tersulut emosi. Tak menyangka jika anak sulungnya berani melawan perintah padahal sebelumnya tidak pernah."Aku enggak peduli, Ma. Nida mandul atau tidak, aku enggak akan ceraikan dia. Aku sayang Nida, Maaaa ... aku cinta dia ...."Memang, Hanif begitu mencintai Nida. Sejak dulu hingga sekarang cintanya tak pernah berubah. "Halah, cinta, sayang! Kamu itu buta, Hanif! Umurmu udah tua. Tapi, sampai sekarang belum juga punya anak. Kalau kamu udah tua nanti, udah enggak bisa beraktivitas lagi, siapa yang akan menyayangimu? Kamu lihat, Nida. Dia masih muda. Mama yakin, kalau kamu udah sakit-sakitan pasti dia ninggalin kamu! Kalau dia ninggalin kamu, kamu mau sama siapa? Anak enggak punya!"Hanif memejamkan kedua mata, memijat pelipis. Tidak perna

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 215. Ceraikan Dia!

    "Apa hubungannya?" Bukannya menjawab, Axel justru balik tanya. Alea manyun, memukul bahu kakaknya. "Pulang ke rumah lagi, Kak. Kasihan mama tau! Nangis terus."Alea mengingat kembali kesedihan yang dialami Bianca. Axel bersikap santai, pandangannya lurus ke depan. "Aku masuk kelas dulu!" Tanpa menanggapi ucapan adiknya, Axel masuk ke dalam kelas. Alea benar-benar dibuat kesal. Rencana mengajak Axel kembali ke rumah gagal lagi.*** "Jam segini baru bangun! Pantas saja asam lambungnya sering kumat! Istrinya saja malas menyiapkan sarapan," celetuk ibu Ros saat Nida baru datang ke ruang meja makan. Ibu Ros yang tengah sarapan roti tawar, melirik Nida yang mengacuhkan. "Kamu dengar Mama enggak, Nida?" Sentak ibu Ros. Kedua mata seperti hendak melompat. Amarah terlihat jelas dari raut wajah. "Denger," sahut Nida cuek. Melihat sikap menantunya seperti itu, Ibu Ros semakin marah dan membenci. "Kalau kamu denger, harusnya bangun pagi! Siapin sarapan!"Lagi, Nida tetap cuek. Ia justru me

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 214. Mau Pulang Enggak?

    "Enggak. Mami enggak melakukan kesalahan apapun, Lea. Mami orang yang baik. Namira sahabatku, ibu sambungku yang paling baik bahkan kebaikannya melebihi ibuku sendiri." Bianca langsung menyanggah pertanyaan Alea. Gadis itu tertunduk sesaat, menghela napas berat. "Lalu, kenapa Mama merahasiakan mereka adalah orang tua kandungku?" Pertanyaan yang baru saja terlontar dari mulut Alea membuat Bianca tersentak. Kedua matanya membeliak lalu sikap berubah salah tingkah. "Bu-bukan maksud ingin merahasiakan ta-tapi ...."Tak sanggup, Bianca meneruskan kalimat. Teringat kekurangan dalam diri bahwa sebetulnya Bianca tak bisa memberikan keturunan untuk Evan karena ia telah divonis mandul oleh dokter. "Ya udah, Ma. Enggak usah diucapkan kalau memang alasannya akan menyakitiku atau menyakiti hati Mama lagi."Alea mencoba berpikir bijak. Tak ingin wanita yang telah merawatnya penuh kasih sayang itu bersedih dan menangis lagi. "Bukan begitu, Lea. Ma-Mama ....""Kenapa kamu masih saja menyebut diri

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 213. Kesalahan

    Alea terdiam, tidak langsung menanggapi rintihan wanita yang selama ini telah dianggap ibu kandungnya sendiri. "Ma, sudah, Ma ... jangan nangis ya? Seharian ini Mama nangis terus. Nanti Mama sakit ...." ucap Alea berusaha menenangkan Bianca. Istri Evan itu menggelengkan kepala berulang kali. Sekarang Bianca telah menyesal karena telah membohongi kedua adiknya belasan tahun lamanya. Selama ini, Bianca dan Evan selalu menanamkan sifat jujur pada si kembar. Namun, dia sendiri yang tidak jujur pada mereka. Bianca merasa sangat jahat pada Axel dan Alea. Bianca meraih salah satu telapak tangan Alea, menggenggamnya erat. "Alea, maafkan Mama, Nak ... maafin Mama ... Mama udah jahat sama kamu. Udah bohongi kamu dan Axel. Maafin Mama, Lea ...." Sangat sungguh-sungguh Bianca mengucapkan kata maaf. Tampaknya Bianca sangat menyesal dan bersedih karena telah merahasiakan kedua orang tua kandung Axel dan Alea. "Jangan minta maaf terus, Ma ... Aku dan Kak Axel udah maafin Mama. Udah ya, Ma

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 212. Sangat Rindu

    "Kamu benar, Xel. Apapun alasan Mbak Bian dan Mas Evan merahasiakan kedua orang tua kalian, tetap salah. Tapi, kamu juga jangan marah lama-lama. Coba kamu tanyakan baik-baik pada mereka, apa alasannya?" Gilang tak mau terlalu banyak menanggapi cerita yang disampaikan Axel. Ia tak mau, kalau dianggap ikut campur atau memihak ke salah satu keluarga itu. "Enggak tau, Bang. Jujur saja, aku masih kecewa. Masih enggak nyangka aja kalau mereka tega sama mama dan papaku. Misalnya mama Bianca membenci mamaku, kenapa pula dia sayang aku dan Alea?"Berbagai tanya diucapkan Axel. Benar-benar bingung dengan alasan Bianca dan Evan merahasiakan kedua orang tua kandung Axel dan Alea. "Ya sudah enggak usah kamu pikirkan dulu. Sekarang lebih baik kamu tenangkan hati dan pikiran.""Iya, Bang."Handphone milik Gilang tiba-tiba berdering. Lelaki itu merogoh saku celana, lalu terlihat nama kontak yang tertera di layar ponsel. Panggilan dari Alea. Gilang tak langsung mengangkat panggilan telepon itu, me

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 211. Apapun Alasannya

    Nida menganggukkan kepala, mendengar tanggapan ibu mertua. "Iya, silakan saja Mama bicara dulu sama Mas Hanif. Maaf, Ma. Aku mau istirahat dulu. Apa masih ada yang mau Mama bicarakan?" Kalau saja tidak menghormati suaminya, Nida sudah ingin memarahi ibu Ros. "Enggak ada. Mama juga mau istirahat." Ibu Ros pergi lebih dulu, meninggalkan Nida yang masih duduk terpaku di ruang makan. Kepergian Ibu Ros dari ruangan itu, membuat Nida tercenung. Nida tak dapat menahan tangisan. Dalam keheningan, ia menangis tersedu-sedu. Nida juga ingin memiliki anak. Nida juga ingin merasakan hamil. Tapi, dia tidak memaksa Tuhan untuk memberinya keturunan. Nida selalu yakin, Tuhan lebih tahu, waktu dan saat yang tepat memiliki buah hati. Dengan kasar, Nida menyeka lelehan air mata. Ia beranjak, membersihkan piring kotor. Setelahnya, masuk ke dalam kamar. Baru saja menutup pintu kamar, terdengar suara dering handphone. Nida tahu, itu adalah suaminya. Nida berjalan menghampiri handphone y

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 210. Ceraikan Aku Dulu!

    Nida terkejut bukan main mendengar permohonan ibu Ros yang tak lain ibu mertuanya. Kedua mata Nida nyalang menatap wanita yang telah melahirkan suaminya. Sungguh, sedikitpun ia tak menyangka jika ibu Ros memintanya untuk mengizinkan Hanif menikah lagi.Sadar dari rasa terkejut, Nida menarik napas panjang. Ia tak boleh tersulut emosi. Jika sampai Nida memarahi ibu Ros, wanita itu pasti mengadu berlebihan pada Hanif."Oh, jadi Mama ingin aku izinin Mas Hanif nikah lagi? Supaya Mama dapat cucu dari istri barunya nanti? Begitu?" Nida sengaja mengulang keinginan ibu Ros dengan sikap yang santai. Ia juga melanjutkan suapan makan malamnya. Ibu Ros mengembuskan napas melihat ketenangan sikap Nida. "Iya begitu. Ya habis mau gimana lagi? Kamu juga sadar kan, enggak bisa kasih Hanif anak? Iya 'kan?"Yang salah tingkah bukan Nida, justru ibu Ros. Nida manggut-manggut sembari meneguk segelas air di dalam gelas hingga tandas. "Jujur ya, Ma. Sebenarnya aku enggak mau dipoligami. Enggak mau kala

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 209. Permohonan

    Di dalam kamar, Nida berdiri di depan pintu. Kedua matanya terpejam, mulutnya mengucapkan istighfar berulang kali. Terkadang Nida sangat bersedih jika mengingat tak juga diberi buah hati. Berbagai cara telah Nida lakukan bahkan ia sempat menawarkan pada Hanif agar melakukan program bayi tabung tapi Hanif tak setuju. "Program bayi tabung itu mahal, Dek.""Tapi aku ada uangnya, Mas. Aku kan kerja. Uang hasil aku kerja kan jarang dipake." "Kamu menganggap Mas enggak punya uang? Kamu merendahkan Mas? Mas emang bukan pengusaha seperti keluargamu, tapi uang PNS yang Mas dapatkan sudah lebih dari cukup. Sudahlah, enggak usah melakukan program bayi tabung. Kalau sudah waktunya, nanti juga kita dikasih anak."Begitulah perdebatan Nida dengan suaminya suatu waktu. Setelah itu, Nida tak mengusulkan apa-apa lagi. Lebih memilih diam dan menerima hinaan dan makian dari keluarga Hanif terutama ibunya. Beruntung, Nida tipikal wanita bodo amatan. Terpenting baginya, Hanif mencintainya dengan tulus d

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status