Home / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 177A. Pura-Pura

Share

Bab 177A. Pura-Pura

Author: Syatizha
last update Last Updated: 2025-02-08 07:17:35

Hari ini, Gita sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Dia hanya over dosis obat tidur saja. Yulia bahagia karena sikap dan ucap Gita tidak kasar, tidak suka marah-marah lagi.

"Hati-hati, Bu," ucap Yulia ketika mereka sudah sampai rumah.

Yuda keluar mobil, membantu Gita duduk di kursi roda. Setelahnya, ia sendiri yang mendorong kursi roda yang ditempati Gita.

"Alhamdulillah, akhirnya aku bisa pulang lagi ke rumah," ucap Gita tersenyum bahagia melihat keadaan rumahnya.

Bi Wati, asisten rumah tangga Gita tergopoh-gopoh menghampiri majikannya yang baru pulang dari rumah sakit.

"Bi Wati apa kabar?" tanya Gita lebih dulu. Bi Wati tentu saja terkejut mendengar sapaan dari majikannya itu. Sudah lama sekali Bi Wati tidak mendengar suara Gita yang lembut.

Bi Wati bersimpuh di depan kursi roda Gita. Sebulir air mata menetes membasahi wajah.

"Alhamdulillah, kabar saya baik, Bu," jawab Bi Wati menyeka lelehan air matanya.

"Bibi ngapain duduk di situ? Berdiri aja." Gita memegang kedua bahu Bi
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 177B. Jangan Berburuk Sangka

    "Nida ... buka pintunya, Nidaaaa ....!"Nida yang tengah berbaring di atas r4njang menoleh ke arah pintu. Suara itu adalah suara Bianca. Salah satu orang yang melarangnya tinggal di rumah Yuda. "Nidaaa ... aku tau, kamu lagi rebahan kan? Kamu mau ikut ke rumah Om Yuda gak? Katanya Tante Gita sekarang udah pulang. Nidaaaaa ...."Mendengar kabar Gita sudah pulang dari rumah sakit, Nida langsung beringsut, turun dari r4njang, berjalan cepat dan membuka pintu. "Aku ikut! Serius kan, kalau mamah Gita udah pulang ke rumah?" tanya Nida semangat. Bianca mengangukkan kepala. "Iya, beneran. Tadi Evan telepon aku. Mau ikut gak? Kalau enggak, aku sama papah dan Mamih berangkat sekarang," kata Bianca agak mengancam. "Ikut dong, Kak ... tapi aku belum mandi," kata Nida meringis. Bianca membulatkan kedua mata."Dih, jorok amat kamu, Nid? ini udah jam sebelas siang, belum juga mandi. Dah ah, kamu nanti nyusul aja!""Dih, Kakak ...." Nida menarik lengan Bianca. "Aku males mandi soalnya lagi bete

    Last Updated : 2025-02-08
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 178A. 21 Juli

    Yuda mendorong kursi roda Gita keluar kamar, menemui keluarga Daniel yang datang bertamu."Mamah ...." pekik Nida langsung menghampiri Gita yang baru saja masuk ke ruang tamu bersama papahnya. Nida memeluk Gita, sembari mencium punggung tangan Gita dan juga Yuda. "Aku seneng deh, Mamah udah di rumah lagi," ujar Nida riang. Yuda tersenyum bahagia melihat tingkah Nida yang manja pada Gita. Begitu pula Gita, ia tersenyum manis, mengusap punggung tangan Nida. "Alhamdulillah. Mamah gak betah tinggal di rumah sakit. Oh ya, kamu jadi tinggal di sini gak?" tanya Gita membuat senyum Nida menghilang seketika. Gadis itu tak langsung menjawab, pandangannya beralih pada Daniel yang duduk satu sofa dengan istrinya. "Nida akan tetap tinggal di rumah kami. Dia gak boleh pergi dari sana." Ucapan Daniel terdengar datar dan tegas. Nida merunduk sedih. Namira menggamit lengan Daniel agar tetap tenang. Sedangkan Bianca hanya terdiam. Gita memaksakan bibir tersenyum sembari mengusap punggung Nida. "Oh

    Last Updated : 2025-02-08
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 178B. Kenal

    Sepasang pengantin baru itu terlihat sangat bahagia. Ferry masih tak menyangka kalau ia bisa menikah dengan seorang wanita yang masih p3r4wan. Rasanya sungguh berbeda. N1kmatnya pun sangat berbeda. Berbeda dari kedua istri Ferry sebelumnya. Bahkan hari ini, Ferry masih cuti, tidak berangkat kerja karena masih enggan meninggalkan Tina sendirian di rumah. Sejak kemarin sore, mereka memadu kasih. Ferry begitu mencintai Tina, pun Tina ... begitu mencintai Ferry."Sayang, nyuci sprey-nya belum selesai?" tanya Ferry menghampiri Tina yang tengah menggosok-gosok bercak d4rah di sprey tersebut. Dia agak kesulitan karena bercak darah sudah mengering. "Belum, Mas. Sebentar, ya?" jawab Tina agak kesusahan menghilangkan noda itu. "Belum bisa hilang ya nodanya?" tanya Ferry menghampiri sang istri. Menelisik bercak darah tersebut. "Belum. Mungkin karena enggak cepat-cepat langsung dicuci, jadi mengering," jawab Tina yang masih berusaha menggosokkan noda darah tersebut. "Sudah, biarin saja. Sekar

    Last Updated : 2025-02-08
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 179A. Penyebab

    "Iya, Mas. Apa kamu kenal dekat dengannya?" Tina sangat bahagia jika Ferry benar-benar mengenal lelaki itu meskipun nantinya Tina akan diakui sebagai anak atau tidak. Paling tidak, ia bisa bertemu dengan ayah biologisnya. "Kenal dekat gak. Tapi, pernah lihat dan kenalan. Nanti kalau udah di Surabaya, kita cari tau alamat ini. Semoga saja kamu bisa bertemu dengannya.""Aamiin."Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk. Ferry dan Tina menoleh ke arah pintu. "Aku bukain pintu dulu, Mas.""Jangan. Biar aku aja!" cegah Ferry. Tidak ingin istrinya yang membuka pintu. Ia takut kalau yang datang bukan orang yang baik, justru orang j4hat. "Assalamualaikum."Seorang bapak-bapak yang tak asing bagi Ferry berdiri di depan mata. "Waalaikumsalam. Pak Haji, ya? Pak Haji pemilik toko di depan rumah Mutiara kan?" Ferry mengenal Pak Haji. Tetapi lelaki berpeci putih itu tampal tidak terlalu mengenal Ferry. "Iya. Mas kenal saya?""Kenal, Pak Haji. Mungkin Pak Haji gak terlalu ngeuh sama saya. Oh ya,

    Last Updated : 2025-02-09
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 179B. Lihat Saja!

    "Pa Haji, mohon maaf sebelumnya. Bukan saya ingin mengumbar aib bapak sendiri. Tapi, perbuatan dia pada istri saya melebihi perbuatan Ibl1s. Coba Pak Haji pikirkan, menantunya sendiri mau dip3rkos4, Pak Haji!" Penuh luapan emosi, Ferry mengungkapkan perbuatan buruk Darmantyo. Sontak Pak Haji terkejut. "Astaghfirullah ... jadi ...." Pak Haji tak menyangka kalau perbuatan Darmantyo sangat b3jat. "Alhamdulillah, ada warga yang mendengar teriakan istri saya. Belum sempat dia melakukan aksi b3jatnya, warga datang dan menginjak al4t kel3minnya.""Astaghirullahalazhim ... saya bener-bener gak nyangka kalau Pak Dar seperti itu. Kayaknya emang bener, Mas. Kalau Pak Dar sedang dihukum Allah. Baguslah, sekarang burungnya dipotong. Dengan begitu, dia gak akan berbuat j4hat lagi." Pak Haji ikutan geram mendengar cerita yang disampaikan Ferry tentang kelakuan b3j4t Darmantyo. "Memangnya Pak Haji disuruh apa ama dia sampai mencari saya?" "Dia nyuruh Mas Ferry menjenguknya. Kalau masalah administ

    Last Updated : 2025-02-09
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 180A. Maaf

    "Nida, kamu kan gak bawa baju ganti. Nanti kalau mau ganti baju, mau pake baju Evan?" celetuk Bianca pada Nida yang sudah berdiri di dekat Gita, Yuda dan Evan. Dia masih tidak ingin kalau Nida tinggal satu rumah dengan Gita. Bianca belum seratus persen percaya kalau Gita sikapnya berubah. Nida cemberut, baru ingat kalau dirinya belum bawa baju ganti. "Udah gak apa-apa, nanti Om suruh Pak Joko yang nganterin ke sini."Senyum Nida langsung sumringah, hatinya sangat bahagia karena Daniel menyetujui dirinya menginap di rumah Yuda. "Makasih banyak, Om.""Iya, sama-sama. Ibu Gita, saya titip keponakan saya," kata Daniel tegas. Gita mengulas senyum tipis, menganggukkan kepala seraya berucap, "Iya, Pak Daniel. Saya akan menjaga Nida seperti anak saya sendiri," ucap Gita berusaha meyakinkan Daniel dan yang lainnya. Namun tidak bagi Bianca. Gadis itu masih tidak percaya dengan calon ibu mertuanya. "Baik, terima kasih. Kami pamit pulang, assalamualaikum.""Waalaikumsalam."****"Pah, kenap

    Last Updated : 2025-02-09
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 180B. Tidak Percaya

    "Enggak apa-apa, Nida. Mamah terima kok kalau emang itu terjadi. Ya udah, Mamah dan Papahmu mau masuk kamar dulu. Kamu juga harus istirahat ya. Kamarmu di atas," ucap Gita sebelum meninggalkan Nida yang duduk di kursi meja makan. "Iya, Mah.""Nida, Papah mau istirahat dulu.""Iya, Pah."Nida menarik napas panjang melihat kedua orang itu pergi meninggalkannya. Nida pikir, malam ini mereka akan berbincang banyak hal. Kehangatan sebuah keluarga. Ternyata baru jam delapan malam saja, Yuda dan Gita sudah masuk ke dalam kamar. Tinggallah Nida dan Evan yang masih di ruang makan. "Nida, tadi Bianca telepon aku. Katanya kamu betah gak di sini? Aku bilang, kamu betah. Benar 'kan?" Evan sengaja membiacarakan hal lain sebab ia tahu kalau Nida pasti bersedih melihat kedua orang tuanya masuk ke dalam kamar. "Betah dong, Kak. Ya udah, Kak ... aku masuk kamar duluan ya?""Iya. Met istirahat, Nida.""Kak Evan juga."Nida meninggalkan Evan seorang diri. Nida menaiki anak tangga yang menghubungkan k

    Last Updated : 2025-02-09
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 181A. Dianggap Berubah

    Tubuh Nida gemetar dibentak Yuda. Tak menyangka kalau Yuda tidak mempercayai ucapannya. Hati Nida seketika remuk. Airmata tak bisa dibendung lagi, membasahi wajah gadis belasan tahun itu. Jika boleh jujur, Nida juga sebenarnya tidak percaya kalau Gita yang masuk ke kamar dan membekap mulutnya dengan bantal. Tetapi, pakaian yang dikenakan Gita sama persis dengan pakaian yang dikenakan orang itu. Begitu pula wajahnya, sangat mirip dengan wajahnya. Hanya saja, kenapa orang itu bisa berjalan sedangkan Gita masih lumpuh? "Ya Allah, sebenarnya siapa orang yang masuk kamar ini? Siapa yang membekap wajahku? Aku sangat yakin dia adalah tante Gita tapi nyatanya, tante Gita belum bisa jalan." Hati Nida terus bertanya-tanya. Dia bingung dan bersedih kenapa mesti terjadi masalah ini padanya? Seketika, Nida ingin pergi dari rumah ini. Hati Nida sangat kecewa karena Yuda telah membentak dan tidak percaya padanya. Nida bangkit dari tempat tidur. Mengemasi pakaian. Ia ingin pergi malam ini juga. Te

    Last Updated : 2025-02-09

Latest chapter

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 213. Kesalahan

    Alea terdiam, tidak langsung menanggapi rintihan wanita yang selama ini telah dianggap ibu kandungnya sendiri. "Ma, sudah, Ma ... jangan nangis ya? Seharian ini Mama nangis terus. Nanti Mama sakit ...." ucap Alea berusaha menenangkan Bianca. Istri Evan itu menggelengkan kepala berulang kali. Sekarang Bianca telah menyesal karena telah membohongi kedua adiknya belasan tahun lamanya. Selama ini, Bianca dan Evan selalu menanamkan sifat jujur pada si kembar. Namun, dia sendiri yang tidak jujur pada mereka. Bianca merasa sangat jahat pada Axel dan Alea. Bianca meraih salah satu telapak tangan Alea, menggenggamnya erat. "Alea, maafkan Mama, Nak ... maafin Mama ... Mama udah jahat sama kamu. Udah bohongi kamu dan Axel. Maafin Mama, Lea ...." Sangat sungguh-sungguh Bianca mengucapkan kata maaf. Tampaknya Bianca sangat menyesal dan bersedih karena telah merahasiakan kedua orang tua kandung Axel dan Alea. "Jangan minta maaf terus, Ma ... Aku dan Kak Axel udah maafin Mama. Udah ya, Ma? Janga

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 212. Sangat Rindu

    "Kamu benar, Xel. Apapun alasan Mbak Bian dan Mas Evan merahasiakan kedua orang tua kalian, tetap salah. Tapi, kamu juga jangan marah lama-lama. Coba kamu tanyakan baik-baik pada mereka, apa alasannya?" Gilang tak mau terlalu banyak menanggapi cerita yang disampaikan Axel. Ia tak mau, kalau dianggap ikut campur atau memihak ke salah satu keluarga itu. "Enggak tau, Bang. Jujur saja, aku masih kecewa. Masih enggak nyangka aja kalau mereka tega sama mama dan papaku. Misalnya mama Bianca membenci mamaku, kenapa pula dia sayang aku dan Alea?"Berbagai tanya diucapkan Axel. Benar-benar bingung dengan alasan Bianca dan Evan merahasiakan kedua orang tua kandung Axel dan Alea. "Ya sudah enggak usah kamu pikirkan dulu. Sekarang lebih baik kamu tenangkan hati dan pikiran.""Iya, Bang."Handphone milik Gilang tiba-tiba berdering. Lelaki itu merogoh saku celana, lalu terlihat nama kontak yang tertera di layar ponsel. Panggilan dari Alea. Gilang tak langsung mengangkat panggilan telepon itu, me

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 211. Apapun Alasannya

    Nida menganggukkan kepala, mendengar tanggapan ibu mertua. "Iya, silakan saja Mama bicara dulu sama Mas Hanif. Maaf, Ma. Aku mau istirahat dulu. Apa masih ada yang mau Mama bicarakan?" Kalau saja tidak menghormati suaminya, Nida sudah ingin memarahi ibu Ros. "Enggak ada. Mama juga mau istirahat." Ibu Ros pergi lebih dulu, meninggalkan Nida yang masih duduk terpaku di ruang makan. Kepergian Ibu Ros dari ruangan itu, membuat Nida tercenung. Nida tak dapat menahan tangisan. Dalam keheningan, ia menangis tersedu-sedu. Nida juga ingin memiliki anak. Nida juga ingin merasakan hamil. Tapi, dia tidak memaksa Tuhan untuk memberinya keturunan. Nida selalu yakin, Tuhan lebih tahu, waktu dan saat yang tepat memiliki buah hati. Dengan kasar, Nida menyeka lelehan air mata. Ia beranjak, membersihkan piring kotor. Setelahnya, masuk ke dalam kamar. Baru saja menutup pintu kamar, terdengar suara dering handphone. Nida tahu, itu adalah suaminya. Nida berjalan menghampiri handphone y

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 210. Ceraikan Aku Dulu!

    Nida terkejut bukan main mendengar permohonan ibu Ros yang tak lain ibu mertuanya. Kedua mata Nida nyalang menatap wanita yang telah melahirkan suaminya. Sungguh, sedikitpun ia tak menyangka jika ibu Ros memintanya untuk mengizinkan Hanif menikah lagi.Sadar dari rasa terkejut, Nida menarik napas panjang. Ia tak boleh tersulut emosi. Jika sampai Nida memarahi ibu Ros, wanita itu pasti mengadu berlebihan pada Hanif."Oh, jadi Mama ingin aku izinin Mas Hanif nikah lagi? Supaya Mama dapat cucu dari istri barunya nanti? Begitu?" Nida sengaja mengulang keinginan ibu Ros dengan sikap yang santai. Ia juga melanjutkan suapan makan malamnya. Ibu Ros mengembuskan napas melihat ketenangan sikap Nida. "Iya begitu. Ya habis mau gimana lagi? Kamu juga sadar kan, enggak bisa kasih Hanif anak? Iya 'kan?"Yang salah tingkah bukan Nida, justru ibu Ros. Nida manggut-manggut sembari meneguk segelas air di dalam gelas hingga tandas. "Jujur ya, Ma. Sebenarnya aku enggak mau dipoligami. Enggak mau kala

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 209. Permohonan

    Di dalam kamar, Nida berdiri di depan pintu. Kedua matanya terpejam, mulutnya mengucapkan istighfar berulang kali. Terkadang Nida sangat bersedih jika mengingat tak juga diberi buah hati. Berbagai cara telah Nida lakukan bahkan ia sempat menawarkan pada Hanif agar melakukan program bayi tabung tapi Hanif tak setuju. "Program bayi tabung itu mahal, Dek.""Tapi aku ada uangnya, Mas. Aku kan kerja. Uang hasil aku kerja kan jarang dipake." "Kamu menganggap Mas enggak punya uang? Kamu merendahkan Mas? Mas emang bukan pengusaha seperti keluargamu, tapi uang PNS yang Mas dapatkan sudah lebih dari cukup. Sudahlah, enggak usah melakukan program bayi tabung. Kalau sudah waktunya, nanti juga kita dikasih anak."Begitulah perdebatan Nida dengan suaminya suatu waktu. Setelah itu, Nida tak mengusulkan apa-apa lagi. Lebih memilih diam dan menerima hinaan dan makian dari keluarga Hanif terutama ibunya. Beruntung, Nida tipikal wanita bodo amatan. Terpenting baginya, Hanif mencintainya dengan tulus d

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 208. Ceraikan Saja!

    Sungguh, perkataan ibu Ros sangat menyinggung hati Nida. Wanita itu menatap tajam mertuanya. "Terserah Mama. Mau makan lauk nasi ini atau mau nunggu aku yang masak tapi aku mandi dulu!" Sangat ketus, Nida berkata.Selama ini, dia sudah berusaha sangat sabar menghadapi mulut ibu mertua yang luar biasa pedasnya. Kerap kali Nida dikatakan mandul pada keluarga Hanif. Hal yang paling tidak disukai Nida, mereka sering kali berkata, "Kayaknya Mbak Nida enggak punya anak karena emang keturunan. Buktinya Mbak Bianca juga enggak punya keturunan."Jika saja karena tidak menghargai suaminya, Nida udah menampar wajah kedua adik iparnya itu. "Dasar menantu enggak tau diri! Harusnya dulu Hanif nikah sama ibu guru Marisa saja bukan nikah sama dia! Menyebalkan! Huh! Aku harus menelepon Hanif. Harus aku adukan sikap istri kurang ajarnya itu!" cetus Ibu Ros mengeluarkan handphone dari saku gamis yang dikenakan. Tidak berselang lama, panggilan telepon ibu Ros diangkat anak sulungnya. "Assalamualaikum

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 207. Tidak Berguna

    "Dari mana, Pa?" tanya Bianca ketika Evan datang ke ruang makan. Sebelumnya Bianca melihat Evan ke depan rumah. "Dari depan," jawab Evan singkat. Ia melihat raut wajah ceria pada Bianca. Mungkin karena sikap Alea yang sudah biasa-biasa lagi. Seperti tidak ada yang terjadi. Tidak berselang lama, Alea datang dengan senyum tipis. Ia menyapa Bianca dan Evan seperti biasa. Alea sangat berusaha agar tidak ada yang berubah. Ia merasa sangat bahagia dengan kehidupannya. Dengan peran Bianca dan Evan yang mengaku sebagai kedua orang tua. "Lea, Axel mana? Apa dia belum selesai mandi?" tanya Bianca, menatap lekat adiknya yang sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik. "Ma, Axel tadi keluar rumah. Mungkin dia hanya pergi sebentar. Lebih baik kita makan duluan saja." Evan yang menjawab. Mengetahui kalau Alea tampak kebingungan menjawab pertanyaan Bianca, wanita yang dianggap ibu selama ini. Raut wajah Bianca yang sebelumnya ceria, kini berubah muram. Ia menelan saliva, kembali bersedih. Kepalanya

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 206. Cafe

    "Brisik! Minggir! Kalau kamu enggak mau ikut, enggak apa-apa." Axel mendorong adiknya agar menyingkir dari hadapan. Anak lelaki itu telah selesai mengemasi pakaian dan barang-barang ke dalam koper. Figura foto yang ada di tangan Alea, tak diambil. Dengan langkah cepat, Axel keluar kamar, menuruni anak tangga."Axel!" Panggilan Evan membuat langkah kaki Axel terhenti. Evan berjalan cepat menghampiri Axel yang selama ini dianggap anak olehnya. "Kamu mau kemana?" tanya Evan saat berdiri di depan Axel. Kembaran Alea itu tak langsung menjawab, ia terdiam sesaat. Melihat sikap Axel, Evan sudah dapat menerka jika Axel belum mengetahui kemana arah perginya. "Papa enggak akan melarangmu pergi. Tapi, kalau kamu mau, tinggal saja di apartemen Papa. Dan Papa harap, kamu enggak putus sekolah." Sebisa mungkin Evan bicara baik-baik pada Axel. "Terima kasih atas tawarannya tapi aku rasa enggak perlu. Masalah sekolah, enggak perlu khawatir. Aku akan tetap sekolah sampai selesai. Aku pamit."Hanya

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 205. Apakah Tidak Cemas?

    Kendaraan yang ditumpangi Axel dan Alea telah memasuki halaman rumah keluarga Bragastara. Rumah yang selama ini menjadi saksi kebahagiaan Axel dan Alea memiliki kedua orang tua seperti Bianca dan Evan.Mesin mobil telah dimatikan, tapi Axel tetap bergeming. Pandangannya nanar pada rumah mewah nan megah itu. Benak Axel masih bertanya, kenapa Bianca begitu tega menyembunyikan kenyataan tentang siapa kedua orang tuanya? Apakah kedua orang tua Axel melakukan kesalahan sehingga Bianca begitu membenci mereka? Sehingga mereka tega tidak memberitahu kenyataan itu?"Mau turun dulu enggak, Kak?" Pertanyaan Alea menyentak lamunan lelaki yang berkulit putih, bermata agak sipit dan memiliki tinggi badan sekitar 178 cm itu. "Ya. Aku mau ngambil barang-barang dan pakaian dulu.""Kak, coba pikirin lagi. Jangan kebawa emosi. Coba berpikir positif," tegur Alea mengingatkan keputusan Axel yang ingin pergi dari rumah. Axel tak menanggapi, ia membuka pintu mobil, lalu berjalan lebih dulu ke pintu depan.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status