Home / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Chapter 241 - Chapter 250

All Chapters of Benih Papa Sahabatku: Chapter 241 - Chapter 250

358 Chapters

Bab 147B. Bukan Kenalan

Yuda terkekeh, menggelengkan kepala mendengar cerita yang disampaikan Shella. "Makanya, Shella ... kamu nikah lagi. Supaya gak timbul fitnah. Tuh si Bondan udah lama suka sama kamu. Kamunya aja enggak mau membuka hati lagi," kata Yuda yang tahu tentang gelagat Bondan yang diam-diam sering memerhatikan Shella. Namun, tampaknya Shella acuh tak acuh. Sekarang dalam benak Shella, ingin fokus meniti karier dan membesarkan anaknya. Tidak dapat dipungkiri, sebetulnya dalam hati Shella ada pria yang disukainya hanya saja dia merasa tak pantas. "Enggak tau nih, Pak. Saya masih ingat almarhum terus. Gimana ya? Kalau saya memaksakan diri buat nikah lagi sedangkan dalam hati hati masih ada nama suami, saya merasa berdosa dan tak enak pada suami yang baru. Saya cuma ingin, Pak ... ingin punya suami yang membuat saya jatuh cinta lagi. yang mau terima anak kandung saya, Pak," timpal Shella memandang keluar jendela mobil. Tak terasa, sebulir air mata menetes. Shella teringat kembali wajah suaminya.
last updateLast Updated : 2025-02-01
Read more

Bab 148A. Semoga Lekas Sembuh

"Ada apa, Pak Zo?" tanya Yuda ketika masuk ruangan. Sebelumnya Yuda telah mengenalkan Zovan dengan Shella. Dia berharap kalau mereka berjodoh. Mengingat Zovan lelaki yang baik dan bertanggung jawab. Zovan juga seorang pengacara yang memilih kasus yang tidak bertentangan dengan kej4hatan. Ia lebih senang membela yang benar. "Masalah kasus Bu Hesti besok sidang putusannya. Saya mau membicarakan masalah ini pada Pak Daniel gak enak, Pak. Katanya istri Pak Daniel sedang terkena musibah," ujar Zovan mengawali pembicaraan. Yuda menganggukkan kepala. "Iya. Pak Zo harus tetap memberitahu Pak Daniel. Setelah diberitahu, tunggu saja tanggapannya."Zovan menganggukkan kepala. Dia hanya khawatir nantinya akan dianggap tidak melihat waktu ketika orang lain terkena musibah, ia justru menceritakan masalah lain. "Enggak masalah saya kasih tau sekarang, Pak?""Enggak apa-apa. Pak Zo datang aja ke rumah sakit. Tadi kami bertemu di pemakaman salah satu karyawan kami yang meninggal dunia. Pak Daniel
last updateLast Updated : 2025-02-01
Read more

Bab 148B. Amat Dicintai

Daniel membuka pintu ruangan, terlihat Namira dan Bianca yang tengah berbicara dengan serius."Papah," pekik Bianca ketika menyadari Daniel masuk ke dalam ruangan. Bianca berdiri, mempersilakan Daniel duduk di kursi yang sebelumnya ia tempati. "Bian, sebaiknya kamu pulang ke rumah. Udah sore, Nak. Kasihan Nida juga. Dia di rumah sendirian, gak ada temannya," ujar Daniel pada anak gadisnya. Bianca tampak ragu mengiyakan perintah Daniel. "Bi, Mamih kamu udah ada Papah. Dia pasti aman. Sudah sana, pulang dulu."Bianca mengangukkan kepala, mengambil tas selempang, mengenakannya. "Oke deh. Aku mau pulang dulu. Mih, aku pulang, ya? Mamih juga cepet sembuh biar dibolehin pulang," ucap Bianca pada ibu sambungnya. "Iya, Bi. Makasih ya, kamu udah perhatian banget sama aku." Namira menanggapi, membiarkan Bianca pulang ke rumah, meninggalkan mereka berdua. Usai kepergian Bianca, Daniel mengajak istrinya berbincang. Kedua telapak tangan Namira diraih Daniel. Menggenggam penuh cinta. "Aku ka
last updateLast Updated : 2025-02-01
Read more

Bab 149. Jawab Apa?

Evan menghampiri Daniel yang takjub melihat penampilan Evan saat ini. Lelaki itu biasanya hanya mengenakan kemeja atau kaos biasa sekarang justru mengenakan jas, dasi dan kemeja serta celana bahan hitam panjang. "Wuish, kayaknya udah cocok nih jadi calon CEO?" Namira menyindiri Evan yang mencium punggun tangan suaminya. Evan memerhatikan dirinya sendiri sambil mengulas senyum lebar."Bisa aja. Belum cocok, kerjanya juga baru sehari," timpal Evan menyeringai. Daniel menepuk pundak Evan, terlihat bangga pada anak sahabatnya itu. "Kalau ada yang enggak kamu mengerti, kamu bisa tanya papahmu atau Shella. Nanti dia yang akan membimbingmu, Van," ujar Daniel pada Evan yang menganggukkan kepala. "Iya, Pak. Alhamdulillah, hari ini saya masih bisa mengatasinya. Masih bisa saya kerjakan sendiri, Pak."Jawaban Evan membuat Bianca menarik napas lega. Dia hanya bisa berharap dan berdoa semoga Evan tidak menyalahgunakan kepercayaan papahnya. "Alhamdulillah. Ya sudah hati-hati. Besok-besok kalau
last updateLast Updated : 2025-02-01
Read more

Bab 150A. Aku Takut

"Ya Allah, Nida ... jangan nangis. Harusnya kalau ada yang suka sama kamu atau cinta sama kamu, kamu seneng dong. Sekarang tinggal kamu sendiri yang ambil keputusan, mau diterima atau gak cintanya pak Guru?" timpal Namira merangkul pundak keponakan suaminya yang menangis tersedu-sedu. "Aku gak mau pacaran dulu, Kak ... aku juga belum cinta sama dia. Duhhh ...." Nida menghentakkan kedua kaki. Mengusap wajahnya yang penuh air mata. "Eh, eh ... kamu ini ... kalau kamu gak suka, tinggal bilang Nida.""Bilangnya gimana, Kak? Pak Hanif marah gak kalau aku tolak?" Nida semakin bingung menghadapi situasi seperti ini. "Hm, nanti kita pikirkan jawabannya ya? Sekarang jangan terlalu kamu pikirin masalah ini. Lebih baik kamu mandi, makan lalu istirahat. Aku lagi buru-buru, takut Om kamu marah nungguin kelamaan."Nida menganggukkan kepala, membiarkan Namira keluar rumah.Gadis itu menyeka lelehan air matanya. Berjalan ke kamar, dan membersihkan diri. "Mas Ayang maaf ... aku kelamaan ya?" ucap
last updateLast Updated : 2025-02-02
Read more

Bab 150B. Hanya Itu

"Hm, gimana ya? Aku juga bingung sih," tukas Bianca menyerah. Mereka yang berbicara di kamar Nida, saling berpikir. "Nid, gimana kalau masalah ini kamu ceritain ke Papahku? Kali aja Papah bisa bantu. Gimana?"Ide yang tidak bagus menurut Nida. Dia malu jika Daniel mengetahui masalah ini. Mungkin Daniel juga sudah tahu dari Namira."Ya udah deh, nunggu Om Daniel pulang dulu.""Emang Papah sama Mamih kemana, Nid?" tanya Bianca yang tidak tahu kepergian papahnya dan juga Namira. Nida mengedikkan kedua pundak. "Aku juga gak tau. Tadi lupa nanya. Kak, hmm ... aku mau tanya." "Tanya apa?" imbuh Bianca menatap Nida lebih serius lagi. "Mamah Gita udah keluar dari rumah sakit?"Bianca menggelengkan kepala. Dia pikir Nida akan bertanya tentang apa ternyata tentang wanita yang telah melahirkan Evan. "Udah. Kemarin kalau gak salah. Kenapa? Kamu mau jenguk dia lagi?" tanya Bianca. Suaranya terdengar tak suka."Iya, Kak. Aku pengen jenguk lagi. Ya walau gimana pun, tante Gita ibu sambungku. Se
last updateLast Updated : 2025-02-02
Read more

Bab 151A. Simpan di Depan

Bianca tertawa terbahak-bahak mendengar keinginan Gauri. Wanita yang tengah duduk di atas kursi roda itu sungguh tak tahu diri. "Hei, mau ngapain ketemu papahku langsung? Mau tebar pesona apa gimana sih? Lagian ya, papahku sekarang lagi gak ada di rumah. Papah sama mamihku lagi keluar rumah," ucap Bianca tak suka dengan keinginan Gauri. Baginya Gauri wanita yang tidak tahu malu. "Kemana?" tanya Gauri berharap dapat bertemu dengan Daniel. "Aku gak tau. Kalaupun aku tau, aku gak akan membertahumu," timpal Bianca menunjukkan raut wajah tak suka. Gauri merunduk, memainkan jari jemarinya. Tina berjongkok di samping kursi roda Gauri. Hatinya tak tega mendengar ucapan Bianca yang pastinya akan menyakiti hati wanita yang telah melahirkan Ferry. "Bu, kita pulang, ya? Pak Daniel-nya gak ada. Ya, Bu?"Sedih hati Tina melihat wanita yang sudah dianggap ibu sendiri cintanya bertepuk sebelah tangan. Akan tetapi, yang dikatakan Bianca tidak salah. Gauri harusnya tahu diri agar tidak memaksa in
last updateLast Updated : 2025-02-02
Read more

Bab 151B. Mau Minum Obat

Daniel mengambil alih pot tanaman itu dari tangan istrinya. Mereka berdua ke depan lagi, meletakkan tanaman tersebut diantara pot-pot bunga. "Kak Bian, gitu amat nanggepinnya? Orang Kak Namira antusias banget," kata Nida kesal pada sikap Bianca. "Sengaja. Eh, Nida, emang kamu mau ke rumahnya Evan buat ngejenguk tante Gita?""Iya, Kak. Temenin yuk! Aku kasihan tau kalau ingat kondisi Tante Gita.""Sebenarnya aku males banget ke sana. Tapi, okelah. Nanti aku suruh Evan jemput.""Enggak usah kali, Kak. Kita berangkat minta dianter Pak Joko aja. Kalau Kak Evan, nanti malah ngerepotin. Mau kapan ke sana, Kak?"Nida begitu antusias mendengar Bianca mau mengantar Nida ke rumah Evan untuk menjenguk Gita. "Kapan ya? Besok aja deh.""Nanti sore aja gimana, Kak?""Males ah."*** "Mas, makasih banyak ya? udah mau nganterin aku beli itu semua," ungkap Namira menggamit lengan suaminya sambil memerhatikan tiga pot tanaman yang baru saja mereka beli. "Iya, Sayang. Sama-sama. Aku bahagia kalau ka
last updateLast Updated : 2025-02-02
Read more

Bab 152A. Kenapa?

"Mau, Mas. Tapi, kesehatan Ibu bukannya membaik, kondisi Ibu justru ---'Tak sanggup Tina melanjutkan kalimat. Ia benar-benar merasa kasihan pada Gauri. Sesaat, tidak ada lagi yang bicara. Hanya suara jarum jam yang terdengar. "Sudah malam, Tina. Kamu tidurlah. Tidur di kamarmu, biar aku yang tidur di sini.""Tapi, Mas ... besok kan Mas Ferry harus kerja. Kalau tidur di sini, enggak bisa nyenyak.""Enggak apa-apa. Makasih ya, kamu udah merawat Ibu dengan baik.""Sama-sama, Mas.""Sekarang kamu tidur di kamar. Kamu harus istirahat cukup, Tina.""Iya, Mas."Tanpa membantah lagi, Tina keluar kamar, menuju kamar pribadinya. Ferry memerhatikan wajah ibunya yang semakin tirus. Ia menggenggam telapak tangan wanita yang telah melahirkannya. Ferry sungguh menyayangi ibunya, sangat mengharapkan Gauri sembuh total dari penyakit kanker. Namun, sepertinya harapan itu sulit terwujud melihat kondisi Gauri yang semakin hari semakin memburuk. Apa mungkin, penyakit yang diderita Gauri saat ini bukan
last updateLast Updated : 2025-02-02
Read more

Bab 153A. Kamu Kangen?

"Mah, istighfar, Mah ... istighfar ...." Evan dan Yuda panik melihat Gita menangis histeris, mengguncang-guncangkan kursi rodanya. Dua lelaki itu berusaha menenangkan Gita yang tak bisa mengendalikan dirinya. Tak bisa yang dilakukan Yuda untuk menenangkan Gita selain memeluknya. Yulia, suster yang disuruh merawat Gita datang tergopoh-gopoh berlari menghampiri Gita. "Sekarang aku gak berguna. Aku lumpuh! Aku cac4t! Huhuhuhuhu ...." Tangisan Gita semakin histeris dalam pelukan Yuda. Lelaki itu berusaha tetap tenang dan bersabar menghadapi perilaku Gita yang semakin hari semakin buruk. "Ibu tenang, Bu ... tenang ...." Yulia langsung berjongkok, mengelus punggung Gita dengan lembut. "Maafkan kami, Sayang. Maafkan kami ... udah ya, udah ... lebih baik kamu istirahat di kamar. Kamu harus tenang. Aku yakin kamu akan bisa jalan lagi. Bisa seperti dulu lagi, Sayang." Mati-matian Yuda menenangkan diri Gita yang tak lagi meronta-ronta. Evan yang melihat kedua orang tuanya memalingkan wajah.
last updateLast Updated : 2025-02-03
Read more
PREV
1
...
2324252627
...
36
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status