Home / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 150B. Hanya Itu

Share

Bab 150B. Hanya Itu

Author: Syatizha
last update Last Updated: 2025-02-02 18:45:20

"Hm, gimana ya? Aku juga bingung sih," tukas Bianca menyerah. Mereka yang berbicara di kamar Nida, saling berpikir.

"Nid, gimana kalau masalah ini kamu ceritain ke Papahku? Kali aja Papah bisa bantu. Gimana?"

Ide yang tidak bagus menurut Nida. Dia malu jika Daniel mengetahui masalah ini. Mungkin Daniel juga sudah tahu dari Namira.

"Ya udah deh, nunggu Om Daniel pulang dulu."

"Emang Papah sama Mamih kemana, Nid?" tanya Bianca yang tidak tahu kepergian papahnya dan juga Namira.

Nida mengedikkan kedua pundak. "Aku juga gak tau. Tadi lupa nanya. Kak, hmm ... aku mau tanya."

"Tanya apa?" imbuh Bianca menatap Nida lebih serius lagi.

"Mamah Gita udah keluar dari rumah sakit?"

Bianca menggelengkan kepala. Dia pikir Nida akan bertanya tentang apa ternyata tentang wanita yang telah melahirkan Evan.

"Udah. Kemarin kalau gak salah. Kenapa? Kamu mau jenguk dia lagi?" tanya Bianca. Suaranya terdengar tak suka.

"Iya, Kak. Aku pengen jenguk lagi. Ya walau gimana pun, tante Gita ibu sambungku. Se
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 151A. Simpan di Depan

    Bianca tertawa terbahak-bahak mendengar keinginan Gauri. Wanita yang tengah duduk di atas kursi roda itu sungguh tak tahu diri. "Hei, mau ngapain ketemu papahku langsung? Mau tebar pesona apa gimana sih? Lagian ya, papahku sekarang lagi gak ada di rumah. Papah sama mamihku lagi keluar rumah," ucap Bianca tak suka dengan keinginan Gauri. Baginya Gauri wanita yang tidak tahu malu. "Kemana?" tanya Gauri berharap dapat bertemu dengan Daniel. "Aku gak tau. Kalaupun aku tau, aku gak akan membertahumu," timpal Bianca menunjukkan raut wajah tak suka. Gauri merunduk, memainkan jari jemarinya. Tina berjongkok di samping kursi roda Gauri. Hatinya tak tega mendengar ucapan Bianca yang pastinya akan menyakiti hati wanita yang telah melahirkan Ferry. "Bu, kita pulang, ya? Pak Daniel-nya gak ada. Ya, Bu?"Sedih hati Tina melihat wanita yang sudah dianggap ibu sendiri cintanya bertepuk sebelah tangan. Akan tetapi, yang dikatakan Bianca tidak salah. Gauri harusnya tahu diri agar tidak memaksa in

    Last Updated : 2025-02-02
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 151B. Mau Minum Obat

    Daniel mengambil alih pot tanaman itu dari tangan istrinya. Mereka berdua ke depan lagi, meletakkan tanaman tersebut diantara pot-pot bunga. "Kak Bian, gitu amat nanggepinnya? Orang Kak Namira antusias banget," kata Nida kesal pada sikap Bianca. "Sengaja. Eh, Nida, emang kamu mau ke rumahnya Evan buat ngejenguk tante Gita?""Iya, Kak. Temenin yuk! Aku kasihan tau kalau ingat kondisi Tante Gita.""Sebenarnya aku males banget ke sana. Tapi, okelah. Nanti aku suruh Evan jemput.""Enggak usah kali, Kak. Kita berangkat minta dianter Pak Joko aja. Kalau Kak Evan, nanti malah ngerepotin. Mau kapan ke sana, Kak?"Nida begitu antusias mendengar Bianca mau mengantar Nida ke rumah Evan untuk menjenguk Gita. "Kapan ya? Besok aja deh.""Nanti sore aja gimana, Kak?""Males ah."*** "Mas, makasih banyak ya? udah mau nganterin aku beli itu semua," ungkap Namira menggamit lengan suaminya sambil memerhatikan tiga pot tanaman yang baru saja mereka beli. "Iya, Sayang. Sama-sama. Aku bahagia kalau ka

    Last Updated : 2025-02-02
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 152A. Kenapa?

    "Mau, Mas. Tapi, kesehatan Ibu bukannya membaik, kondisi Ibu justru ---'Tak sanggup Tina melanjutkan kalimat. Ia benar-benar merasa kasihan pada Gauri. Sesaat, tidak ada lagi yang bicara. Hanya suara jarum jam yang terdengar. "Sudah malam, Tina. Kamu tidurlah. Tidur di kamarmu, biar aku yang tidur di sini.""Tapi, Mas ... besok kan Mas Ferry harus kerja. Kalau tidur di sini, enggak bisa nyenyak.""Enggak apa-apa. Makasih ya, kamu udah merawat Ibu dengan baik.""Sama-sama, Mas.""Sekarang kamu tidur di kamar. Kamu harus istirahat cukup, Tina.""Iya, Mas."Tanpa membantah lagi, Tina keluar kamar, menuju kamar pribadinya. Ferry memerhatikan wajah ibunya yang semakin tirus. Ia menggenggam telapak tangan wanita yang telah melahirkannya. Ferry sungguh menyayangi ibunya, sangat mengharapkan Gauri sembuh total dari penyakit kanker. Namun, sepertinya harapan itu sulit terwujud melihat kondisi Gauri yang semakin hari semakin memburuk. Apa mungkin, penyakit yang diderita Gauri saat ini bukan

    Last Updated : 2025-02-02
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 153A. Kamu Kangen?

    "Mah, istighfar, Mah ... istighfar ...." Evan dan Yuda panik melihat Gita menangis histeris, mengguncang-guncangkan kursi rodanya. Dua lelaki itu berusaha menenangkan Gita yang tak bisa mengendalikan dirinya. Tak bisa yang dilakukan Yuda untuk menenangkan Gita selain memeluknya. Yulia, suster yang disuruh merawat Gita datang tergopoh-gopoh berlari menghampiri Gita. "Sekarang aku gak berguna. Aku lumpuh! Aku cac4t! Huhuhuhuhu ...." Tangisan Gita semakin histeris dalam pelukan Yuda. Lelaki itu berusaha tetap tenang dan bersabar menghadapi perilaku Gita yang semakin hari semakin buruk. "Ibu tenang, Bu ... tenang ...." Yulia langsung berjongkok, mengelus punggung Gita dengan lembut. "Maafkan kami, Sayang. Maafkan kami ... udah ya, udah ... lebih baik kamu istirahat di kamar. Kamu harus tenang. Aku yakin kamu akan bisa jalan lagi. Bisa seperti dulu lagi, Sayang." Mati-matian Yuda menenangkan diri Gita yang tak lagi meronta-ronta. Evan yang melihat kedua orang tuanya memalingkan wajah.

    Last Updated : 2025-02-03
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 153B. Takziyah

    "Enggaklah. Ngaco nih orang. Justru aku lebih tenang, lebih nyaman sekolah tanpa dia," ungkap Nida bernapas lega. "Sukurlah.""Kakak sendiri gimana hubungannya dengan Kak Evan? Masih baik-baik aja 'kan?" Nida penasaran pada hubungan Bianca dan Evan. Pasalnya sekarang Nida sudah jarang melihat Evan main ke rumah atau mengajak keluar Bianca. "Aku gak tau. Sekarang jarang banget ketemu semenjak Evan kerja di perusahaan Papah. Mungkin dia sibuk kali," kata Bianca tak mau ambil pusing dengan sikap Evan yang menurutnya berusaha menjauh. "Iya kali, Kak.""Tapi, semalam dia chat aku. Katanya hari ini mau ke sini tapi sampai sekarang belum datang. Nid, kayaknya hubunganku sama Evan semakin rumit terutama sejak tante Gita gak kasih restu. Uh, pegel hati tau gak?" keluh Bianca pada akhirnya. Bianca tadinya gak mau memikirkan masalah hubungannya dengan Evan. Tetapi, karena Nida bertanya, pikiran itu kembali muncul. "Sabar, Kak ... yang penting Kak Evan masih cinta kan?" kata Nida berusaha men

    Last Updated : 2025-02-03
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 154A. Heran

    "Kak Namira, Om, ada apa?" tanya Nida heran melihat Namira dan Daniel berdiri di depan pintu kamarnya. "Nida, Om mau takziyah dulu. Om nitip Kak Namira di kamarmu. Tolong jagain dia sampai Om pulang," pinta Daniel pada Nida yang masih bertanya-tanya siapa yang meninggal dunia. "Takziyah? Siapa yang meninggal dunia, Om?" tanya Nida penasaran. "Gauri. Dia tadi pagi meninggal dunia. Om ke sana sebentar. Enggak enak kalau gak datang."Nida terkejut mendengar jawaban Daniel. Dia pernah bertemu dengan Gauri. Waktu itu, Bianca terlihat sangat tidak menyukai wanita yang duduk di kursi roda."Iya, Om. Insya Allah aku akan jagain Kak Namira."Daniel menganggukkan kepala. Pandangannya beralih pada Namira yang berdiri di sisi. "Sayang, jaga anak kita, ya? Tolong jangan keluar kamar Nida sebelum aku pulang ke rumah." Daniel menatap Namira penuh cinta dan kasih sayang. Namira mengulas senyum, berusaha menenangkan suaminya. "Iya, Mas Ayang. Kamu jangan terlalu khawatir. Nida ini jago Karate. Ka

    Last Updated : 2025-02-03
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 154B. Meninggal

    Tubuh Gauri jatuh tersungkur dari kursi roda. Daniel dan Tina membantu memegang Gauri yang tubuhnya sangat kurus kering."Daniel ... Daniel, akhirnya kamu mau datang ke sini. A-aku sangat ... sangat merindukanmu, Daniel ...." Tangan Gauri memegang lengan Daniel. Bianca berjongkok, meski ia tak suka , tapi tetap tahu etika. Bianca merasa tak enak hati, orang lain berjongkok semua, dirinya justru berdiri. "Gauri, istrighfar ... aku, aku udah punya istri, Gauri. Aku sangat mencintai istriku." Ungkapan hati Daniel membuat Gauri meneteskan air mata. Bianca tersenyum bangga mendengar papahnya mengungkapkan cinta dan kasih sayangnya pada Namira. "Ta-tapi, kamu dulu ... dulu mencintaiku kan?""Itu dulu. Sekarang ... sekarang di hatiku hanya ada nama Namira Rashid. Aku sangat mencintainya. Aku enggak akan pernah menduakan cintanya. Enggak akan, Gauri. Aku mohon, fokus dengan kesehatanmu. Kamu cepat sembuh. Jangan begini, Gauri. Kamu wanita yang baik, rasanya ... enggak pantas jika mengharap

    Last Updated : 2025-02-03
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 155. Diluar Nalar

    Bianca bergegas mematikan sambungan telepon. Dia pura-pura menyandarkan kepala sambil memejamkan kedua mata. Daniel mengetuk pintu kaca mobil. Bianca membuka kedua mata, menurunkan kaca jendela mobilnya. "Kenapa, Pah?""Kamu kenapa di dalam sini, Bi? Ayok turun!""Enggak mau, Pah. Aku ngantuk," jawab Bianca bersidekap. Memalingkan wajah ke arah lain. "Ya udah, tapi sekarang Papah mau ke makam umum dulu. Mau mengantar Gauri ke tempat peristirahatan terakhirnya. Kamu mau ikut gak?"Bianca berpikir, mengitari sekeliling. Kalau dia di sini sendirian, mengerikan sekali. Bianca sempat berpikir, takut diganggu hantu Gauri. "Ya sudah, kamu tunggu di sini saja.""Pah, tunggu! Aku ikut!' Bianca turun dari mobil. Berjalan beriringan dengan Daniel menuju pemakaman umum. ***Selesai dimakamkan, Daniel dan Bianca pamit pulang. Ferry mengucapkan terima kasih berulang kali. Dia merasa tak enak hati sekaligus berterima kasih karena Daniel masih mau datang ke rumahnya. Bianca dan Daniel sudah men

    Last Updated : 2025-02-03

Latest chapter

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 357. Kasih Pinjaman

    "Lima juta kamu bilang cuma?" tanya Hanif setengah tidak percaya adiknya berbicara demikian. Selama ini Hanif tipikal orang yang berhemat. "Iyalah, Mas. Uang Mas Hanif lebih dari segitu. Apalah arti uang lima juta buat Mas Hanif dan Mbak Friska," ucap Hanifa tanpa beban. Hanif menghela napas berat, memijat pelipis. Hanifa tidak tahu saja kalau dirinya tidak punya tabungan bahkan ketika mendaftarkan proses perceraian harus mencuri uang Friska dari dalam brankas. "Aku enggak ada uang." Hanif berbicara datar. Mendengar jawaban kakaknya, Hanifa mendengus kesal. Ternyata benar kata ibu Ros kalau Hanif orangnya pelit. "Mas Hanif aku mohon. Suamiku belum gajian. Nanti uangnya aku ganti kok kalau mas Tedi udah gajian. Aku mohon, Mas ...." Hanifa tak mungkin menyerah. Malam ini juga dia harus mendapatkan uang untuk anak-anak besok. Meski dirinya tak ada uang, tetapi Hanif tak tega mendengar adiknya memohon seperti itu. Selama ini, Hanifa maupun Haifa tidak pernah meminta uang padanya. Tanp

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 356. Lima Juta

    Di mata Rangga, Haifa wanita bodoh dan mudah dibohongi. Bukan satu dua kali Rangga ketahuan selingkuh tetapi dengan mulut manisnya, Rangga dapat meyakinkan Haifa jika dirinya tidak akan mengulangi bahkan Rangga sering berjanji akan membuat rumah tangganya jauh lebih baik dan memiliki perekonomian yang mencukupi. "Ya udah, Mas. Sekarang kamu mandi. Kamu tadi beli nasi kan?""Beli dong. Aku tadi beli pecel lele. Lelenya dibagi dua aja ya sama anak kita. Kamu jangan makan banyak kalau malam. Aku enggak mau kalau kamu sampe gendut," ujar Rangga mengedipkan sebelah mata. Sontak, Haifa tersipu malu, menganggukkan kepala, mengiyakan kemodusan suaminya. Di kamar lain, Hanifa pun sedang berbincang dengan sang suami, Tedi namanya. "Jadi Mamamu udah tau sertifikatnya kita gadai ke Bank?" tanya Tedi, usai Hanifa bercerita tentang kejadian tadi siang. Hanifa tampak santai. Sebatang rokok terselip di antara ruas jarinya. "Iya. Dia baru sadar, hehehe ...."Hanifa mengembuskan asap rokok ke wajah

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 355. Dibodohi

    "Biasa aja kali, Ma. Enggak usah kaget gitu," kata Hanifa santai. Mereka berdua tidak merasa bersalah sedikit pun. Aneh juga, kenapa Hanifa dan Haifa bisa membawa sertifikat itu ke Bank tanpa sepengetahuan ibu Ros?"Kamu bilang enggak usah kaget??" desis ibu Ros berusaha menahan emosi. Biar bagaimana pun ia tak mau cucu-cucunya mendengar keributan ini. "Udah deh, Ma. Lagipula semuanya udah ada di Bank. Mau gimana lagi? Ya kami bisa saja menebusnya tapi Mama punya enggak uang buat nebusnya?"Tanpa rasa bersalah dan rasa penyesalan, Haifa bertanya demikian. Hanifa yang mendengar ucapan sang adik, menyunggingkan senyum mengejek. "Kurang ajar! Kalian anak kurang ajar! Uangnya kalian pake buat apa? Semua keperluan dan kebutuhan rumah ini kan pake uang Mama. Bahkan kalian juga sering minta uang ke Mama. Terus, uang pinjaman dari Bank itu digunakan buat apa? Buat apaaaa?" Sangat kesal ibu Ros berkata. Wajahnya memerah karena emosi yang sudah menguasai diri. Hanifa dan Haifa terdiam sesa

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 354. Di Bank

    Kedua mata ibu Ros membeliak dibentak anak keduanya yakni Hanifa. Sorot mata Hanifa yang tajam dibalas serupa oleh wanita yang telah melahirkannya. "Durhaka kamu, Nifa!" balas ibu Ros tak kalah tinggi intonasi suaranya. "Berani sekali kamu ngebentak Mama? Marahin Mama! Kamu pikir ini rumah siapa, heuh? Ini rumah Mama!" tandas ibu Ros yang tak mau terlihat lemah di depan Hanifa. Anak kandungnya mencebik, melipat kedua tangan di depan dada. "Nanti juga akan menjadi milikku dan Haifa kalau Mama udah mati," timpal Hanifa tersenyum miring. "Apa kamu bilang?" Lagi, emosi ibu Ros semakin meluap. "Kamu bilang aku mati?" ulang ibu Ros, meyakinkan yang didengarnya. "Ini apaan sih? Siang-siang malah ribut?"Tiba-tiba dari arah belakang Hanifa, terdengar suara adiknya yang baru keluar dari kamar sambil menguap. Menghampiri mereka. "Mama nih, siang begini malah nangis sambil teriak. Kan berisik," jawab Hanifa memutar bola mata malas. "Ck, kebiasaan nih Mama. Udahlah, jangan diladenin. Harap

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 353. Berisik

    Sepanjang jalan pulang, Axel cemberut. Kesal pada adiknya dan Arfan. Bisa-bisanya mereka menguping pembicaraan Axel di depan pusara Daniel dan Namira. Alea sekarang satu mobil dengan Axel. Sedangkan Arfan, pulang sendirian padahal lelaki itu berharap bisa mengantar Alea pulang sampai rumah supaya lebih lama bersama. "Kak?" panggil Alea, menatap Axel dari samping. Namun, Axel bergeming. "Kak Axel?" Alea mengulang pertanyaan karena wajah Axel masih masam. "Kak Axeeeell!" teriak Alea tepat di depan telinga kakaknya. Axel langsung menancap rem mendadak. "Astaghfirullah, Lea!" pekik Axel melotot. Lalu menoleh ke belakang, khawatir ada mobil di belakang yang dekat dengan mobilnya. "Kamu udah gila, Lea! Teriak di depan telinga. Kalau kita kecelakaan gimana?" semprot Axel kesal, melajukan kembali kendaraannya. "Ya habisnya ditanya dieeeemm ... aja. Cemberuuutt aja. Kayak cewek lagi dateng bulan. Kalau ditanya jawab napa!"Bukannya minta maaf, Alea justru memarahi Axel. "Mau tanya apa em

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 352. Ngintip

    Di depan pusara kedua orang tua kandung, Axel menumpahkan kesedihan dan masalah yang tengah dihadapi. Sebelumnya ia membaca Quran Surat Yasin dan memanjatkan doa-doa untuk Daniel dan Namira. Alea mencegah pergerakan Arfan. Ia menggelengkan kepala, memberi isyarat pada Arfan agar tidak mendekati kakaknya. Alea mengajak Arfan duduk agak jauh dari Axlel. Ia ingin memerhatikan kakaknya. Bukan Alea tak mau mendoakan, hanya ingin tahu apa yang akan diungkapkan Axel. Benar saja, selesai berdoa, tangisan Axel pecah. Pun Alea. Gadis itu menahan dalam diam. Membekap mulut agar suara tangisannya tak terdengar Axel. Arfan tak tega, ingin merengkuh pundak Alea tetapi tak ada keberanian. Ia cukup tahu batasan. Arfan hanya mengusap pelan Alea agar tetap tenang. "Kenapa mama dan papa pergi begitu cepat? Apa mama dan papa enggak sayang kami? Apa aku dan Alea anak yang enggak kalian inginkan? Kenapa kalian enggak bertahan hidup demi kami? Paling tidak, salah satu dari kalian harus hidup. Kenapa kali

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 351. Tak Dipedulikan

    Siang hari, tubuh ibu Ros menggigil. Sejak tadi pagi, badannya tak enak. Mulutnya pun pahit. Di dalam kamar, ibu Ros meringkuk. Belum ada makanan yang masuk ke dalam perut padahal ia sangat kelaparan. Kedua mata memanas, hidung pilek bersin-bersin, mungkin karena ibu Ros terlalu sering menangis. Tubuh ringkih itu menyibak selimut. Memegang perut yang terasa lapar. Kemudian, dengan langkah tertatih, ia berjalan ke arah pintu, membuka pintu kamar. Kepalanya melongok ke kanan dan ke kiri. Sepi. "Kemana Hanifa dan Haifa? Apa mereka lagi tidur?" gumam ibu Ros, keluar dari kamar, lalu berjalan pelahan melewati ruangan demi ruangan. Sampai di dapur, ibu Ros tak mendapati kedua anak perempuannya. Kemana mereka? lagi pertanyaan ibu Ros tak ada jawaban. Wanita tua itu berjalan ke ruang meja makan. Membuka tudung saja, tidak ada lauk pauk. Kemudian berjalan ke rice cooker, tidak ada nasi. "Apa mereka enggak masak nasi?" Ibu Ros kembali bertanya pelan. Pandangannya beralih pada tempat penyim

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 350. Pertanyaan Teralihkan

    Jam pulang sekolah tiba. Alea menyambangi kelas kakaknya. Ia menunggu di depan. Arfan yang melihat Alea dari kejauhan menghampiri. "Lagi nungguin Axel?" tanya Arfan saat berdiri di samping Alea. "Iya. Lama banget tuh orang keluarnya. Emang ngeselin! Kamu sendiri belum pulang? Ada rapat?" Alea bertanya balik. "Enggak ada rapat. Kalau lama, Kenapa kamu enggak masuk ke dalam kelasnya?" Arfan bertanya lagi. Mengalihkan ke topik awal. "Males," jawab Alea singkat. "Kalau aku masuk kelas kak Axel, suka jadi pusat perhatian teman-temannya," jawab Alea cemberut. Mengingat kembali waktu ia pernah masuk ke dalam kelas Axel. Ada beberapa teman sekelas Axel yang cowok, minta kenalan. Atau enggak, teman-teman kelas Axel yang cewek, menatap Alea sinis. Padahal mereka tak saling kenal. Sejak saat itu, Alea malas masuk kelas kakaknya. "Mungkin karena kamu terlalu cantik, Lea."Ucapan Arfan membuat Alea terhenyak. "Ck, apaan sih kamu, Fan? Enggak juga kali." Alea malu-malu. Ia membuang wajah ke a

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 349. Harus Habis

    Gilang telah menyiapkan delivery order atas nama Nida. Wanita itu memang tak sempat keluar kantor untuk makan siang. Pekerjaannya sangat banyak. Terlebih mulai besok ia harus kerja di lapangan. Gilang telah siap berangkat. Namun, langkah kakinya terhenti ketika berpapasan dengan Bianca dan Evan di depan cafe. "Selamat siang, Ibu Bianca, Pak Evan," sapa Gilang sopan, agak membungkukkan badan. "Siang, Gilang. Kamu mau nganterin makanan?" balas Evan sambil bertanya. Sedangkan Bianca bersidekap sambil membuang muka. Gilang mengulum senyum, "Iya, Pak. Mau anterin makan siang.""Oh begitu.""Mas, mau makan siang apa mau ngobrol sama pelayan?" tanya Bianca ketus. Sorot matanya tampak tak suka pada Gilang. Evan tak enak hati mendengar pertanyaan sang istri. "Maaf, Pak. Saya permisi." Gilang tak mau lama-lama berhadapan dengan Bianca. Selalu saja makan hati. "Oh iya, silakan. Hati-hati Gilang.""Iya, Pak. Terima kasih."Bianca masuk ke cafe lebih dulu. Wajahnya bersungut kesal. Evan yang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status