Beranda / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 161A. Buka Pintunya!

Share

Bab 161A. Buka Pintunya!

Penulis: Syatizha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-05 08:58:01

Bianca terbakar cemburu. Cemburu pada perawat Gita yang sekarang tinggal satu atap dengan kekasihnya. Evan tak marah, justru ia senang kalau Bianca cemburu padanya.

"Sayang, cintaku cuma buat kamu. Sayangku cuma buat kamu. Serius." Evan berusaha meyakinkan Bianca bahwa di hatinya hanya ada nama Bianca.

"Halah, pret. Tetep aja kalau dia godain kamu, kamu akan tergoda."

"Jangan suuzhon. Gak baik itu. Sayang, aku juga masih kepikiran permintaan papahmu. Pak Daniel benar, kalau kita sering jalan berdua, takutnya kita khilaf. Apalagi kan ... kita udah sama-sama dewasa."

Bianca memutar bola mata malas. Dia memejamkan kedua mata sejenak.

"Kalau kita udah nikah, kamu mau ajak aku tinggal di mana?" tanya Bianca masih terdengar ketus suaranya.

"Kita tinggal di apartemen. Kamu lupa, kalau aku punya apart? Kamu kan ke pernah aku ajak ke sana."

Bianca lupa. Evan benar, lelaki itu pernah mengajaknya ke apartemen saat mereka baru pertama kali berjumpa.

"Ya udah nanti aku pikir-pikir lagi. Sekar
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 161B. Masuk!

    "Kamu kenapa, Bi? Kelihatan lemes banget?" tegur Namira ketika keluarga Bragastara baru menyelesaikan sarapan. Bianca hari ini tidak ada kelas. Sedangkan Daniel ke ruang kerja sebentar, mau mengecek laporan semalam yang dikirim Yuda lewat email. Sementara Nida, sudah berangkat ke sekolah. Namira menempelkan punggung tangan pada kening anak sambungnya. Memastikan suhu tubuh Bianca. Ia khawatir jika sahabatnya itu jatuh sakit. "Badanmu gak panas. Ada apa sih? Masih mikirin permintaan Papahmu?" tanya Namira lagi meski pertanyaan pertama tak kunjung mendapat jawaban. "Aku lagi bingung, Mih," jawaban Bianca rendah suaranya. Namira mendekatkan diri pada Bianca, merangkul pundak wanita yang sudah lama dikenal. "Bingung mau nikah dalam waktu cepat atau nanti?" terka Namira seolah sudah dapat apa yang dipikirkan Bianca. Pertanyaan Namira ditanggapi anggukkan kepala. "Iya. Semalam aku gak bisa tidur tau!" ujar Bianca memanyunkan bibir beberapa centi. Bianca mengubah posisi duduk, lebih m

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 162A. Permisi

    Evan tak peduli larangan mamahnya. Ia tetap berangkat ke kantor, masuk ke dalam mobil tanpa ingin menanggapi ucapan Gita yang dipenuhi amarah. Gita frustasi, menjerit-jerit. Ia memukul kedua pahanya berulang kali. Tidak ada rasa sakit, tidak ada rasa nyeri yang dialami Gita. Yulia, perawat yang mendapat perintah merawat Gita tak berani menenangkan wanita itu. "Yulia! Yuliaaaa ...." panggil Gita pada perawatnya. Yulia yang bengong di belakang Gita berjalan cepat menghampiri. "I-iya, Bu? Iya ada apa?" Suara Yulia bergetar takut. Sorot mata Gita memerah. Amarah telah menguasai dirinya. "Kenapa kamu diam aja? Aku mau masuk ke dalam!" "I-iya, Bu. Iya ...."Dengan cekatan, Yulia mendorong kursi roda yang ditempati Gita, masuk ke dalam rumah. ***Sepanjang jalan, Evan memikirkan sikap mamahnya yang sekarang. Sempat terpikirkan olehnya ingin mengajak Gita ke psikiater atau psikolog. Evan merasa kalau Gita kejiwaannya terganggu, jadi mudah marah, mudah tersinggung dan mudah berpikiran b

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 162B. Coba Bicara

    "Van, Papahmu tadi pagi tumben minta dibeliin sarapan sama Mbak. Lagi ada masalah, ya? Sorry, kalau Mbak kepo." Shella sebenarnya tak enak hati bertanya demikian. Tapi rasa penasarannya membuat Shella tak fokus bekerja. "Iya, Mbak. Biasalah ... masalah Mamah. Aku juga pusing ngadepin sikap Mamah yang sekarang apalagi papah."Evan sudah mengenal Shella cukup lama. Bahkan Evan sudah menganggap janda itu seperti kakak sendiri. "Emang kondisimu mamahmu gimana? Bukannya sekarang udah bisa bicara, ya?""Nah itu ... kalau lihat sikap Mamah kayak sekarang, aku malah pengen mamah belum bisa bicara lagi, Mbak.""Eh, kamu ... kalau ngomong jangan kayak gitu, Van. Itu Mamah kamu lho." Shella terkejut, langsung mengingatkan Evan. Evan menghela napas berat, menggelengkan kepala. "Sikap dan sifat mamah sekarang beda banget sama yang dulu, Mbak. Bikin pusing. Ya bayangin aja, tiap hari marah-marah gak jelas. Ngelarang gak jelas. Nuduh gak jelas. Ya pokoknya serba gak jelas."Shella jadi penasaran

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 163. Ayah Kandung

    Pagi hari, di hari yang sama tapi tempat yang berbeda, Ferry dan Tina sedang menyantap sarapan berdua. Mereka sarapan tanpa bicara satu sama lain. Sejak Ferry mengungkapkan keinginan menikahinya, Tina jadi lebih banyak diam. Dia seperti malu-malu. Ferry berdehem, lalu berkata, "Tina, hari ini aku mau ke kantor KUA. Kalau bisa kamu ikut. Sekalian aku pengen beliin cincin buat emas kawin. Bagaimana? Kamu mau kan?"Tina terkejut, kepalanya sontak mendongak. Sesaat, mereka saling memandang satu sama lain. Lalu, Tina kembali merundukkan kepala, ia tersipu malu. "Ma-mau, Mas."Ferry tersenyum bahagia. Entah sejak kapan, ia mulai menyukai sikap Tina yang malu-malu seperti itu. Usai sarapan, Tina dan Ferry masuk ke dalam mobil. Mereka menuju ke kantor Urusan Agama untuk mendaftarkan pernikahan. Ferry ingin, pernikahannya dengan Tina tercatat di kantor agama dan negara. Tidak ingin seperti pernikahan yang sebelumnya. Selalu hanya menikah sirri. Hanya tercatat di kantor agama saja. Setelah

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 164A. Khayalan

    "Ibuku sudah meninggal." Ucapan Ferry membuat Darmantyo membalikkan badan. "Meninggal? Meninggal dunia maksudmu?" telisik Darmantyo, kedua matanya menyipit, menatap anak kandungnya. Tidak ada pelukan dari seorang ayah yang telah lama tidak melihat anak lelakinya. Tidak ada pelukan dari seorang ayah yang telah lama berpisah dengan anak lelakinya. Seolah datar. Seolah tak saling mengenal. Seolah tak ada ikatan batin sedikit pun antara Darmantyo dan Ferry."Iya. Baru tiga hari Ibuku meninggal dunia." Ferry mengajak Tina yang ketakutan masuk ke dalam rumah. Lelaki yang mengaku menjadi ayah kandung Ferry turut serta masuk ke dalam. "Sakit apa Ibumu, Ferry? Sakit apa dia?" cecar Darmantyo, mensejajari langkah kaki Ferry. "Duduklah di sana! Jangan ikuti aku terus! Duduk dulu!" titah Ferry merasa risih diikuti Darmantyo yang hendak masuk ke dalam kamarnya. Langkah Darmantyo terhenti, menghela napas berat, lalu membalikkan badan, berjalan ke sofa ruang tamu. Lelaki berusia setengah abad

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 164B. Teman Papa

    Sampai gerbang depan rumah Mutiara, Darmantyo turun dari ojek online yang dijadikan tumpangannya. Usai membayar ongkos ojek, Darmantyo memandang lekat rumah yang tampaknya tidak terawat. Pandangan Darmantyo mengitari sekeliling, tampak sepi. Darmantyo melangkahkan kaki masuk ke halaman rumah Mutiara. Di depan pintu rumah itu, Darmantyo mengintip keadaan rumah lewat jendela kaca. "Kemana si Mutiara? Apakah di masih bekerja di kantornya Pak Daniel?" gumam Darmantyo. Ia lantas mengetuk pintu, memanggil nama Mutiara. Namun, tak ada jawaban. Darmantyo ingat, dulu sewaktu ia belum di penj4ra pernah masuk ke dalam rumah itu lewat jendela belakang rumah. Lelaki berkumis tebal itu tengok kanan dan kiri. Khawatir ada orang yang melihat aksinya. Suasana sudah mau menjelang Magrib,. Darmantyo mengendap-endap berjalan ke samping rumah Mutiara, hendak ke pintu belakang. Tak dapat dipungkiri, bulu kuduk Darmantyo meremang. "Kenapa rumah Mutiara jadi menyeramkan? Sial."Sampai di depan pintu b

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 165A. Akan Ke Sana

    Shella menekan bel rumah Yuda. Tidak berselang lama, asisten rumah tangga Yuda membukakan pintu. "Assalamualaikum, Bi.""Waalaikumsalam. Ya Allah, Mbak Shella ...udah lama sekali baru ke sini." Bibi yang bekerja di rumah Yuda sudah mengenal Shella karena wanita itu dulu kerap kali datang ke rumah itu untuk membicarakan pekerjaan di kantor atau sekadar bersilaturrahmi menemui Gita. "Hehe ... iya, Bi. Bibi apa kabar?""Alhamdulillah Bibi baik. Mbak Shella mau ketemu Pak Yuda atau Ibu Gita?" "Saya mau ketemu Ibu Gita. Ingin melihat kondisinya," jawab Shella tersenyum ramah. Senyum yang sebelumnya mengembang di bibir Bibi, seketika redup. Bibi itu tahu kalau perangai Gita sekarang sangat jauh berbeda dengan Gita yang dulu. "Oh, begitu. Silakan masuk, Mbak. Saya kasih tau Ibu dulu.""Iya, Bi. Makasih banyak."Sebenarnya Bibi juga ingin memberitahu Shella kalau sekarang emosi Gita tidak bisa dikendalikan. Wanita itu tiap hari marah-marah, curigaan dan mudah sekali emosi. Shella dengan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05
  • Benih Papa Sahabatku   Bab 165B. Kebaikanmu

    "Enggak usah, Pak. Semuanya udah beres. Ini sekarang saya mau pulang.""Oke, Yuda. Terima kasih banyak. Oh ya, kamu mau pulang ke rumahmu atau mau ke pondok Indah?""Saya belum bisa pulang ke rumah dulu, Pak.""Oh ya udah, terserah kamu."Sambungan telepon terputus. Daniel kembali meletakkan handphone, hendak menghampiri istri tercintanya. Namun, baru beberapa langkah, terdengar suara ketukan pintu kamar. Daniel mengurungan niat menghampiri Namira, ia berjalan ke arah pintu kamar, membuka. "Bianca? Ada apa?" Ternyata Bianca yang mengetuk pintu kamar. Gadis itu berdiri di depan pintu kamar sambil merunduk, memainkan jari jemari. "Kamu mau ngobrol sama Papah?" tanya Daniel lagi. Melihat Bianca masih tetap diam. "Iya, Pah. Maaf, kalau aku ganggu waktu istirahat Papah dan Mamih," ujar Bianca tak enak hati. Namira datang menghampiri, berdiri di samping suaminya. "Aku boleh ikut?" tanya Namira menoleh pada Daniel dan Bianca."Boleh, Mih. Kita bicara di ruang keluarga aja gimana?" tanya

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05

Bab terbaru

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 219. Menolak

    "Maaf, Tante. Teleponnya nanti lagi, ya? Guruku udah datang. Assalamu'alaikum.""Waalaikumsalam."Untung saja guru Kimia datang ke kelas Alea. Kalau tidak? Alea bingung menjawab pertanyaan Nida. Usai menelepon Alea, Nida bergegas menyelesaikan pekerjaannya. Setelah menemani Shella bertemu dengan klien, Nida berencana akan ke sekolah si kembar. Ingin memastikan apakah Axel masuk sekolah atau tidak? Biar bagaimana pun, Nida lah yang memberitahu tentang kebenaran kedua orang tua Axel dan Alea. Hingga akhirnya sekarang Axel kabur dari rumah. Tiba-tiba Nida teringat Bianca. Apa Bianca akan marah padanya? Tadi sewaktu melewati ruangan Bianca, tampak sepi. Apa mungkin Bianca tidak masuk kantor?*** "Hanif, kamu udah pulang, Nak?" tanya ibu Ros ketika anak kandungnya berdiri di depan pintu rumah. Ia mencium punggung tangan ibu Ros meski sempat kecewa dengan wanita yang telah melahirkannya itu. "Udah, Ma. Aku mau ke kamar dulu," seloroh Hanif yang berusaha menghindar ibu Ros. Ia takut kala

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 218. Tinggal Di Mana?

    Semenjak kejadian kemarin, rumah Bragastara terasa sepi. Tidak ada lagi keributan antara Axel dan Alea. Bianca tak sanggup jika di rumah terus, mengingat kemarahan Axel padanya. Axel yang selama ini dianggap adik sendiri, kini amat sangat kecewa padanya. "Kamu mau ke kantor?" tanya Evan setelah mengenakan jas. Evan pun sudah memutuskan berangkat ke kantor meski kondisi kesehatannya belum terlalu pulih. "Iya. Aku mau ke kantor saja. Di rumah sepi. Enggak ada anak-anak." Jawaban Bianca membuat kedua pundak Evan menurun. "Bi, berhentilah menganggap mereka anakmu. Axel dan Alea itu adik-adikmu," tandas Evan, sangat kesal setiap kali Bianca ingin dianggap orang tua oleh mereka. "Apa salahnya kalau aku ingin dianggap mamanya? Apa ada yang salah?" tuntut Bianca menatap penuh emosi suaminya. "Enggak salah kalau dari awal kamu bilang yang sebenarnya, Bi ... sekarang lihat mereka. Akibat keputusanmu, Axel membencimu. Apa kamu enggak sadar juga?"Emosi dalam diri Evan sudah tidak dapat dik

  • Benih Papa Sahabatku   Bbab 217. Cuma Kamu

    "Udah gila ibunya si Hanif. Enak bener dia bilang gitu. Terus kamu bilang apa? Ngizinin Hanif nikah lagi? Mau kamu dipoligami?"Shella tersulut emosi. Sejak dulu, Shella sudah sangat geram melihat tingkah laku keluarga Hanif. Mereka semua benalu dan penjilat. Sering kali meminta uang pada Nida. "Enggaklah, Ma. Aku minta diceraikan kalau Mas Hanif mau poligami. Aku sadar diri, bukan wanita yang ikhlas dan penyabar. Enggak sanggup kalau harus berbagi suami dengan wanita lain." Masih dengan sikap santai, Nida menjawab pertanyaan ibu sambungnya. Shella begitu miris mendengar cerita yang disampaikan Nida. Kasihan Nida. Semasa hidupnya selalu saja ada masalah yang dihadapi."Tapi, Nida ... Kayaknya Hanif enggak mungkin menceraikanmu. Dia sangat mencintaimu. Mama yakin itu."Sebisa mungkin, Shella menghibur Nida. Dibalik sikap tenang dan santainya, Shella yakin sebetulnya Nida pun bersedih. Nida tersenyum miring mendengar tanggapan Shella. "Kalau mamanya yang minta, ada kemungkinan Mas H

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 216. Izin Nikah Lagi

    "Sudahlah, Ma. Jangan ngomong macam-macam. Aku enggak mungkin menceraikan dia!"Senyum yang sebelumnya terlihat di wajah ibu Ros, seketika lenyap. "Hanif, mau sampai kapan kamu enggak punya anak? Dia itu mandul! Keturunan mandul, Hanif!"Ibu Ros tersulut emosi. Tak menyangka jika anak sulungnya berani melawan perintah padahal sebelumnya tidak pernah."Aku enggak peduli, Ma. Nida mandul atau tidak, aku enggak akan ceraikan dia. Aku sayang Nida, Maaaa ... aku cinta dia ...."Memang, Hanif begitu mencintai Nida. Sejak dulu hingga sekarang cintanya tak pernah berubah. "Halah, cinta, sayang! Kamu itu buta, Hanif! Umurmu udah tua. Tapi, sampai sekarang belum juga punya anak. Kalau kamu udah tua nanti, udah enggak bisa beraktivitas lagi, siapa yang akan menyayangimu? Kamu lihat, Nida. Dia masih muda. Mama yakin, kalau kamu udah sakit-sakitan pasti dia ninggalin kamu! Kalau dia ninggalin kamu, kamu mau sama siapa? Anak enggak punya!"Hanif memejamkan kedua mata, memijat pelipis. Tidak perna

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 215. Ceraikan Dia!

    "Apa hubungannya?" Bukannya menjawab, Axel justru balik tanya. Alea manyun, memukul bahu kakaknya. "Pulang ke rumah lagi, Kak. Kasihan mama tau! Nangis terus." Alea mengingat kembali kesedihan yang dialami Bianca. Axel bersikap santai, pandangannya lurus ke depan. "Aku masuk kelas dulu!" Tanpa menanggapi ucapan adiknya, Axel masuk ke dalam kelas. Alea benar-benar dibuat kesal. Rencana mengajak Axel kembali ke rumah gagal lagi. *** "Jam segini baru bangun! Pantas saja asam lambung Hanif sering kumat! Istrinya saja malas menyiapkan sarapan," celetuk ibu Ros saat Nida baru datang ke ruang meja makan. Ibu Ros yang tengah sarapan roti tawar, melirik Nida yang mengacuhkan. "Kamu dengar Mama enggak, Nida?" Sentak ibu Ros. Kedua mata seperti hendak melompat. Amarah terlihat jelas dari raut wajah. "Denger," sahut Nida cuek. Melihat sikap menantunya seperti itu, Ibu Ros semakin marah dan membenci. "Kalau kamu denger, harusnya bangun pagi! Siapin sarapan!" Lagi, Nida te

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 214. Mau Pulang Enggak?

    "Enggak. Mami enggak melakukan kesalahan apapun, Lea. Mami orang yang baik. Namira sahabatku, ibu sambungku yang paling baik bahkan kebaikannya melebihi ibuku sendiri." Bianca langsung menyanggah pertanyaan Alea. Gadis itu tertunduk sesaat, menghela napas berat. "Lalu, kenapa Mama merahasiakan mereka adalah orang tua kandungku?" Pertanyaan yang baru saja terlontar dari mulut Alea membuat Bianca tersentak. Kedua matanya membeliak lalu sikap berubah salah tingkah. "Bu-bukan maksud ingin merahasiakan ta-tapi ...."Tak sanggup, Bianca meneruskan kalimat. Teringat kekurangan dalam diri bahwa sebetulnya Bianca tak bisa memberikan keturunan untuk Evan karena ia telah divonis mandul oleh dokter. "Ya udah, Ma. Enggak usah diucapkan kalau memang alasannya akan menyakitiku atau menyakiti hati Mama lagi."Alea mencoba berpikir bijak. Tak ingin wanita yang telah merawatnya penuh kasih sayang itu bersedih dan menangis lagi. "Bukan begitu, Lea. Ma-Mama ....""Kenapa kamu masih saja menyebut diri

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 213. Kesalahan

    Alea terdiam, tidak langsung menanggapi rintihan wanita yang selama ini telah dianggap ibu kandungnya sendiri. "Ma, sudah, Ma ... jangan nangis ya? Seharian ini Mama nangis terus. Nanti Mama sakit ...." ucap Alea berusaha menenangkan Bianca. Istri Evan itu menggelengkan kepala berulang kali. Sekarang Bianca telah menyesal karena telah membohongi kedua adiknya belasan tahun lamanya. Selama ini, Bianca dan Evan selalu menanamkan sifat jujur pada si kembar. Namun, dia sendiri yang tidak jujur pada mereka. Bianca merasa sangat jahat pada Axel dan Alea. Bianca meraih salah satu telapak tangan Alea, menggenggamnya erat. "Alea, maafkan Mama, Nak ... maafin Mama ... Mama udah jahat sama kamu. Udah bohongi kamu dan Axel. Maafin Mama, Lea ...." Sangat sungguh-sungguh Bianca mengucapkan kata maaf. Tampaknya Bianca sangat menyesal dan bersedih karena telah merahasiakan kedua orang tua kandung Axel dan Alea. "Jangan minta maaf terus, Ma ... Aku dan Kak Axel udah maafin Mama. Udah ya, Ma

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 212. Sangat Rindu

    "Kamu benar, Xel. Apapun alasan Mbak Bian dan Mas Evan merahasiakan kedua orang tua kalian, tetap salah. Tapi, kamu juga jangan marah lama-lama. Coba kamu tanyakan baik-baik pada mereka, apa alasannya?" Gilang tak mau terlalu banyak menanggapi cerita yang disampaikan Axel. Ia tak mau, kalau dianggap ikut campur atau memihak ke salah satu keluarga itu. "Enggak tau, Bang. Jujur saja, aku masih kecewa. Masih enggak nyangka aja kalau mereka tega sama mama dan papaku. Misalnya mama Bianca membenci mamaku, kenapa pula dia sayang aku dan Alea?"Berbagai tanya diucapkan Axel. Benar-benar bingung dengan alasan Bianca dan Evan merahasiakan kedua orang tua kandung Axel dan Alea. "Ya sudah enggak usah kamu pikirkan dulu. Sekarang lebih baik kamu tenangkan hati dan pikiran.""Iya, Bang."Handphone milik Gilang tiba-tiba berdering. Lelaki itu merogoh saku celana, lalu terlihat nama kontak yang tertera di layar ponsel. Panggilan dari Alea. Gilang tak langsung mengangkat panggilan telepon itu, me

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 211. Apapun Alasannya

    Nida menganggukkan kepala, mendengar tanggapan ibu mertua. "Iya, silakan saja Mama bicara dulu sama Mas Hanif. Maaf, Ma. Aku mau istirahat dulu. Apa masih ada yang mau Mama bicarakan?" Kalau saja tidak menghormati suaminya, Nida sudah ingin memarahi ibu Ros. "Enggak ada. Mama juga mau istirahat." Ibu Ros pergi lebih dulu, meninggalkan Nida yang masih duduk terpaku di ruang makan. Kepergian Ibu Ros dari ruangan itu, membuat Nida tercenung. Nida tak dapat menahan tangisan. Dalam keheningan, ia menangis tersedu-sedu. Nida juga ingin memiliki anak. Nida juga ingin merasakan hamil. Tapi, dia tidak memaksa Tuhan untuk memberinya keturunan. Nida selalu yakin, Tuhan lebih tahu, waktu dan saat yang tepat memiliki buah hati. Dengan kasar, Nida menyeka lelehan air mata. Ia beranjak, membersihkan piring kotor. Setelahnya, masuk ke dalam kamar. Baru saja menutup pintu kamar, terdengar suara dering handphone. Nida tahu, itu adalah suaminya. Nida berjalan menghampiri handphone y

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status