Semua Bab KEMBALINYA SANG RATU: Bab 21 - Bab 30

34 Bab

Bab 21: Keteguhan Hati di Bawah Langit Lawele

Malam di Teluk Lawele dipenuhi suara ombak lembut yang menyentuh pantai, menciptakan suasana yang damai namun penuh makna. Setelah menarikan Balaba bersama, Sinta, Jun, dan La Ode Harimao duduk melingkar di atas pasir. Di depan mereka, pantai yang tenang menyimpan kisah peperangan masa lalu antara Oputa Yi Koo, pahlawan legendaris Buton, dan pasukan Belanda.“Tempat ini bukan hanya tanah,” La Ode Harimao memulai, suaranya penuh kebijaksanaan. “Ini adalah saksi sejarah, di mana leluhur kita mempertaruhkan segalanya demi melindungi kehormatan dan tanah air mereka. Kita adalah penerus perjuangan itu.” Sinta, Jun, dan La Ode Harimao merenungkan kata-kata tersebut dengan penuh penghormatan, menyadari betapa pentingnya warisan yang mereka sandang. Mereka berjanji untuk terus menjaga dan memperjuangkan nilai-nilai luhur yang telah ditinggalkan oleh leluhur mereka.La Ode Harimao membuka sebuah naskah kuno yang dibawanya, sebuah teks bhanti-bhanti yang membahas cinta, kesucian, dan kehormatan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-14
Baca selengkapnya

Bab 22: Menemukan Ancaman dari Dalam

Di tengah perjalanan mereka menyusuri Hutan Lambusango, Sinta dan Jun tiba-tiba mendengar suara-suara keras dari arah barat. Ketukan kapak pada batang kayu terdengar berulang-ulang, membelah keheningan hutan yang selama ini terasa seperti surga tersembunyi. Dengan rasa penasaran, mereka mendekati asal suara tersebut. Mereka kembali terkejut ketika melihat sekelompok pemburu liar sedang menebang pohon-pohon besar. Mereka menargetkan Kayu Cendana dan kayu Besi untuk diolah dan dijual ke Wakatobi. Mereka tidak bisa mempercayai apa yang mereka lihat. Bagaimana mungkin ada orang yang berani merusak hutan ini, tempat yang selama ini mereka anggap sebagai tempat yang suci dan penuh keindahan alam? Sinta dan Jun merasa marah dan sedih melihat pemandangan itu; mereka merasa bertanggung jawab untuk melindungi hutan ini dari ancaman yang datang dari dalam. Dengan langkah hati-hati, mereka menyusup ke dalam kerumunan pemburu liar tersebut, siap untuk mengungkapkan kebenaran yang sebenarnya."Ini
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-17
Baca selengkapnya

Bab 23: Kehadiran Sang Peneliti

Di tengah kesibukan Sinta dan Jun menyusun strategi pemberdayaan masyarakat lokal, datang seorang tamu tak terduga ke Hutan Lambusango. Seorang pria paruh baya dengan ransel besar dan sikap tenang memperkenalkan dirinya kepada tokoh adat setempat. Pria tersebut adalah seorang peneliti yang tertarik untuk melakukan studi tentang keanekaragaman hayati di hutan tersebut. Dengan pengalaman dan pengetahuannya, ia berharap dapat memberikan kontribusi positif bagi pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat.“Nama saya Dr. Malik Al-Fahmi,” katanya sambil tersenyum. “Saya peneliti ekologi sosial dan aktivis lingkungan serta karbon. Saya mendengar tentang upaya konservasi di Lambusango dan ingin membantu, jika diizinkan.” Tokoh adat setempat menyambut kedatangan Dr. Malik dengan hangat, mengapresiasi minatnya dalam pelestarian lingkungan. Mereka pun berdiskusi lebih lanjut tentang rencana studi yang akan dilakukan oleh Dr. Malik di hutan Lambusango.Dr. Malik adalah sosok yang
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-22
Baca selengkapnya

Bab 24: Resonansi Cinta dalam Kabanti

Di malam-malam yang tenang, di bawah kerlip bintang dan nyala api unggun kecil, Sinta dan Jun meluangkan waktu untuk membuka kembali teks-teks kuno kabanti. Aroma dedaunan dan suara hutan yang hidup menjadi latar belakang refleksi mereka. Kabanti, dengan bait-baitnya yang penuh makna, menjadi lebih dari sekadar puisi bagi mereka—ia adalah jembatan antara tradisi dan masa kini.Sinta menunjuk sebuah teks yang menarik perhatiannya. “Lihat ini, Jun. Di sini disebutkan bahwa manusia harus menjadi penjaga bumi, bukan penguasanya. Kita bagian dari alam, bukan pemiliknya.”Jun membaca dengan saksama, lalu berkata, “Ini mengingatkan kita bahwa hubungan kita dengan alam bukan soal kekuasaan, tapi soal tanggung jawab. La Ode Harimao benar. Jika kita mencintai sesuatu, kita harus menjaga dan melindunginya.”Sinta mengangguk perlahan. “Kabanti ini mengajarkan keseimbangan. Bukan hanya antara manusia dan alam, tapi juga antara kebutuhan kita dan kebutuhan generasi mendatang. Jika kita serakah hari
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-26
Baca selengkapnya

Bab 25: Langkah di Antara Cinta dan Tradisi

Sinta berdiri di tepi hutan Lambusango, memandangi hamparan hijau yang terbagi dalam tiga wilayah: kawasan konservasi, hutan lindung, dan kawasan perhutanan sosial. Ia memegang tablet yang menampilkan data pemetaan drone, sambil memikirkan langkah berikutnya.“Semua ini harus diatur dengan baik,” katanya kepada Jun. “Kita harus memastikan bahwa pemetaan ini memberikan manfaat nyata untuk masyarakat, sambil tetap menjaga kelestarian hutan.”Jun, yang berdiri di sampingnya, hanya mengangguk. Perhatian Jun bukan pada data atau peta, melainkan pada wajah Sinta yang bercahaya di bawah sinar matahari sore.“Apa yang kau pikirkan, Jun?” tanya Sinta, menyadari tatapan Jun yang tak lepas darinya.Jun tersenyum, tapi ia tahu bahwa kejujuran perasaannya bisa menjadi beban di tengah tugas besar mereka. “Aku hanya berpikir bahwa kau adalah seseorang yang luar biasa,” katanya akhirnya.Sinta tersipu, tetapi ia sege
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-28
Baca selengkapnya

Bab 26: Mengunjungi Ruang Budaya dan Pendidikan di Korea

Jun membawa Sinta mengunjungi berbagai institusi budaya dan pendidikan di Korea, memperlihatkan bagaimana sistem pengelolaan budaya diajarkan kepada generasi muda. Mereka mengunjungi sebuah sekolah dasar di Seoul, di mana anak-anak diajarkan menghormati warisan budaya mereka melalui pelajaran sejarah, seni, dan praktik-praktik tradisional.“Lihat ini, Sinta,” kata Jun sambil menunjukkan salah satu mural di aula sekolah yang menggambarkan tradisi rakyat Korea. “Setiap generasi diajarkan untuk memahami akar budaya mereka sejak dini. Jika kita bisa menerapkan hal yang serupa di Buton, terutama untuk konservasi Hutan Lambusango, aku yakin hasilnya akan luar biasa.”Sinta mengangguk, terinspirasi. “Mendidik anak-anak di sekitar Lambusango untuk mencintai budaya dan lingkungan mereka sejak dini adalah langkah yang sangat penting. Itu akan menjadi bagian dari jati diri mereka.”Mereka juga mengunjungi sebuah museum budaya yang memamerkan cara hidup tradisional Korea. Di sana, Jun menunjukkan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-30
Baca selengkapnya

Bab 27: Kembali ke Buton

Pesawat dari Seoul menuju Jakarta meluncur mulus di langit malam. Di kursi sebelah, Sinta terlelap, wajahnya yang khas—perpaduan antara warisan Buton, Melanesia, dan sentuhan keturunan Asia lainnya—bersinar tenang di bawah cahaya lampu kabin. Bagi Jun, Sinta adalah sosok yang tidak hanya menginspirasi cinta, tetapi juga harapan bagi masyarakat yang ingin mereka bangun bersama. Sebelum tidur, Sinta memutar music pop Korea Touch Love yang dipopulerkan Yoon Mi-rae, Sinta terlelap dalam imajinya, berharap bersandar pada Jun-ho dalam perjalanan panjang hidupnya nanti. Pelan-pelan teks-teks lagu itu menjelma dalam mimpinya, ia sudah menemukan dirinya bersandar pada Jun-ho di pantai yang ada di pulau Jeju. Ia menyandarikan dirinya. Jun-ho melihat Sinta tersenyum dan matanya tetap tertuju. Jun-ho membirkan ia Sinta tertidur, ia hanya mengagumi kencatikan itu, mengalahkan Yoon Mi-rae artis Korea yang terkenal di negaranya.Di benak Jun, rencana-rencana besar berkecamuk. Kembali ke Buton bukan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-12
Baca selengkapnya

Bab 28: Ujian Adat di Tanjung Pemali

Kedatangan Sinta dari Korea yang seharusnya menjadi momen kebahagiaan dan kebanggaan justru berubah menjadi polemik besar di Buton. Desas-desus yang disebarkan oleh kaki tangan pengelola tambang dan La Ode Musrama yang merasa iri, telah merusak reputasi Sinta. Isu bahwa Sinta tidak lagi suci sebagai calon pemimpin adat beredar luas, membuat masyarakat dan Parabela (tetua adat) ragu akan kelayakannya. Isu itu bahkan dibuatkan dalam bentuk musik. La Ode Musrama selalu menyanyikan lagu Sepuli na Jandi yang dipopulerkan La Ode Karimuddin. Ia menyebarkan desas desus bahwa Sinta yang merupakan tokoh muda yang dapat mewarisi peradaban Buton kini tidak layak lagi."Sinta sudah melanggar nilai-nilai sakral budaya kita," bisik beberapa orang. Ia bergerilya dan melibatkan banyak ibu-ibu yang senang bergosip. Ia sudah berjalan terlampau jauh, ia sampai di pulau Jeju, tidak mungkin kita percaya lagi”. Rasa cemburu menyelimuti hatinya. Ia begitu benci ketika ia tahu bahwa Sinta pergi
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-13
Baca selengkapnya

Bab 29: Mengurai Misteri Pengka Loe-Loe

Kisah sumpah adat Pengka Loe-Loe yang menewaskan La Ode Musrama dan perempuan-perempuan penyebar fitnah menjadi perbincangan hangat, tidak hanya di Buton tetapi juga di berbagai media sosial. Banyak yang terpukau dan takjub, tetapi ada pula yang mempertanyakan kebenaran ritual tersebut. Beberapa pihak bahkan meminta investigasi atas insiden ini. Bahkan ada berita di media yang menjelaskan bahwa ritual itu adalah ritual pembunuhan. Bahkan ada media yang menjelaskan bahwa mantra itu adalah mantra pembunuhan dalam versi yang lainnya.“Kita harus melakukan investigasi atas apa yang terjadi di pantai kemarin. Itu murni kriminalitas yang berbasis di mantra”. Bahkan media nasional dan internasional menomentari peistiwa itu setelah videonya tersebar luas di masyarakat.“Ini adalah pembunuhan,” kata salah seorang anak muda yang memiliki hubungan dengan pihak tambang yang selama ini dihalangi oleh tetua adat yang didukung oleh Sinta dan J
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-13
Baca selengkapnya

Bab 30: Perjalanan ke Talaga dan Misteri Kangkilo

Rasa penasaran yang membara membawa Jun-ho dan Sinta ke Pulau Talaga, tempat asal mula tradisi Pengka Loe-Loe, ritual adat yang telah mengubah persepsi mereka tentang hubungan antara dunia nyata dan spiritual. Mereka ingin memahami lebih dalam tentang kangkilo, filosofi yang menjadi inti dari kepercayaan masyarakat Buton. Jun-ho dan Sinta sangat penasaran, terutama Jun-ho yang menyaksikan kejadian beberapa hari yang lalu dengan mata bahkan dengan direkam dengan kamera. Jun sangat kaget, karena sebuah fenomena yang unik terjadi di depan mata, tepat dizaman seperti ini. “Ini adalah representasi ruang-ruang kesadaran budaya yang tidak mungkin dapat dijelaskan oleh prspektif ilmiah. Datang ke Pulau Talaga adalah sesuatu yang penting, untuk menyaksikan secara langsung, bagaimana masyarakat setempat mendapatkan pemahaman mengenai dunia bawah laut.” Jun-ho dan Sinta mengharapkan ada penjelasan yang mendalam mengenai masalah ini. Mereka akhirnya menuju Kota Baubau untuk menumpang kapal-kapa
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-17
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status