Semua Bab KEMBALINYA SANG RATU: Bab 111 - Bab 115

115 Bab

Bab 109 — Ladang yang Menyimpan Doa dan Dunia yang Terbelah

Dedaunan gingko menari perlahan di sepanjang lembah Gangwon-do, seolah menyambut tamu dari arah khatulistiwa yang datang membawa rencana besar dalam kepalanya dan doa lembut dalam dadanya. Lintang berjalan di jalur tanah yang mengarah ke ladang pertanian, tempat para petani Korea masih menggantungkan hidup mereka dari tanah, air, dan musim yang tak selalu bersahabat.Di antara ladang itu, berdiri seorang lelaki tua dengan topi bambu dan tangan penuh lumpur, namun senyum dan matanya jernih bak telaga.“Annyeong haseyo,” sapa Lintang, sedikit kaku tapi tulus.Petani itu mengangguk. “Kau dari Indonesia?” tanyanya, sambil meletakkan alat cangkul ke tanah. “Aku pernah bertemu peneliti dari Buton dulu, tentang metode tanam dengan bulan.”Lintang tersenyum, seakan semesta mempertemukannya tepat dengan orang yang tak asing dengan tanah airnya.“Aku datang membawa gagasan Madrasah Langit,” katanya pelan. &ldqu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-18
Baca selengkapnya

Bab 110 — Air Mata di Bawah Pohon Ginkgo

Langit Seoul berwarna kelabu saat Lintang melangkah keluar dari stasiun. Hujan tipis mengguyur jalanan kota yang sibuk, namun suara langkahnya terasa berat, seolah setiap jejak menanggung beban masa silam yang belum benar-benar selesai. Di tangannya, ia menggenggam sekuntum bunga camellia putih—simbol kerendahan hati dan penyesalan.Alamat rumah sang nenek tertera di selembar kertas yang kini telah lecek di sakunya. Meski sebelumnya begitu yakin akan percakapan ini, kini dadanya berdebar, dan pikirannya berliku: Akankah neneknya menerima? Ataukah ambisi masa lalu masih tertinggal dalam darah perempuan tua itu?Rumah kayu tua di pinggir kota itu tampak seperti lukisan dari masa lalu: beranda kecil dengan tanaman bonsai, dan pintu geser dari kayu pinus tua. Aroma kayu dan hujan membaur di udara, menciptakan suasana yang melankolis namun sakral.Lintang mengatur napas. Ia mengetuk pelan. Satu... dua... tiga ketukan.Lalu suara lembut, r
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-18
Baca selengkapnya

Bab 111 – Madrasah Langit di Bawah Langit Jeju

Langit di atas Pulau Jeju membentang luas, seolah menjadi kanvas bagi kisah-kisah dunia yang tak henti dituliskan. Awan-awan kelabu yang menari di ufuk timur tak bisa menutupi semarak warna dari hati manusia yang datang dari berbagai penjuru bumi, mencari makna, mencari akar, dan menemukan langit yang sama—madrasah tak bertembok, tak berbatas, yang mengajarkan keikhlasan melalui gerak alam.Lintang berdiri di antara ladang bunga canola yang menguning seperti cahaya, diapit oleh angin musim semi yang membawa aroma asin dari laut dan tanah yang baru saja digarap. Di sekelilingnya, wajah-wajah dari berbagai benua berkumpul—nelayan tua dari Jeju, sepasang petani dari hutan Kongo, seorang pelancong dari Brasil, dan gadis muda dari Taiwan. Semua hadir dalam diam yang penuh makna, menyambut Lintang seperti seorang guru tua yang kembali setelah perjalanan panjang, padahal sesungguhnya merekalah guru-guru sejati yang tengah Lintang cari.“Jeju bukan hanya tana
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-19
Baca selengkapnya

Bab 112 – Gema Langit dari Seoul ke Samudra

Pagi merambat tenang di Seoul. Cahaya mentari musim semi jatuh lembut di jendela rumah tua yang berdiri kokoh di pinggir kota, milik nenek Lintang. Di dalamnya, aroma teh hijau dan kayu manis berpadu, mengisi ruangan seperti pelukan hangat dari masa silam. Neneknya duduk di sudut ruang, mengenakan hanbok warna pucat, membalik-balik halaman kitab tua bertulisan tangan. Diamnya bukan ketidakpedulian, tetapi tanda perenungan yang dalam.Lintang duduk bersila di lantai kayu, komputer jinjing terbuka di hadapannya. Di layar, wajah-wajah dari berbagai penjuru dunia menyala satu per satu dalam ruang daring Madrasah Langit yang ia bangun. Hari itu, ia membuka sesi dialog lintas bumi—sebuah forum terbuka yang meniadakan waktu dan batas negara, sebuah sekolah langit yang memanggil jiwa-jiwa muda dari penjuru dunia untuk merajut hikmah.Suara pertama datang dari utara bumi, dingin namun penuh semangat.“Salam dari Nuuk, Greenland!” seru seorang anak muda
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-19
Baca selengkapnya

Bab 113 – Tanah, Langit, dan Akar yang Menembus Waktu

Di antara awan musim semi yang mulai mencairkan sisa dingin musim dingin, Seoul menyeruak sebagai kota penuh kenangan dan percakapan. Pagi itu, langit seolah menuliskan puisi dalam kabut tipis, sementara semesta bersiap membuka lembaran baru bagi Madrasah Langit. Bukan sekadar gagasan, melainkan jalinan rasa, akar, dan bintang yang kini bersinar dari berbagai sudut dunia.Lintang duduk di teras rumah neneknya, mendengarkan suara angin yang menyapu daun-daun tua. Di dalam rumah, Nyonya Choi tengah menyiapkan sesuatu. Sementara itu, jauh di sisi lain dunia, Sinta—sahabat Lintang yang sejak awal turut menabur benih Madrasah Langit—mengalami momen yang akan mengubah pandangannya tentang filosofi alam.Sinta berdiri di tengah sebuah taman sunyi di kaki pegunungan Himalaya, di sebuah desa kecil India yang dipenuhi pohon neem dan suara lonceng lembut dari kuil tua. Ia tengah menunggu seseorang yang disebut-sebut oleh penduduk lokal sebagai “Kakek Guru”
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-04-19
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status