Semua Bab Menjadi Istri Dadakan Guru Killer: Bab 11 - Bab 20

41 Bab

BAB 11 - Kejutan (1)

Mobil Ian berhenti di depan sebuah restoran mewah bergaya klasik Eropa. Lampu-lampu kristal yang menggantung di sepanjang pintu masuk memberikan kesan mewah dan elegan. Sebelum turun dari mobil, Ian menahan tangan Viera."Tunggu," ujarnya pelan. "Ingat apa yang kita latihan tadi?"Viera mengangguk lemah. "Bergandengan tangan...""Bagus. Ayo."Ian keluar lebih dulu dan membukakan pintu untuk Viera—sebuah gestur yang membuat beberapa pengunjung restoran melirik ke arah mereka. Viera menarik napas dalam-dalam sebelum menyambut uluran tangan Ian. Jemari mereka bertaut, dan entah mengapa, kali ini terasa lebih natural dibanding di mobil tadi."Orang tuaku sudah menunggu di ruang VIP," Ian berbisik sambil menuntun Viera memasuki restoran.Seorang pelayan mengantar mereka ke lantai dua, menuju sebuah ruangan privat dengan pintu kayu berukir indah. Sebelum membuka pintu, Ian mengeratkan genggamannya pada tangan Viera."Kau siap?""Tidak," jawab Viera jujur. "Tapi apa kau peduli pada pilihanku
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-07
Baca selengkapnya

BAB 12 - Kejutan (2)

Ian tersadar lebih dulu. Ia berdehem pelan dan segera menarik diri, kembali ke posisi normalnya di belakang kemudi. Tanpa berkata apa-apa, ia menjalankan mobil, membelah keheningan malam Jakarta.Viera merasakan jantungnya berdegup lebih kencang dari sebelumnya. Selama 17 tahun hidupnya, tak pernah ada laki-laki yang berada sedekat itu dengannya—bahkan Felix sekalipun. Ia mencuri pandang ke arah Ian yang tetap fokus menyetir dengan wajah datarnya yang biasa.'Bagaimana dia bisa setenang itu?' batin Viera kesal, tangannya meremas ujung gaunnya.Perjalanan pulang dilalui dalam diam. Tidak ada obrolan, tidak ada gandengan tangan seperti tadi—hanya suara mesin mobil dan degup jantung Viera yang entah mengapa tak kunjung normal.Pukul setengah sepuluh, mobil Ian a
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-08
Baca selengkapnya

BAB 13 - Kacau (1)

Sinar matahari yang menerobos celah tirai kamar Viera tidak mampu membangunkannya dari tidur lelap. Berulang kali mamanya mengetuk pintu kamar dan mencoba menelepon, namun Viera masih terbuai dalam dunia mimpinya. Pintu kamar yang terkunci membuat mamanya tidak bisa masuk untuk membangunkannya secara langsung."Viera! Bangun, Sayang! Sudah jam setengah tujuh!" teriak mamanya sambil mengetuk pintu kamar Viera dari luar kamar, suaranya penuh kekhawatiran.Setelah beberapa saat, mata Viera akhirnya terbuka perlahan. Begitu melihat jam digital di meja nakasnya menunjukkan pukul 06.30, matanya langsung terbelalak lebar. Jantungnya berdegup kencang menyadari bahwa ia hanya punya waktu setengah jam untuk sampai ke sekolah jika tidak ingin terlambat."Oh My God, kenapa aku bisa kesiangan?!" rutuknya sambil melompat dari tem
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-09
Baca selengkapnya

BAB 14 - Kacau (2)

Suasana kelas begitu hening ketika Ian mulai menjelaskan materi matematika di depan kelas. Papan tulis putih dipenuhi dengan rumus-rumus dan angka-angka yang dituliskan dengan rapi oleh tangan tegasnya. Semua murid mendengarkan dengan seksama, mencatat setiap detail penjelasan yang diberikan oleh guru muda itu. Namun tidak dengan Viera.Pikirannya melayang entah kemana, tatapannya kosong ke arah jendela. Sesekali ia mencoret-coret bukunya tanpa arti, sementara penjelasan Ian hanya lewat begitu saja di telinganya. Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Tanpa ia sadari, sepasang mata tajam Ian telah menangkap gelagat tidak fokusnya sejak tadi."Nona Viera," suara tegas Ian memecah lamunannya. "Bisa tolong jelaskan kembali apa yang baru saja saya terangkan?"Seisi kelas mendadak sunyi. Viera terkesiap, matanya membu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-10
Baca selengkapnya

BAB 15 - Aroma Mint

"Aduh, gimana nih?" keluh Viera pada Renna dan Fanny saat ia ingat bahwa setelah pelajaran Matematika usai, akan ada pelajaran olahraga. "Gue nggak bawa baju olahraga. Kesiangan sih tadi pagi."Renna mengerutkan keningnya. "Terus loe mau gimana? Pak Dani kan terkenal tegas soal aturan seragam olahraga.""Iya, minggu lalu aja ada yang lupa bawa sepatu olahraga, disuruh lari keliling lapangan lima kali," tambah Fanny sambil mengambil baju olahraganya di tas.Viera menghela napas panjang. "Kayaknya gue bakal izin aja deh. Bilang sakit kepala atau apa gitu.""Yakin?" tanya Renna dengan nada khawatir. "Bohong itu nggak baik lho.""Gue tau, tapi daripada dihukum? Lagian cuma sekali ini kok," jawab Viera meyakinkan temannya.
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-11
Baca selengkapnya

BAB 16 - Menjaga

Setelah kembali dari UKS, Viera, Renna, dan Fanny memutuskan untuk menghabiskan jam kosong di kelas. Mereka duduk melingkar di bangku belakang, berbagi cemilan sambil bergosip tentang berbagai hal. Tak lama kemudian, Felix menghampiri dan bergabung dalam obrolan."Eh Felix, gabung nih?" goda Fanny sambil menyikut Renna.Renna yang mengerti kode dari Fanny langsung menyambung, "Kalian berdua ini sebenernya kenapa sih nggak pacaran aja? Udah keliatan banget cocoknya."Felix tersenyum tipis mendengar godaan itu. "Maunya sih gitu," jawabnya sambil melirik ke arah Viera. "Tapi kayaknya Viera nggak mau deh."Viera yang sedang meminum air mineralnya hampir tersedak. "Bukan gitu," ia mencoba menjelaskan. "Gue emang nggak mau pacaran. Gue pengennya pacaran sama suami aja nanti, s
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-12
Baca selengkapnya

BAB 17 - Prinsip

Siang itu, matahari masih menggantung tinggi di langit kota. Lapangan basket sekolah terlihat ramai oleh kegiatan ekstrakurikuler. Viera, Renna, dan Fanny bergabung dengan adik-adik kelas mereka untuk latihan cheerleader. Meskipun sebagai siswi kelas 12 mereka tidak lagi wajib mengikuti kegiatan ini, tapi ketiganya memutuskan untuk tetap berpartisipasi sekaligus mengisi waktu luang.Di sisi lain lapangan, beberapa siswa laki-laki sedang bermain basket. Felix ada di antara mereka, sesekali mencuri pandang ke arah tim cheerleader. Atau lebih tepatnya, ke arah Viera."Eh, Ra," Renna berbisik saat mereka sedang beristirahat. "Felix dari tadi merhatiin loe terus tuh."Fanny mengangguk menyetujui. "Iya, setiap loe lompat atau gerak, matanya nggak lepas dari loe."Viera mengambil botol minumnya, berusaha mengabaikan godaan kedua sahabatnya. "Udah dong, jangan bahas itu lagi.""Tapi, Ra," Renna merendahkan suaranya. "Kasihan lho dia. Keliatan banget cintanya bertepuk sebelah tangan.""Kenapa
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-13
Baca selengkapnya

BAB 18 - Keraguan

Begitu sampai di rumah, Viera langsung bergegas ke kamar mandi. Air hangat yang membasahi tubuhnya seolah berusaha membilas kegelisahan yang menyelimuti pikirannya sejak melihat kejadian di sekolah tadi. Selesai mandi, ia mengenakan kaus longgar dan celana pendek favoritnya, lalu menghempaskan diri ke kasur empuk yang seakan memeluk tubuhnya yang lelah.Tangannya meraih ponsel yang tergeletak di nakas. Entah dorongan apa yang membuatnya membuka aplikasi Outstagram dan mengetikkan nama "Berlian Gunawan" di kolom pencarian. Jemarinya bergerak ragu sebelum akhirnya menekan tombol "cari".Dan di situlah akun Ian, dengan foto profil yang menampilkan sosoknya yang tengah tersenyum formal dalam balutan jas hitam. Viera mengamati feed Ian yang ternyata tidak terlalu aktif. Hanya ada beberapa foto yang kebanyakan adalah momen-momen ketika ia berlibur ke luar negeri.Mata Viera terhenti pada sebuah foto yang diambil di depan Menara Eiffel. Ian tampak santai dengan kaus putih dan celana jeans, s
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-14
Baca selengkapnya

BAB 19 - Makan Malam

"Makan malam sudah siap!" suara Mamanya terdengar dari arah ruang makan lantai satu. Viera yang masih berbaring di kamar mengusap sisa-sisa air mata di pipinya, merapikan rambut, dan bergegas turun.Di meja makan, Papanya sudah duduk di kursinya yang biasa, kacamata bacanya masih bertengger di hidung sementara tangannya membolak-balik halaman koran hari ini. Mamanya sibuk menata piring-piring berisi nasi goreng spesial buatannya, lengkap dengan telur mata sapi dan acar kesukaan Viera."Kok matanya bengkak, sayang?" tanya Mamanya begitu Viera mengambil tempat duduknya. "Kamu habis nangis?"Viera menggeleng cepat, berusaha tersenyum. "Enggak kok, Ma. Cuma capek aja habis latihan cheerleader tadi."Papanya melipat korannya dan menatap Viera dengan seksama. "Bener? Kalau ada apa-apa cerita sama Papa dan Mama ya?""Iya, Pa," jawab Viera sambil mengaduk-aduk nasi gorengnya."Oh iya, Ra," Mama mengambil tempat di sebelah Suaminya. "Tadi Mama sudah bicara sama Tante Citra, mamanya Ian. Besok
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-15
Baca selengkapnya

BAB 20 - Dingin

Selasa pagi yang cerah. Viera berangkat ke sekolah dengan perasaan yang masih bercampur aduk. Setidaknya pagi ini ia tidak terlambat bangun, dan Pak Mamad sudah siap mengantarnya tepat waktu. Mobil Alvhard putih yang sudah siap itu melaju pelan meninggalkan pekarangan rumah.Sesampainya di gerbang sekolah, Viera baru saja akan melangkah menuju gedung utama ketika sebuah Innovasi hitam melintas di sampingnya. Mobil Ian. Tidak ada tanda-tanda pengendaranya menoleh atau bahkan menyadari keberadaannya. Viera menghela napas panjang. Ya, memang begini seharusnya. Di sekolah, mereka hanyalah guru dan murid. Tidak lebih."VIERAAAAA!"Tepukan di kedua bahunya membuat Viera terlonjak kaget. Renna dan Fanny sudah berdiri di belakangnya dengan cengiran lebar."Duh, ngagetin aja!" pr
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-16
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status