Home / Romansa / Menjadi Istri Dadakan Guru Killer / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Menjadi Istri Dadakan Guru Killer: Chapter 31 - Chapter 40

42 Chapters

BAB 31 - Mulai Berubah? (1)

"Hai," sapa Felix saat Viera baru saja duduk di bangkunya. Felix tiba-tiba mendekati dan duduk di bangku depannya."Hai," balas Viera singkat.Felix tersenyum. "Kamu kemarin dari mall pulang jam berapa?"“Sekitar jam enam sore, sih. Setelah dari toko buku aku langsung bergabung dengan orang tuaku.” jawab Viera."Ooh…," lanjut Felix. "Aku juga melihat Pak Ian di mall yang sama. Tapi, dia sendirian."Viera berusaha terlihat santai. "Oh ya? Mungkin Pak Ian juga sedang jalan-jalan.""Kebetulan sekali, ya," kata Felix, nadanya terdengar menyelidik.Mata Felix menatap Viera tajam. Seolah-olah mencoba membaca setiap ekspres
last updateLast Updated : 2024-12-27
Read more

BAB 32 - Mulai Berubah? (2)

Aroma sedap menguar dari hidangan Chinese food di dalam restoran. Ian dan Viera duduk berhadapan di sudut restoran yang agak sepi."Satu matcha latte dingin," pesan Viera pada pelayan."Coffee latte," tambah Ian.Tak lama kemudian, hidangan mereka datang. Ikan fillet dengan saus inggris mengkilat menggoda, udang salted egg yang menguarkan aroma gurih, dan dua porsi nasi putih hangat.Mereka makan dalam diam. Hanya dentingan sendok dan garpu yang terdengar, sesekali diselingi suara seruputan minuman.Tiba-tiba, gerakan Ian terhenti. Matanya fokus pada wajah Viera."Ada nasi," katanya singkat.Sebelum Viera sempat bereaksi, jari Ian suda
last updateLast Updated : 2024-12-28
Read more

BAB 33 - Janji

Desember datang dengan angin sejuk yang menyapu Jakarta. Di sebuah gedung mewah di kawasan tengah kota, Viera berdiri di depan cermin besar, mengamati gaun biru tua yang membalut tubuhnya."Viera, sudah siap sayang?" Mama Viera melangkah masuk dengan mata berkaca-kaca."Ma..." Viera berbalik, jemarinya masih memainkan kalung berlian pemberian Ian. "Aku gugup.""Wajar sayang," Mama mendekat, membenahi anak rambut Viera yang sedikit mencuat. "Kamu cantik sekali. Seperti putri dalam dongeng.""Tapi Ma," Viera merendahkan suaranya, "Bagaimana kalau Ian...""Sssh," Mama menggenggam kedua tangan Viera. "Mama melihat ketulusan di mata Ian. Kamu tidak lihat bagaimana dia menatapmu akhir-akhir ini?"
last updateLast Updated : 2024-12-29
Read more

BAB 34 - Cincin yang Berbicara

Pagi itu, Viera berdiri di depan cermin, memutar-mutar dua cincin di jarinya. Yang satu adalah cincin pertunangan dari Ian - berkilau dengan berlian yang elegan. Yang lainnya adalah cincin biasa yang ia beli kemarin, sengaja dipilih untuk mengecoh teman-temannya."Sempurna," gumamnya, memastikan kedua cincin itu tampak natural di jarinya.Di sekolah, suasana masih sama seperti biasa. Ian tetap menjadi guru matematika yang ditakuti, dengan tatapan dingin dan sikap tegas yang membuat siswa-siswa bergidik. Tidak ada yang berubah, seolah malam pertunangan itu hanya mimpi belaka."Eh, Ra," Fanny menyenggol bahunya saat mereka duduk di kantin. "Tumben loe pakai cincin? Dua lagi."Viera mengangkat tangannya dengan santai, berusaha menjaga detak jantungnya tetap normal. "Oh, ini
last updateLast Updated : 2024-12-30
Read more

BAB 35 - Mulai Cemas

Langit Jakarta tampak cerah siang itu, terlalu cerah untuk mata Viera yang masih mengantuk setelah pelajaran matematika. Bunyi peluit dari Pak Dani, guru olahraga mereka, menggema di lapangan, memaksa seluruh siswa untuk berbaris."Hari ini kita praktek voli," kata Pak Dani lantang. "Bagi diri menjadi dua kelompok, masing-masing 15 orang."Viera merasakan perutnya mulas. Dari sekian banyak olahraga, kenapa harus voli? Ia masih ingat jelas bagaimana dulu bola voli selalu berhasil menghindari tangannya, atau lebih parah, mendarat tepat di wajahnya."Ra, satu tim sama aku ya!" ajak Fanny bersemangat."Iya, gue juga!" Renna menimpali.Viera tersenyum lemah. "Kalian yakin mau satu tim sama gue? Kalian kan tahu gue payah main voli.
last updateLast Updated : 2024-12-31
Read more

BAB 36 - Paper Bag

Siang itu, Viera hanya bisa berbaring di UKS, menatap langit-langit putih yang membosankan. Bu Nina sudah memberinya izin untuk tidak mengikuti pelajaran hari ini, termasuk bimbel sepulang sekolah. Pipinya masih terasa nyeri, tapi setidaknya bengkaknya sudah mulai berkurang."Istirahat saja ya," kata Bu Nina sambil membereskan kotak obat. "Kalau ada apa-apa, tekan bel di samping tempat tidur. Ibu ada di ruang guru sebentar."Viera mengangguk lemah. Setelah Bu Nina pergi, ia menghela napas panjang. Tangannya tanpa sadar menyentuh pipinya yang masih berdenyut."Permisi," sebuah suara familiar terdengar dari pintu.Viera menoleh, mendapati Felix berdiri dengan senyum hangatnya yang khas. Di tangannya ada kantong plastik berisi susu dan roti.
last updateLast Updated : 2025-01-01
Read more

BAB 37- Khawatir

Bel pulang berbunyi nyaring di seluruh penjuru sekolah, menandakan berakhirnya kegiatan belajar mengajar hari itu. Murid-murid kelas 10 dan 11 berhamburan keluar kelas dengan semangat, membawa tas dan perlengkapan sekolah mereka.Di tengah hiruk pikuk tersebut, Viera merasakan getaran di ponselnya. Sebuah pesan masuk dari Ian. "Aku akan mengantarmu pulang. Kamu bisa jalan sendiri ke parkiran mobil guru kan? Aku tidak ingin ada yang melihat," begitu isi pesan Ian. Viera membaca pesan itu dengan senyum tipis tersungging di bibirnya. Ia paham betul mengapa Ian bersikap begitu hati-hati."Bu Nina, saya pamit pulang ya," ucap Viera sopan."Oh, Pak Mamad sudah jemput? Ibu antar ke depan ya?" tawar Bu Nina."Tidak usah repot-repot, Bu. Saya bisa sendiri kok," tolak Viera halus.Sebelum beranjak, Viera mengirim pesan ke grup chatnya dengan Renna dan Fanny. "Guys, aku pulang duluan ya. Gak ikut bimbel hari ini.""Lho kenapa? Kepalamu masih sakit?" balas Renna cepat."Iya nih, mending istiraha
last updateLast Updated : 2025-01-02
Read more

BAB 38 - Mulai Mencair?

Pagi itu, Viera memandang keluar jendela mobil Pak Mamad yang melaju pelan memasuki gerbang sekolah. Perasaannya campur aduk - antara lega bisa kembali ke sekolah dan gelisah menghadapi gosip yang mungkin beredar. Kepalanya sudah tidak pusing lagi, tapi memori tentang perhatian Ian kemarin masih terasa hangat di benaknya."Sudah merasa baikan, Non?" tanya Pak Mamad sambil menghentikan mobil di depan gedung sekolah."Sudah jauh lebih baik, Pak. Terima kasih," jawab Viera sambil tersenyum, lalu turun dari mobil dengan hati-hati.Belum sempat Viera melangkah jauh, suara familiar menyambutnya dengan penuh semangat. "Vieraaaa!" Renna dan Fanny berlari kecil menghampirinya, wajah mereka dipenuhi kekhawatiran sekaligus kelegaan."Ya Ampun, loe benar-benar sudah sembuh?" tanya F
last updateLast Updated : 2025-01-03
Read more

BAB 39 - Munculnya Villain

Keesokan harinya, Viera melangkah memasuki kelas dengan langkah berat. Meski kepalanya sudah tidak sakit, namun hatinya masih was-was menghadapi bisik-bisik yang tak kunjung reda. Ia duduk di bangkunya seperti biasa, mengeluarkan buku pelajaran sambil sesekali melirik sekeliling."Wah, wah... si anak rajin sudah datang rupanya," suara sinis itu membuat Viera mendongak. Reggina, gadis populer itu berdiri di depan mejanya dengan tangan terlipat di dada. Rambut panjangnya yang dicat coklat keemasan terlihat berkilau, hasil blow di salon mahal langganannya.Riasan wajahnya lebih tebal dari siswi lain - dengan eye shadow kecoklatan dan lipstik merah muda yang mencolok. Jam tangan Cartier berkilau di pergelangan tangannya, senada dengan kalung berlian yang selalu ia pamerkan. Tak heran banyak yang menyebutnya 'Princess' sekolah, mengingat ayahnya adalah salah satu pe
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

BAB 40 - Ancaman

Bel pulang sekolah berbunyi nyaring, menandakan berakhirnya sesi bimbel sore itu. Viera membereskan bukunya dengan tenang, sementara Renna dan Fanny masih menggerutu tentang kejadian pagi tadi."Gila ya si cabe gatal itu," Renna mendengus kesal sambil memasukkan buku ke dalam tasnya. "Sok banget sih dia. Mentang-mentang rambutnya di-blow tiap hari.""Iya! Udah gitu pake acara bawa-bawa nama Pak Ian segala," Fanny menimpali. "Padahal dia sendiri yang ganjen sama Pak Ian."Viera hanya tersenyum mendengar ocehan kedua sahabatnya. "Udah, biarin aja. Nanti juga capek sendiri."Belum sempat mereka melangkah keluar kelas, sosok Reggina muncul di ambang pintu, diapit oleh Daisy dan Ingrid - duo tak terpisahkan yang selalu mengekorinya kemanapun. Daisy dengan rambut pirang platin
last updateLast Updated : 2025-01-05
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status