Semua Bab Pesugihan Kandang Bubrah: Bab 71 - Bab 79

79 Bab

71. Pisau dan Bayangan

Arif melesat maju, pisaunya terangkat tinggi. Tubuhnya gemetar, tetapi bukan karena ketakutan. Adrenalin menguasai dirinya, membakar setiap keraguan yang sebelumnya melumpuhkan. Makhluk besar itu hanya berdiri diam, menunggu dengan senyum licik yang memamerkan deretan gigi tajamnya. Ketika pisau Arif hampir mengenai dada makhluk itu, sosok bayangan besar tersebut menggerakkan tangannya dengan kecepatan yang tidak mungkin. Cakar hitamnya menyapu udara, menghantam Arif hingga tubuhnya terpental beberapa meter ke belakang. Arif jatuh terguling, punggungnya menghantam lantai dengan keras. “Kau terlalu lambat,” ejek makhluk itu, matanya bersinar lebih terang. “Apakah ini yang kau sebut keberanian?” Arif meringis kesakitan, tetapi dia tidak menyerah. Arif menggenggam pisaunya lebih erat, lalu bangkit meskipun tubuhnya bergetar. “Aku tidak akan kalah darimu,” katanya, suaranya serak namun pen
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-14
Baca selengkapnya

72. Jejak Berdarah

Pintu kecil bercahaya yang terlihat di kejauhan kini semakin dekat. Langkah Arif yang berat membuat setiap detiknya terasa abadi. Pintu itu tampak berbeda dari pintu-pintu sebelumnya  dihiasi ukiran menyeramkan berbentuk wajah manusia yang terdistorsi, dengan mata yang seolah mengikuti setiap gerakan Arif. Ketika dia akhirnya tiba di depan pintu, udara di sekitarnya terasa semakin dingin, menusuk hingga ke tulang. Tangannya yang gemetar meraih gagang pintu, tetapi sebelum ia sempat mendorongnya, suara gemuruh terdengar dari belakang. Arif menoleh dan melihat lantai di ruangan itu mulai retak, memunculkan celah-celah yang menganga seperti mulut yang lapar. Dari dalam celah itu, cairan merah kental mengalir, mengisi ruangan dengan aroma anyir darah. “Cepat, Arif! Buka pintunya!” Suara pisau itu menggema di pikirannya. Tanpa berpikir panjang, Arif mendorong pintu itu dengan seluruh tena
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-15
Baca selengkapnya

73. Bayang-Bayang yang Mengepung

Pertarungan di lorong sempit itu berlangsung sengit. Arif terus mengayunkan pisaunya ke arah sosok tinggi tanpa mata itu, tetapi setiap serangan tampak sia-sia. Sosok tersebut bergerak dengan kecepatan luar biasa, seolah-olah dia bukan makhluk dari dunia nyata.  “Arif, fokus pada energinya!” Suara dari pisau di tangan Arif bergema dalam pikirannya. “Apa maksudmu?!” Arif berteriak, sambil mundur untuk menghindari cakar tajam sosok itu yang hampir menyayat dadanya. “Dia adalah bayangan yang kau ciptakan. Temukan kelemahannya di dalam dirimu sendiri!”Kata-kata itu membingungkan Arif, tetapi dia tidak punya waktu untuk merenung. Sosok tanpa mata itu menyerangnya lagi, kali ini dengan kecepatan yang lebih mematikan. Cakar-cakarnya menancap ke dinding lorong, meninggalkan bekas luka yang dalam. Arif mengatur napas, berusaha mengingat apa yang telah d
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-15
Baca selengkapnya

74. Keputusan yang Menentukan  

Arif berdiri membeku di tengah ruangan gelap itu, pandangannya terpaku pada bayangan dirinya yang terperangkap di dalam lingkaran merah bercahaya. Bayangan itu terus menatapnya dengan senyuman dingin, membuat setiap inci tubuh Arif bergetar. Suara napasnya terdengar berat, seperti menggema di seluruh ruangan.“Aku adalah kau, Arif,” ulang bayangan itu, suaranya dingin dan tanpa emosi. “Aku adalah bagian dari dirimu yang kau coba lupakan. Semua pilihan buruk, semua penyesalan, semua rasa bersalah.”Arif mengangkat pisaunya perlahan, cahayanya kembali menyala meskipun redup. “Kenapa aku harus memilih? Kenapa aku tidak bisa menghancurkanmu saja dan menyelesaikan semuanya?” tanyanya, suaranya penuh dengan keputusasaan.Bayangan itu tertawa kecil. “Menghancurkanku berarti menghancurkan dirimu sendiri. Kau tidak akan bisa melanjutkan perjalananmu tanpa aku. Tapi jika kau menerimaku, aku akan terus menjadi beban di punggungmu. Apakah kau siap untuk itu?”Arif memejamkan matanya, mencoba meng
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-15
Baca selengkapnya

75. Api Ujian Terakhir  

Langkah Arif terasa berat ketika dia melintasi lorong panjang yang dipenuhi nyala api biru. Angin dingin yang berhembus dari ujung lorong membawa aroma aneh, seperti campuran dupa dan daging terbakar. Bisikan-bisikan yang tidak jelas terus terdengar, menyusup ke dalam pikirannya, membuat jantungnya berdetak semakin kencang. “Fokus, Arif.” Suara dari pisau itu berbisik di pikirannya. “Jangan biarkan suara-suara itu menguasaimu.” Arif menggenggam pisau itu lebih erat. Cahaya biru dari bilahnya terasa menenangkan di tengah suasana mencekam. Arif menatap lurus ke depan, mencoba mengabaikan bayangan-bayangan yang bergerak di sudut-sudut penglihatannya. Di ujung lorong, sebuah gerbang besar terlihat berdiri kokoh. Gerbang itu terbuat dari logam hitam yang penuh ukiran simbol-simbol aneh. Nyala api biru tampak berkumpul di sekitar gerbang, menciptakan aura mengintimidasi. Arif tahu bahwa ini adalah tempat ujian terakhirnya.
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-16
Baca selengkapnya

76. Perang Melawan Kegelapan

Arif berdiri dengan tubuh penuh luka, napasnya berat, tetapi matanya memancarkan keberanian yang tidak goyah. Makhluk-makhluk bayangan terus menyerangnya, datang dari segala arah seperti gelombang tanpa akhir. Pisau di tangannya bersinar biru terang, membelah setiap bayangan yang mendekat. Namun, jumlah mereka terlalu banyak. Untuk setiap satu makhluk yang dihancurkan, dua lagi muncul dari kegelapan. Di tengah ruangan, sosok tinggi yang diselimuti kain hitam tetap diam, mengamati dari balik bayangan. Suara dinginnya kembali terdengar, menusuk hati Arif. “Kau melawan untuk apa, Arif? Kau pikir kau bisa menyelamatkan mereka?” Suara itu terdengar seperti ejekan yang bercampur dengan keangkuhan. Arif mengayunkan pisaunya, menebas bayangan lain yang mencoba menerjangnya. Jeritan melengking terdengar ketika makhluk itu menghilang menjadi asap hitam. Arif melirik ke arah Lila dan Jatinegara yang
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-17
Baca selengkapnya

77. Pertempuran Terakhir

Lantai ruangan berguncang hebat, memancarkan getaran yang terasa hingga ke tulang Arif. Sosok raksasa yang bangkit dari bawah altar kini berdiri tegak, tubuhnya menjulang hingga hampir menyentuh langit-langit. Kegelapan memancar dari tubuhnya seperti asap pekat, menyelimuti ruangan dalam aura kematian. Mata merah menyala sosok itu menatap Arif dengan tajam, penuh amarah. “Kau berpikir bisa menghancurkanku, manusia lemah?” Suara sosok itu bergema, dalam dan mengancam. “Aku adalah inti dari segala yang kau cari. Aku adalah kutukan yang kau ciptakan sendiri!” Arif berdiri dengan napas terengah-engah, lututnya bergetar tetapi ia menolak untuk menyerah. Pisau di tangannya bersinar terang, cahayanya mencoba melawan kegelapan yang mendominasi ruangan. Arif melirik Lila dan Jatinegara yang tergeletak di lantai, napas “Aku tidak takut padamu,” kata Arif, meskipun hatinya penuh keraguan. “
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-17
Baca selengkapnya

78. Semua Hanya Mimpi?

Arif terbangun dengan terkejut, matanya terbuka lebar dan napasnya memburu, cepat dan berat. Tubuhnya basah oleh keringat dingin, seolah-olah baru saja terperangkap dalam mimpi buruk yang begitu nyata. Dia mengerjap, mencoba menenangkan diri, namun rasa panik itu tak kunjung hilang. Dengan gemetar, Arif menatap sekeliling, berusaha mengumpulkan dirinya. Kamar tidurnya yang sederhana, dengan dinding putih dan jendela yang masih tertutup rapat, kini terasa asing dan sunyi. Hanya ada suara ayam berkokok dari luar, samar-samar menandakan bahwa pagi telah tiba. Sebuah lampu kecil di sudut kamar memancarkan cahaya redup, menambah kesan tenang yang kontras dengan ketegangan dalam dirinya. “Lila?” Suara Arif keluar serak, seperti baru saja berteriak dalam mimpi yang tak bisa dia ingat dengan jelas. Arif berbalik ke samping, berharap menemukan kenyamanan dalam keberadaan istrinya. Matanya tertuju pada Lila yang masih
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-18
Baca selengkapnya

79. Pisau yang Sama

Setiap kali Arif mencoba untuk tidur, bayangan makhluk-makhluk menyeramkan itu kembali muncul, menghantui pikirannya. Wajah-wajah mengerikan, suara bisikan yang penuh ancaman dan teriakan-teriakan yang seolah berasal dari kedalaman kegelapan. Saat membuka mata, Arif mendapati dirinya masih berada di kamar yang sama, dalam keheningan yang terlalu sunyi. Namun, ketenangan itu tak bisa mengusir kegelisahan yang menyelimutinya. ’Mimpi itu terlalu nyata....’ pikirnya, tubuhnya terbaring kaku, tak mampu bergerak. Pagi tiba dengan lambat dan ketika matahari mulai menyinari rumah, Arif merasa sedikit lebih baik. Udara pagi terasa segar, meski perasaan aneh masih menyelimuti dirinya. "Mungkin udara segar bisa mengusir rasa takut ini," gumamnya, berusaha meyakinkan diri.Arif keluar dari rumah dan berjalan menuju kebun kecil di belakang, berusaha untuk melupakan mimpi yang terus menghantuinya. 
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-18
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status