Home / Horor / Pesugihan Kandang Bubrah / 78. Semua Hanya Mimpi?

Share

78. Semua Hanya Mimpi?

Author: Ndraa Archer
last update Last Updated: 2024-12-18 16:20:23

Arif terbangun dengan terkejut, matanya terbuka lebar dan napasnya memburu, cepat dan berat. Tubuhnya basah oleh keringat dingin, seolah-olah baru saja terperangkap dalam mimpi buruk yang begitu nyata. Dia mengerjap, mencoba menenangkan diri, namun rasa panik itu tak kunjung hilang.

Dengan gemetar, Arif menatap sekeliling, berusaha mengumpulkan dirinya. Kamar tidurnya yang sederhana, dengan dinding putih dan jendela yang masih tertutup rapat, kini terasa asing dan sunyi. Hanya ada suara ayam berkokok dari luar, samar-samar menandakan bahwa pagi telah tiba. Sebuah lampu kecil di sudut kamar memancarkan cahaya redup, menambah kesan tenang yang kontras dengan ketegangan dalam dirinya.

“Lila?” Suara Arif keluar serak, seperti baru saja berteriak dalam mimpi yang tak bisa dia ingat dengan jelas. Arif berbalik ke samping, berharap menemukan kenyamanan dalam keberadaan istrinya.

Matanya tertuju pada Lila yang masih

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Pesugihan Kandang Bubrah   79. Pisau yang Sama

    Setiap kali Arif mencoba untuk tidur, bayangan makhluk-makhluk menyeramkan itu kembali muncul, menghantui pikirannya. Wajah-wajah mengerikan, suara bisikan yang penuh ancaman dan teriakan-teriakan yang seolah berasal dari kedalaman kegelapan.Saat membuka mata, Arif mendapati dirinya masih berada di kamar yang sama, dalam keheningan yang terlalu sunyi. Namun, ketenangan itu tak bisa mengusir kegelisahan yang menyelimutinya. ’Mimpi itu terlalu nyata....’ pikirnya, tubuhnya terbaring kaku, tak mampu bergerak.Pagi tiba dengan lambat dan ketika matahari mulai menyinari rumah, Arif merasa sedikit lebih baik. Udara pagi terasa segar, meski perasaan aneh masih menyelimuti dirinya."Mungkin udara segar bisa mengusir rasa takut ini," gumamnya, berusaha meyakinkan diri.Arif keluar dari rumah dan berjalan menuju kebun kecil di belakang, berusaha untuk melupakan mimpi yang terus menghantuinya.

    Last Updated : 2024-12-18
  • Pesugihan Kandang Bubrah   80. Pesan dari Akhir Tahun

    Pagi itu, Arif menjalani rutinitasnya seperti biasa. Matahari yang baru terbit memancarkan sinarnya yang hangat, menerangi halaman rumahnya yang sederhana tetapi kini terlihat lebih hidup.Gudang kecil tempat Arif menyimpan stok jengkol sudah dipenuhi pekerjanya yang sibuk memindahkan karung-karung jengkol ke atas truk. Sebagai juragan jengkol, Arif sudah tidak lagi repot turun ke pasar. Tugasnya kini hanya memastikan stok dan penjualan berjalan lancar.“Pak Arif, ini laporan stok minggu ini,” kata Hasan, salah satu pekerja setianya, sambil menyerahkan buku catatan. Hasan adalah pemuda tangguh yang sudah bekerja dengannya selama tiga tahun terakhir.Arif mengambil buku itu dan memeriksa isinya dengan seksama. “Bagus, Hasan. Pastikan truk pertama sampai di pasar sebelum jam delapan. Kita tidak ingin pelanggan menunggu terlalu lama.”Hasan mengangguk. “Siap, Pak. Oh, dan a

    Last Updated : 2024-12-19
  • Pesugihan Kandang Bubrah   81. Rahasia yang Hampir Terbongkar  

    Sepanjang hari, Arif mencoba melanjutkan rutinitasnya seperti biasa. Tetapi pikirannya terus dihantui oleh pesan itu. Malamnya, ketika ia berbaring di tempat tidur, suara-suara aneh mulai terdengar. Langkah-langkah berat di luar rumah, suara bisikan di udara dan bau dupa yang tiba-tiba memenuhi kamarnya.“Tidak... ini tidak mungkin terjadi lagi,” bisik Arif pada dirinya sendiri.Namun, di dalam hatinya, dia tahu bahwa Kandang Bubrah masih menunggunya. Ritual itu adalah harga yang harus dia bayar dan waktunya semakin dekat.Pagi itu, suasana di rumah Arif terasa lebih sibuk dari biasanya. Pekerja-pekerjanya sibuk menata karung-karung jengkol untuk diangkut ke pasar. Hasan, seperti biasa, mengawasi pekerjaan dengan cekatan, sementara Arif berdiri di teras sambil memantau segala sesuatunya. Meskipun dia tampak tenang, pikirannya terus dihantui oleh pesan yang dia terima kemarin.

    Last Updated : 2024-12-19
  • Pesugihan Kandang Bubrah    82.Gibran dalam Perangkap  

    Arif duduk di beranda rumahnya, tatapannya menerawang ke arah kebun kecil di depan. Kepalanya dipenuhi berbagai pikiran yang membebani. Nama Gibran terus muncul dalam benaknya, membuat emosi yang bercampur aduk.Awalnya, Arif merasa kasihan pada sepupunya itu. Bagaimana tidak? Gibran selalu tampak terganggu, terutama sejak sosok almarhum Mira, adiknya, mulai menghantui hidupnya.Namun, rasa kasihan itu tidak bertahan lama. Gibran telah menjadi duri dalam daging, terus-menerus memprovokasi Lila dan mencoba mengorek rahasia hidup Arif.Arif menggertakkan giginya. “Kau benar-benar tidak tahu kapan harus berhenti, Gibran,” gumamnya. Arif menatap tanah di bawah kakinya, mengingat malam ketika dia melakukan ritual untuk mengorbankan Mira. Gadis muda itu, adik Gibran, adalah tumbal yang telah memberi Arif kekayaan dan kejayaan.Sebelumnya, ayah Gibran juga mengalami nasib serupa. Ayahnya y

    Last Updated : 2024-12-19
  • Pesugihan Kandang Bubrah   83. Kedekatan yang Mengundang Tanya

    Hari-hari berikutnya berjalan sesuai rencana Arif. Kedekatan Gibran dan Wina mulai menjadi perbincangan hangat di desa. Wina yang biasanya sombong kini tampak lebih ramah, sementara Gibran terlihat sering menghabiskan waktu di rumah gadis itu. Arif tersenyum puas setiap kali mendengar kabar tersebut. Santet yang dia gunakan telah berhasil mengubah pandangan Gibran, membuatnya tergila-gila pada Wina.Namun, tidak semua orang menyambut kabar ini dengan senang. Lila, yang menyaksikan perubahan Gibran, merasa ada sesuatu yang tidak wajar. Suatu malam, saat mereka sedang bersiap makan malam, Lila memanggil Arif dengan nada serius.“Arif, aku ingin bicara,” katanya sambil menatap suaminya.Arif yang sedang menuangkan teh berhenti sejenak, lalu meletakkan teko di atas meja. “Ada apa, Lila?” tanyanya dengan nada tenang.Lila duduk di kursi di depannya, wajahnya penuh dengan keraguan.

    Last Updated : 2024-12-20
  • Pesugihan Kandang Bubrah    84. Malam dengan Dentuman Kematian  

    Arif duduk di ruang tengah bersama Lila, keduanya tampak santai setelah makan malam. Dengan hati-hati, Arif mencoba menyampaikan kabar terbaru tentang Gibran. Wajahnya tenang, tetapi pikirannya penuh perhitungan. Dia tahu bahwa informasi ini harus disampaikan dengan cara yang tepat agar Lila tidak curiga.“Lila, aku ingin memberitahumu sesuatu,” katanya dengan nada lembut.Lila yang sedang merapikan piring di meja menoleh. “Apa itu, Arif?”“Gibran... sepertinya dia benar-benar serius dengan Wina,” jawab Arif sambil tersenyum kecil. “Dia bilang ingin melamar Wina.”Lila terdiam sejenak, matanya membesar mendengar itu. “Melamar Wina?” tanyanya, nyaris tidak percaya. “Kamu serius, Arif?”Arif mengangguk sambil tertawa pelan. “Ya, dia bilang Wina adalah takdirnya. Aku pikir ini kabar baik. Setidaknya dia ak

    Last Updated : 2024-12-20
  • Pesugihan Kandang Bubrah    85. Kesaksian yang Menggetarkan  

    Lila terduduk lemas di sudut ruangan, wajahnya basah oleh air mata. Isaknya memenuhi udara malam yang mencekam, sementara tubuhnya bergetar tanpa henti. Kejadian di jalan utama tadi masih terbayang jelas di matanya, dan perasaan takut bercampur sedih menyelimuti seluruh dirinya.“Ayah... di mana ayah?” isaknya, sambil menggenggam lututnya erat-erat.Arif berdiri tidak jauh darinya, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menenangkan istrinya. Namun, sebelum Arif sempat mendekat, sebuah tangan menyentuh bahu Lila.Lila menoleh dengan terkejut dan di hadapannya berdiri Suryanto, ayahnya. Pria itu terlihat pucat, wajahnya seperti kehilangan darah, dan matanya merah seolah-olah ia habis menangis. Namun, ada sesuatu yang lebih menyeramkan, ekspresinya penuh dengan ketakutan.“Ayah!” seru Lila histeris, langsung memeluk pria itu. “Ayah baik-baik saja? Kenapa tadi semua oran

    Last Updated : 2024-12-20
  • Pesugihan Kandang Bubrah   86. Desas-Desus di Pasar

    Pagi itu, pasar desa penuh dengan hiruk-pikuk seperti biasanya. Para pedagang sibuk menjajakan dagangan mereka, sementara para pembeli berdesak-desakan memilih barang kebutuhan sehari-hari. Namun, di balik keramaian tersebut, ada bisikan yang tidak biasa.Desas-desus tentang kecelakaan di jalan utama mulai menyebar dari mulut ke mulut, mengubah suasana pasar yang biasanya riuh menjadi penuh dengan rasa takut dan penasaran.“Katanya tubuh pria itu menghilang, ya?” bisik seorang wanita tua kepada temannya.“Iya, hanya darah yang tertinggal. Seram sekali,” jawab temannya sambil melirik sekeliling, seolah-olah takut ada yang mendengar pembicaraan mereka.“Dan motor bututnya masih ada di sana. Tapi siapa sebenarnya pria itu? Dan kenapa tubuhnya bisa menghilang begitu saja?”Pertanyaan-pertanyaan seperti itu terus terdengar di sepanjang lorong pasar.

    Last Updated : 2024-12-21

Latest chapter

  • Pesugihan Kandang Bubrah   147. Mimpi yang Mengguncang

    Lila menggertakkan giginya, berusaha menahan rasa takut yang semakin menggigit. Ia menggenggam tasbih yang diberikan Ustadz Harman dengan tangan yang gemetar, mulai melantunkan doa dalam hati.Cahaya kecil mulai muncul, membentuk lingkaran pelindung di sekelilingnya, menyinari kegelapan yang mengancam.Bunyu meraung marah, tubuhnya mendekat dengan kecepatan luar biasa."Doa-doamu tidak akan menyelamatkanmu di sini!" teriaknya, mencoba menembus lingkaran cahaya itu.Namun, begitu tubuhnya menyentuh cahaya tersebut, Bunyu terlempar mundur dengan kekuatan yang luar biasa.Lila menatap Bunyu dengan mata yang penuh keberanian. "Aku tidak akan membiarkan kalian mengambil anakku! Aku akan memutus semua ini sekarang juga!"Ia melangkah maju, menuju gerbang besar yang terletak di hadapannya, yang diyakini sebagai sumber dari semua kegelapan ini.Suara bisikan semakin keras, mencoba menggoyahkan keyakinannya. "Lila... jangan tinggalkan anakmu. Dia akan baik-baik saja jika kau menyerahkan dirimu

  • Pesugihan Kandang Bubrah   146. Perjalanan ke Dunia Lain  

    Lila duduk bersila di ruangan kecil yang diterangi oleh cahaya remang-remang dari lampu minyak. Suasana dalam ruangan itu terasa sangat mencekam.Dinding kayu yang sudah usang menambah kesan seram, sementara aroma kemenyan yang tercampur dengan wangi kayu gaharu menyelimuti udara. Setiap tarikan napasnya terasa semakin berat.Di depannya, Ustadz Harman tengah membacakan doa dengan suara yang khusyuk, penuh keteguhan dan keyakinan. Lila menatap anaknya, Jatinegara, yang terkulai lemah di pangkuannya.Tubuh anaknya yang kecil tampak sangat rapuh, keringat dingin membasahi wajahnya, dan napasnya terdengar berat seperti terengah-engah."Bu... ada yang ingin mengambilku..." suara Jatinegara terdengar sangat pelan, bibirnya yang pucat bergetar, namun matanya tetap terpejam, seolah terjebak dalam suatu dunia yang jauh dari jangkauan Lila.Lila menggenggam tangan anaknya lebih erat, menc

  • Pesugihan Kandang Bubrah    145. Kekuatan yang Tak Terduga

    Lila berdiri terpaku, tubuhnya gemetar di hadapan kekuatan yang tak ia mengerti. Cahaya yang memancar dari Jatinegara semakin terang, membuat wajah anaknya tampak seperti sosok yang bukan lagi seorang bocah kecil. Ada kilatan cahaya perak di matanya yang membuat Lila merasa asing.Bunyu, yang biasanya angkuh dan penuh percaya diri, kini terdiam. Ia melangkah mundur, tubuh besarnya seperti tertekan oleh kehadiran sesuatu yang lebih besar darinya. "Ini... ini tidak mungkin!" gumamnya dengan nada ketakutan. Suaranya tidak lagi mengintimidasi, melainkan penuh rasa gentar.“Jatinegara!” Lila berteriak, mencoba memanggil putranya. Namun suara gemuruh yang terus bergema seakan menelan suaranya. Lingkaran cahaya itu kini mulai meluas, menciptakan medan pelindung di sekitar Jatinegara.Bunyu mulai meronta. “Aku tidak akan menyerah begitu saja!” Dengan gerakan cepat, ia mencoba menyerang medan pelindung itu. Namun, begitu tangannya menyentuh cahaya tersebut, ia terpental jauh seperti dilemparka

  • Pesugihan Kandang Bubrah   144. Pertaruhan Nyawa

    Di dunia gaib, Arif terjatuh ke lutut, kelelahan, tubuhnya gemetar karena roh-roh yang semakin menyeretnya. Bunyu berdiri di hadapannya, menawarkan pilihan yang paling sulit dalam hidup Arif.“Arif Mahoni, dengarkan baik-baik. Jika kau ingin keluargamu selamat, ada satu pilihan yang harus kau ambil. Serahkan Jatinegara sebagai tumbal terakhir dan kami akan membiarkan kalian pergi. Atau, kalian semua akan terjebak di dunia ini selamanya. Tidak ada jalan keluar,” kata Bunyu dengan suara yang keras, penuh ancaman.Arif menggigit bibirnya, hatinya semakin dihantui oleh pilihan yang tak terelakkan. Menyerahkan Jatinegara berarti menghancurkan hatinya sendiri. Tetapi jika ia menolak, seluruh keluarganya Lila dan Jatinegara akan ikut terjebak di dunia gaib ini selamanya.Pandangan Arif beralih ke wajah Bunyu, yang tampak begitu tak berperasaan, seperti tak ada kasih sayang atau kemaafan di dalamnya.“Pilihlah, Arif. Waktu sudah habis,” kata Bunyu dengan senyuman dingin.Di dunia nyata, Lila

  • Pesugihan Kandang Bubrah   143. Portal Gaib

    Di rumah Mahoni, doa Ustadz Harman mendadak terhenti ketika sebuah getaran kuat mengguncang lantai. Dari tengah ruangan, muncul retakan yang memancarkan cahaya merah menyala. Retakan itu semakin melebar, hingga membentuk sebuah portal yang tampak seperti jurang tak berdasar.“Lila! Jaga Jatinegara!” seru Ustadz Harman.Dari dalam portal itu, muncul sosok Bunyu Mahoni. Wujudnya kini menyerupai bayangan besar dengan mata yang menyala merah. Ia melayang di atas portal, memandang Lila dengan ekspresi dingin.“Cukup sudah, Lila,” suara Bunyu Mahoni menggema. “Berhenti melawan. Serahkan Jatinegara pada kami, dan kutukan ini akan berakhir.”Lila berdiri di depan Jatinegara, mencoba melindunginya meskipun tubuhnya bergetar. “Aku tidak akan menyerah! Kau tidak akan mengambil anakku!”Bunyu Mahoni tersenyum sinis. “Kalau begitu, aku sendiri yang akan mengambilnya.”Di dunia gaib, Arif merasakan kehadiran Bunyu Mahoni yang semakin mendominasi. Ia melihat roh-roh mulai menghilang satu per satu, s

  • Pesugihan Kandang Bubrah   142. Pertemuan di Dunia Gaib

    rif berjalan dalam kegelapan yang seakan tiada ujung. Suara-suara bergema di sekelilingnya, memanggil namanya dengan nada penuh dendam. Sesekali, bayangan-bayangan kabur muncul, membentuk sosok yang familiar namun menakutkan.“Tumbal-tumbal yang kau serahkan,” bisik sebuah suara tajam di telinganya. “Kami datang untuk menagih!”Tiba-tiba, di depannya muncul sejumlah roh dengan wujud menyeramkan. Mata mereka menyala merah, tubuh mereka tampak seperti bayangan yang melayang, tetapi wajah mereka masih menunjukkan rasa sakit dan amarah.“Kau ingin membebaskan dirimu? Membebaskan keluargamu? Tidak semudah itu, Arif,” ujar salah satu roh. “Kami ingin keadilan. Jika bukan kau, maka anakmu akan menjadi gantinya.”Arif berusaha mempertahankan ketenangannya, meskipun ia tahu dirinya tidak memiliki kendali penuh di dunia ini. “Aku tidak akan membiarkan kalian mengambil Jatinegara!” suaranya tegas, tetapi gemetar di bawah tekanan roh-roh tersebut.“Kau berpikir kami peduli pada pengorbananmu? Kau

  • Pesugihan Kandang Bubrah   141. Pertemuan di Dunia Gaib

    Arif berjalan dalam kegelapan yang seakan tiada ujung. Suara-suara bergema di sekelilingnya, memanggil namanya dengan nada penuh dendam. Sesekali, bayangan-bayangan kabur muncul, membentuk sosok yang familiar namun menakutkan.“Tumbal-tumbal yang kau serahkan,” bisik sebuah suara tajam di telinganya. “Kami datang untuk menagih!”Tiba-tiba, di depannya muncul sejumlah roh dengan wujud menyeramkan. Mata mereka menyala merah, tubuh mereka tampak seperti bayangan yang melayang, tetapi wajah mereka masih menunjukkan rasa sakit dan amarah.“Kau ingin membebaskan dirimu? Membebaskan keluargamu? Tidak semudah itu, Arif,” ujar salah satu roh. “Kami ingin keadilan. Jika bukan kau, maka anakmu akan menjadi gantinya.”Arif berusaha mempertahankan ketenangannya, meskipun ia tahu dirinya tidak memiliki kendali penuh di dunia ini. “Aku tidak akan membiarkan kalian mengambil Jatinegara!” suaranya tegas, tetapi gemetar di bawah tekanan roh-roh tersebut.“Kau berpikir kami peduli pada pengorbananmu? Ka

  • Pesugihan Kandang Bubrah    140. Munculnya Solusi yang Mengerikan

    Dari balik bayang-bayang, Mbah Mijan melangkah maju, senyum tipis yang menyeramkan terukir di wajahnya.“Lila, waktumu tidak banyak,” katanya dengan suara yang terdengar seperti bisikan bercampur desis ular. “Kau bisa mengakhiri semua ini. Tapi, untuk itu, Jatinegara harus menjadi tumbal terakhir.”Lila menatap Mbah Mijan dengan mata membelalak. “Tidak! Aku tidak akan menyerahkan anakku! Kau gila!” serunya dengan penuh ketegasan, meskipun tubuhnya gemetar ketakutan.Mbah Mijan tertawa kecil, tetapi ada kegelapan di matanya. “Kalau begitu, pilih jalan lain. Tapi ingat, semakin lama kau menunda, kutukan ini akan merenggut nyawa Jatinegara secara perlahan, sampai tidak ada yang tersisa. Apa kau siap melihatnya menderita?”Lila memeluk Jatinegara yang tubuhnya semakin dingin. Pola-pola gaib di kulit anaknya semakin menyala, seakan-akan menjadi tanda bahwa waktunya hampir habis.“Tidak ada cara lain?” Lila bertanya dengan suara bergetar. Air mata mengalir di pipinya, mencerminkan rasa putu

  • Pesugihan Kandang Bubrah    139. Penyerangan Warga Desa

    ”Mereka sudah sampai,” gumam Lila ketakutan. Sedangkan Mbah Mijan seketika menghilang bersama dengan suara warga yang mendekat.Suara kayu pintu yang didobrak bergema di dalam rumah Mahoni. Warga desa menyerbu masuk dengan amarah yang meluap, membawa obor, golok, dan kayu yang mereka ayunkan ke segala arah. Suasana berubah menjadi kekacauan dalam hitungan detik. Perabotan di ruang tamu hancur berantakan, dan simbol-simbol ritual yang ada di rumah itu menjadi sasaran pertama.“Ini bukti! Mereka melakukan pesugihan!” teriak salah satu warga sambil menunjuk lingkaran ritual di tengah ruangan.“Akhiri keluarga ini! Mereka telah menghancurkan hidup kita!” seru yang lain, membakar amarah massa lebih jauh.Lila berdiri mematung, memeluk Jatinegara yang kini menangis ketakutan di pelukannya. Mbah Mijan entah bagaimana menghilang di tengah kekacauan itu, meninggalkan Lila dan Jatinegara menghadapi amukan massa seorang diri.“Dengarkan aku!” Lila berteriak, mencoba menjangkau akal sehat warga. “

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status