Beranda / Horor / Pesugihan Genderuwo / Bab 41 - Bab 50

Semua Bab Pesugihan Genderuwo: Bab 41 - Bab 50

107 Bab

41. Penyesalan Tidak Ada Arti

Malam telah larut ketika Bagas berjalan kaki menuju rumah Ki Praja. "Aku harus segera ketemu Ki Praja malam ini!" ucapnya memberi semangat dalam diri sendiri. Angin malam menusuk kulitnya, membawa aroma lembap dedaunan dan kegelapan yang terasa semakin berat. Pikirannya dipenuhi kebingungan dan ketakutan. Perjanjian yang dulu dia buat demi keluarganya kini menjadi jerat yang perlahan menghancurkan mereka.Sesampainya di rumah Ki Praja.Bagas mengetuk pintu kayu dengan ragu. “Ki Praja ... Ini saya, Bagas. Boleh saya masuk?”Dari dalam, suara tua yang berat menjawab, “Masuklah, Bagas. Aku tau kamu akan datang.”Bagas mendorong pintu dengan hati-hati. Seperti biasa ruangan itu penuh dengan aroma kemenyan yang menyengat. Ki Praja duduk bersila di lantai. Matanya yang tajam menatap langsung ke arah Bagas, seolah bisa menembus ke dalam pikirannya.“Duduklah,” ujar Ki Praja, menunjuk ke tikar di depannya.Bagas menuruti tanpa
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-25
Baca selengkapnya

42. Bulu dan Kulit menghitam

Sesampainya di rumah, Ratih sudah tertidur di kamar. Bagas berdiri di ruang tamu, menatap sudut-sudut rumah mereka yang kini terasa lebih gelap. Dia membuka botol kecil itu, mencium aroma yang tajam dan menyengat dari cairan tersebut.“Baiklah,” gumamnya pada dirinya sendiri.Bagas menuangkan sedikit di berbagai sudut ruang. Setelahnya dia minum cairan aneh yang membuatnya mual. "Astaga! rasa apa ini?" Dia terkejut dengan aroma dan rasa di lidahnya. Tubuhnya seperti kaku. Kulitnya terlihat menghitam. Bahkan, di jari-jari nya terlihat seperti ada bulu-bulu halus yang agak samar. "Aku kenapa ini?!" Bagas terkejut menatap tangannya yang tampak berbulu tipis. Dia berlari ke depan cermin. Dia buka bajunya dan di lihatnya punggung yang menghitam. "Nggak ... Nggak mungkin! Apa ini karena aku minum cairan itu?! Bodoh nya aku, kenapa aku minum?" kata Bagas sambil memukul kepalanya.Di saat Bagas sedang memperhatikan tubuhnya. Ratih terbangun dengan sedikit menyipitkan matanya. Ratih mel
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-26
Baca selengkapnya

43. Perdebatan Antara Bagas dan Genderuwo

Bagas merasa darahnya mendidih. "Aku nggak mau kamu memperlakukan aku bukan seperti tuanmu!" teriaknya. Namun, Genderuwo itu hanya tertawa, seolah kemarahan Bagas adalah hiburan baginya.“Mas!” Ratih mencoba mengguncang tubuh suaminya yang kini berkeringat deras. “Kamu ngomong sama siapa, sih?! Aku nggak tahan lagi, tolong jelaskan!” katanya, matanya berkaca-kaca."Tadi kamu sebut perjanjian? Perjanjian apa?" Lanjutnya bertanya. Bagas menoleh ke arah Ratih, wajahnya penuh dengan rasa bersalah. "A—aku nggak bisa jelaskan sekarang. Tapi yang jelas. Suatu hari nanti aku akan kasih apa aja sama kang!" "Tiba-tiba, Genderuwo itu mengangkat tangannya, dan bayangan gelap mulai melingkupi ruangan. Suara-suara aneh terdengar, seperti ribuan bisikan bercampur tawa menyeramkan. Ratih terdiam, matanya terbuka lebar saat merasakan hawa dingin yang menjalari tubuhnya. Dia tidak bisa melihat makhluk itu, tapi keberadaannya terasa nyata.“Cukup bicara! Kamu harus membayar sekarang, Bagas!” teriak Ge
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-26
Baca selengkapnya

44. Bagas Berkelit

Pagi itu, Ratih duduk di meja makan dengan wajah murung. "Mas," panggil Ratih, suaranya pelan tapi tegas.Bagas mengangkat wajahnya sekilas. "Apa, Tih?""Aku mau ngomong soal tadi malam," jawab Ratih, menatap suaminya dengan serius.Bagas menghela napas panjang, menurunkan sendoknya dengan perlahan. "Ratih, aku udah bilang, kamu pasti cuma mimpi. Jangan terlalu dipikirin." Bagas seakan tidak ingin Ratih membahas tentang pertemuannya dengan Genderuwo.Ratih mengernyit, perasaan kecewanya terpancar jelas di wajahnya. "Mas, aku tau apa yang aku lihat. Ini bukan mimpi. Ini bukan pertama kalinya hal aneh terjadi di rumah ini!"Bagas menggeleng, menahan emosi. "Ratih, kamu terlalu banyak berpikir. Rumah ini aman, nggak ada apa-apa. Bahkan kamu udah meminta Pak tua, Kyai Ahmad itu untuk melihat rumah inikan? Dan jawabannya apa, kalau kamu halusinasi kan?" Ratih tidak menyerah. Dia mendorong kursinya ke belakang, berdiri, dan menatap Bagas dengan mata berkaca-kaca. "Aman? Kamu yakin? Kalau a
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-26
Baca selengkapnya

45. Teror ke Penduduk Desa

"Ayo-ayo, cepet! Bawa ke sana!" teriak Bagas dengan suara yang menggema, memerintah para petaninya tanpa peduli kondisi mereka. Keringat mengalir di wajah-wajah yang sudah lusuh, langkah mereka lamban seperti orang yang tak makan berhari-hari.Hari itu, sinar matahari membakar ladang dengan kejam, membuat para petani bekerja di bawah tekanan yang mencekik. Hasil panen yang melimpah hari itu tidak membawa kegembiraan, melainkan kelelahan yang teramat sangat.Petani-petani itu tak berani melawan. Mereka hanya mengangguk dan terus bekerja, meskipun tubuh mereka gemetar karena kelelahan. Namun, tak semua bisa bertahan.Seorang wanita tua, salah satu petani yang usianya lebih dari 50 tahun, berjalan tertatih-tatih mendekati Bagas. Wajahnya pucat, tubuhnya terlihat lebih kurus dari biasanya. Dengan suara serak, dia berkata, "Juragan..."Bagas, yang tengah mengawasi pekerjaannya dengan mata tajam, langsung menoleh. "Ada apa, Bu?!" tanyanya dengan nada ketus.Wanita tua itu menundukkan kepala
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-27
Baca selengkapnya

46. Gelang Negatif

"Assalamualaikum," salam wanita tua itu dengan suara pelan, berdiri di depan rumah Kyai Ahmad."Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, Bu! Silakan masuk," sahut Kyai Ahmad dengan lembut, sambil membukakan pintu.Wanita tua itu masuk perlahan, langkahnya berat, namun senyumnya tetap ramah. "Kyai, saya sebenarnya mau izin untuk nggak ikut acara istri Kyai besok. Soalnya badan saya lagi kurang enak," katanya sambil menunduk sopan.Kyai Ahmad mengerutkan dahi sejenak, lalu tersenyum hangat. "Astagfirullah, saya kira ada apa. Tapi acara ini kan cuma bulanan aja, Bu! Nggak apa-apa kalau lagi sakit," ujar Kyai mencoba membesarkan hati.Wanita itu mengangguk kecil, lalu mengeluarkan selembar amplop berisi uang dari tasnya. "Ini, Kyai. Saya tetap ingin memberikan santunan untuk anak-anak yatim. Nggak banyak, tapi semoga bisa bermanfaat," katanya lirih sambil menyerahkan uang tersebut.Kyai Ahmad menerimanya dengan penuh syukur. "Masya Allah, terima kasih, Bu. Allah pasti melipatgandakan k
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-27
Baca selengkapnya

47. Kegagalan

"Aku memuja mu bukan untuk menjadi budak mu! Aku memuja mu untuk kepentingan ku. Tapi, kali ini aku ingin kamu melenyapkan wanita itu." Mantra itu di lantunkan dalam bahasa Jawa. Angin langsung berhembus kencang. Terlihat asap hitam bergumpal dan terbang keluar rumah, bersamaan dengan bisikan, "Baiklah! Siapkan aku makan malam ini!". Kepribadian Bagas benar-benar berbanding terbalik. Terkadang dia takut akan kehadiran Genderuwo bahkan ingin mengakhirinya. Tetapi, di sisi kepribadian lainnya, dia seolah selalu memuja Genderuwo demi kejahatan dan kepuasannya.Begitu tidak bisa di bedakan lagi dalam dirinya. Menyatu darah dan daging antara ilmu hitam dan perjanjian pesugihan.Beberapa saat kemudian, Genderuwo itu datang kembali di hadapan Bagas. Dia terlihat marah hingga membuat Bagas terpental. "Ada apa?!" Bagas mulai tidak terima dengan Genderuwo."Kamu! Meminta ku membunuh wanita yang nggak bisa aku bunuh!" kata Genderuwo. Suara nya menggema di ruangan.Saat ucapan itu terdengar di
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-28
Baca selengkapnya

48. Kotak Jimat

Esok harinya, Ratih mendatangi Kyai Ahmad. Langit terlihat redup meski matahari bersinar terang.“Saya udah bilang, Ratih,” ujar Kyai Ahmad sambil menuangkan teh. “Rumah itu sudah menjadi perantara antara dunia kita dan dunia mereka. Semua ini akibat tindakan suamimu yang belum diselesaikan.”Ratih menarik napas dalam-dalam. “Tapi, kenapa saya yang lebih sering melihat sosok itu? Kenapa bukan Mas Bagas?” tanyanya, mencoba memahami semua ini.Kyai Ahmad memandangnya dengan tenang tapi serius. “Karena kamu adalah pintu, Ratih. Suamimu, Bagas, telah membuat sebuah perjanjian. Tapi kunci untuk memenuhi perjanjian itu adalah kamu. Saya nggak tau perjanjian seperti apa yang Bagas lakukan yang jelas ini udah terikat."Ratih merasakan dadanya sesak, seolah udara tiba-tiba hilang dari sekitarnya. “Kunci?” bisiknya, hampir tak terdengar.“Ya,” jawab Kyai Ahmad. “Mereka membutuhkanmu. Jiwa atau keberadaanmu adalah bagian penting dari perjanjian itu. Jika mereka berhasil menguasaimu, semuanya sel
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-29
Baca selengkapnya

49. Kehilangan Ketenangan

“Mas, kamu kenapa belakangan ini?” tanyanya pelan suatu pagi ketika mereka sarapan bersama.Bagas mendongak dari piringnya. Matanya yang biasanya hangat kini terlihat redup, seperti ada sesuatu yang menutupi sinar di dalamnya. "Nggak apa-apa," jawabnya singkat.Ratih tidak puas dengan jawaban itu. “Apa karena kotak kecil itu?! Jujurlah Mas! Mas melakukan perjanjian apa?"Bagas meletakkan sendok dengan keras, suaranya membuat Ratih terlonjak. “Aku bilang nggak apa-apa, Ratih! Jangan tanya lagi! Udah aku peringatkan jangan kamu sentuh kotak kecil itu lagi, paham!" Ratih terdiam, merasa tersakiti oleh nada suara suaminya. Namun, dia tahu ada sesuatu yang salah, sesuatu yang tidak bisa dibiarkan.Ketika sarapan selesai, seperti biasa Bagas ke ladang. Memantau hasil panen dan para pekerjanya. Sekarang tidak ada lagi orang-orang yang menentang bahkan datang untuk mengecamnya. Mereka hanya datang untuk bertanya ladang bahkan hasilnya saja. Komplen yang pernah terjadi sebelumnya, itu sudah
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-29
Baca selengkapnya

50. Rahasia Terungkap

Pagi harinya, Bagas terlihat lebih tenang, tapi tingkahnya masih tidak seperti biasanya. Dia tidak banyak bicara, hanya duduk di ruang tamu sambil menatap keluar jendela.Ratih mencoba mendekatinya lagi. “Mas, aku nggak bisa terus begini. Kamu harus jujur, ada apa?”Bagas menghela napas panjang, tapi dia tidak menoleh. “Aku sedang mencoba mencari solusi, Ratih. Semua ini… lebih rumit dari yang kamu kira.”“Solusi untuk apa? Mas, aku istrimu. Kalau kamu nggak cerita, bagaimana aku bisa bantu?”Bagas akhirnya menoleh, dan untuk sesaat, Ratih melihat sesuatu yang berbeda di matanya. Bukan hanya kelelahan, tapi juga ketakutan.“Perjanjian,” kata Bagas dengan suara pelan, hampir seperti bisikan.Ratih merasa darahnya berdesir. “Apa maksudmu, Mas?"Bagas berdiri, berjalan mondar-mandir di ruang tamu. “A—aku sudah melakukan sebuah perjanjian, Ratih.”Ratih terpaku dengan ucapan suaminya. "Ma-mas, maksudnya perjanjian ... Ehm, perjanjian apa?" balas Ratih yang suaranya semakin kecil hingga ha
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-30
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status