Home / Horor / Pesugihan Genderuwo / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Pesugihan Genderuwo: Chapter 21 - Chapter 30

107 Chapters

21. Mimpi Buruk Bagas

Waktu semakin cepat berlalu. Langit mulai gelap, menandakan malam telah tiba. Tak ada suara jangkrik atau nyanyian malam. Bagas terbaring di tempat tidurnya, tetapi matanya tak kunjung terpejam. Kegelisahan menggelayuti pikirannya, berputar-putar seperti bayangan kecurigaan yang datang dari penduduk desa. Namun, kelelahan akhirnya mengalahkan kecemasannya. Perlahan, matanya terpejam, dan tubuhnya terlelap dalam tiduran yang tak pernah benar-benar memberikan kedamaian.***Di dalam mimpinya, Bagas merasa dirinya berada di tengah hutan yang gelap gulita. Udara terasa sesak, seperti ada yang menekan dadanya. Pohon-pohon besar berdiri di sekelilingnya, diam, seperti saksi bisu yang mengawasinya dari kejauhan."Di mana ini?" gumam Bagas, suaranya serak dan gemetar, berusaha mencari jawaban di dalam kegelapan.Tidak ada yang menjawab. Namun, langkah-langkahnya terasa seperti diarahkan oleh kekuatan lain, memaksanya untuk masuk lebih
last updateLast Updated : 2024-11-19
Read more

22. Cairan Hitam Balas Dendam

Klik!Gagang pintu berderak dan pintu itu terbuka perlahan.“Ada apa lagi kamu ke sini, Nak, Bagas?” tanya Ki Praja dengan suara beratnya, tatapan matanya tajam meski tampak tenang.“Aku butuh bantuanmu lagi, Ki!” jawab Bagas dengan nada cemas, napasnya terengah-engah seolah baru saja berlari.Ki Praja menggosok-gosok jenggot putihnya, lalu berkata dengan suara datar, “Masuk ke dalam.”Bagas melangkah masuk, dan begitu melintasi ambang pintu, bau busuk yang menyengat menusuk hidungnya. “Bau apa ini, Ki?” tanyanya, wajahnya mengernyit, mencium aroma yang sangat asing dan tak enak itu.“Darah hewan,” jawab Ki Praja sambil tersenyum sinis. “Kenapa? Kamu mau?” tanyanya, sambil memperhatikan Bagas dengan tatapan tajam, seakan sudah bisa menebak apa yang ada dalam pikiran anak muda itu."Nggak!" jawab singkatnya.Bagas terdiam sejenak, matanya tetap menatap Ki Praja dengan waspada. “Aku … aku butuh bantuanmu, Ki. Ada sesuatu yang mengancam ku,” ujar Bagas akhirnya, suaranya parau, penuh ket
last updateLast Updated : 2024-11-19
Read more

23. Tatapan dalam Pertemuan

Bagas merasa hawa ruangan semakin berat, napasnya semakin sesak. Namun, dia tak berani mengalihkan pandangannya dari ritual yang sedang berlangsung. Bagas merasa seolah dunia di sekitarnya bergetar, seakan ada sesuatu yang tengah bergerak di luar kendalinya.Ketika Ki Praja selesai menggambar simbol itu, dia melemparkan serbuk emas ke dalam api yang menyala di atas dupa. Api itu tiba-tiba membesar, menyala dengan warna biru kehijauan yang aneh, menyorotkan cahaya yang begitu terang hingga memancar ke seluruh ruangan."Sekarang, kita panggil dia," kata Ki Praja dengan suara yang lebih berat, seakan berbicara dalam bahasa yang tak dimengerti Bagas.Tiba-tiba, ruangan itu terasa semakin mencekam. Bayangan gelap mulai muncul di dinding, bergerak perlahan, seolah mengelilingi mereka. Bagas merasa tubuhnya kaku, seolah tak bisa bergerak, meskipun pikirannya berteriak untuk melarikan diri."Genderuwo?" tanya Bagas, suaranya hampir tak terdengar."Ya. Dia bisa membantumu, Bagas," jawab Ki Pra
last updateLast Updated : 2024-11-19
Read more

24. Bagas Merasa Terancam

"Sepertinya sibuk sekali, Nak Bagas," ujar Kyai Ahmad membuka percakapan dengan suara lembut, namun penuh wibawa."Ya. Begitulah!" jawab Bagas singkat, sambil mengerutkan dahi. Matanya terus memandangi Kyai Ahmad dengan tatapan tak ramah."Bagus dong. Kerja keras demi keluarga, demi istri," sambung Kyai Ahmad, tersenyum kecil.Namun, alih-alih merasa tersanjung, Bagas justru semakin merasa terancam. "Ratih, kamu ngapain bawa orang tua ini ke rumah kita?" tanyanya kasar, nada bicaranya meninggi.Ratih tampak salah tingkah, tapi berusaha tetap tenang. "Kyai hanya ingin ngobrol, Mas. Beliau ingin silaturahmi dan bertemu sama Mas," ujar Ratih, menyembunyikan alasan sebenarnya. Nyatanya, Kyai Ahmad datang karena curiga dengan gerak-gerik Bagas belakangan ini.Bagas mendengus kesal. "Tadi kan udah ketemu di balai desa. Apa lagi yang mau dibahas?" katanya ketus, sambil melirik tajam ke arah Kyai Ahmad. Hatinya penuh waspada. 'Orang tua ini pasti ada maksud lain,' pikirnya.Kyai Ahmad tetap
last updateLast Updated : 2024-11-20
Read more

25. Pertemuan dengan Mbah Damar

Tiba-tiba, Bagas berdiri dengan kasar. Kursinya tergeser keras, mengeluarkan suara mencolok di pagi yang hening. “Aku bilang nggak ada apa-apa, Ratih!” bentaknya.Ratih tertegun. Matanya melebar, tapi ia memilih diam. Hatinya perih, namun dia tahu memaksa suaminya bicara hanya akan memperkeruh suasana. Bagas, tanpa sepatah kata lagi, berjalan keluar rumah dengan langkah cepat, meninggalkan istrinya yang hanya bisa menatap kepergiannya dengan hati penuh kecemasan.Langkah Bagas berat, pikirannya kacau. Bayangan mimpi buruk yang terus menghantui mengoyak ketenangannya. Kata-kata Genderuwo itu kembali menggema di benaknya. "Harga yang harus kamu bayar belum lunas."Bagas mengepalkan tangannya keras. Apa maksudnya? pikirnya panik. Dia sudah menjalani semua ritual yang diminta Ki Raden Praja. Dia sudah mengorbankan banyak hal. Jadi kenapa ini masih menghantuinya? Tubuhnya terasa melemah, seperti ada energi tak kasat mata yang perlahan-lahan menghisap kehidupannya.Tanpa sadar, langkahnya
last updateLast Updated : 2024-11-20
Read more

26. Jasad Marwan

Penduduk desa telah ramai mengerumuni rumah Pak Marwan. Di tengah kerumunan, suasana dipenuhi bisik-bisik cemas dan suara tangisan. Di sudut ruangan, istri Pak Marwan terduduk lemas, tak mampu menyembunyikan rasa kehilangan yang begitu mendalam."Astaga, Bu! Mayatnya mengerikan sekali?!" Seorang ibu-ibu berteriak dengan wajah pucat, menutup mulutnya seolah-olah menahan rasa mual.Jasad Pak Marwan terbujur kaku di lantai, dengan ekspresi wajah yang penuh ketakutan, sama seperti kondisi jasad Andi yang ditemukan beberapa hari sebelumnya. Tubuhnya membiru dan terobek, tangan mencengkeram keras, seakan mencoba melawan sesuatu yang tak terlihat.Ketika Bagas tiba di lokasi, langkahnya terhenti sejenak. Pandangannya menyapu kerumunan, lalu tertuju pada jasad Marwan. Detik itu juga, tatapan tajam dari penduduk desa menusuknya."Hei, hati-hati, dukun ilmu hitam datang!" seru seorang bapak dengan nada penuh kecurigaan, memecah keheningan yang mencekam.Semua mata langsung tertuju pada Bagas.
last updateLast Updated : 2024-11-20
Read more

27. Ladang Berdarah

Bagas melintasi ladangnya yang kini tampak lebih hidup dibanding sebelumnya. Para petani sibuk menabur pupuk, memanen hasil, dan saling bercengkerama. Mereka berhenti sejenak ketika melihat Bagas lewat, lalu serempak menyapa, "Juragan!"Bagas tertegun. Dahinya mengerut, matanya menyipit, mencoba membaca situasi. Dalam hati, ia membatin, 'Ada apa mereka? Tumben ramah begini. Biasanya, bisik-bisik itu selalu ada. Bahkan tatapan mereka sekarang ... nggak lagi mencurigakan. Haha, terima kasih, Ki Praja.'Senyum kecil terlukis di wajahnya. Bagas tahu, ini adalah efek dari cairan hitam yang ia gunakan semalam. Cairan yang membuatnya merasa lebih berkuasa, lebih dihormati, dan bebas dari cemoohan.Namun, ada rasa ganjil yang tiba-tiba menyelinap di benaknya, meskipun ia memilih untuk mengabaikannya.Ketika Bagas sampai di depan rumah, Ratih, istrinya, segera keluar dari pintu dengan wajah panik. Suaranya lantang memanggil, "Mas Bagas!"Ratih langsung memeluk Bagas erat, tubuhnya bergetar. Ba
last updateLast Updated : 2024-11-21
Read more

28. Janji yang Memakan

Ratih menghela napas, mencoba bersikap tenang. "Nggak juga, Mas. Hanya beberapa kali berpapasan," jawabnya dengan suara pelan, menghindari kontak mata dengan Bagas."Kamu bohong," kata Bagas dengan nada tegas, membuat Ratih tersentak. "Kamu mau menyelidiki aku, kan?"Ratih terdiam sejenak, pikirannya kacau. Dalam hati ia berkata, 'Bagaimana Mas Bagas bisa tau? Aku harus tetap tenang. Jangan sampai terlihat panik.'"Nggak, Mas," akhirnya dia menjawab, mencoba terdengar meyakinkan. "Aku cuma minta tolong sama Kyai untuk melihat rumah kita. Selama ini kan rumah kita belum pernah diadakan syukuran. Terus aku sering merasa ada yang aneh di rumah, jadi aku minta Kyai untuk memeriksanya."Bagas menyipitkan mata, menaruh curiga pada penjelasan istrinya. "Terus apa yang dia bilang?" tanyanya tajam."Ya ... ya, nggak ada yang aneh, Mas. Cuma halusinasi. Mungkin aku terlalu capek," jawab Ratih tergagap, suaranya terdengar semakin gugup.Bagas menatap dalam ke mata istrinya, mencari kebohongan di
last updateLast Updated : 2024-11-21
Read more

29. Menginginkan Keturunan

Tiba-tiba salah satu petani memanggilnya, membuatnya tersentak kembali ke dunia nyata. "Juragan, lubangnya sudah tertutup. Apa ada yang perlu kami lakukan lagi?"Bagas mengangguk singkat. "Udah cukup. Pergilah dan jangan bilang siapa-siapa soal ini. Anggap aja kalian nggak pernah melihat apa pun."Para petani mengangguk patuh, meski raut wajah mereka menyiratkan kebingungan dan ketakutan. Setelah mereka pergi, Bagas berdiri sendiri di tengah ladang, menatap tanah yang kini tampak tenang.Namun, dia tahu, di bawah sana, ada sesuatu yang tak pernah benar-benar tenang. Genderuwo itu mengintai, menuntut lebih banyak. Bagas merasa seperti tawanan dalam perjanjian yang dia buat sendiri.Malam itu turun dengan dingin yang menusuk, mencengkeram desa dalam keheningan.Ratih duduk di ruang tengah, gelisah, menatap suaminya yang sejak tadi hanya diam sambil menunduk. Wajah Bagas terlihat murung, beban berat terlihat jelas dari sorot matanya. Ratih tahu, ada sesuatu yang disembunyikan suaminya.“
last updateLast Updated : 2024-11-21
Read more

30. Bisikan dari Dunia Lain

“Mas, kenapa badan aku nggak bisa gerak?!” Ratih panik, suaranya bergetar. Ia mencoba memaksakan tubuhnya bergerak, tapi tak ada gunanya.Genderuwo mendekati Ratih, menunduk hingga wajahnya yang mengerikan hanya beberapa inci dari wajah Ratih. “Kamu akan menjadi milikku,” bisiknya pelan, tapi penuh ancaman.Bagas yang terbaring di lantai menggertakkan giginya. Dengan sisa tenaga, dia berteriak, “Jangan sentuh dia! Aku udah bilang jangan meminta lebih dari apa yang di janjikan. Kamu hanya ingin—!" ucapannya terhenti mengingat bahwa Ratih sedang bersamanya.Genderuwo menoleh, senyumnya semakin lebar. “Aku mau Ratih melahirkan keturunanku,” ucapnya lagi dengan nada penuh kemenangan.Bagas mengangguk lemah, dia menatap Genderuwo dengan tajam. "Mustahil! Itu nggak akan terjadi."Setelah Bagas mengucapkan itu, makhluk itu lenyap begitu saja, meninggalkan Ratih yang akhirnya bisa bergerak kembali. Tapi trauma dari kejadian itu tertanam dalam-dalam di benaknya, sementara Bagas menyadari bahw
last updateLast Updated : 2024-11-22
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status