Semua Bab NYONYA MUDA, TUAN INGIN ANDA KEMBALI!: Bab 171 - Bab 180

200 Bab

171. ADU DOMBA

Keheningan berbalut ketegangan seketika memenuhi ruangan. Pram menatap Regan tanpa kedip. Sementara Regan yang beberapa saat lalu wajahnya memucat, berusaha menguasai keadaan."Hei, ada apa ini, Bos? Kenapa menatapku seperti itu?" Regan mengangkat kedua tangannya. "Rekaman apa sebenarnya yang Pak Prabu putar barusan?"Prabu menggeleng dan tersenyum sinis. "Sepintar ini rupanya asisten adik iparku ini, pantas saja dia bisa tertipu selama ini.""Maaf, Pak Prabu, apa maksud ucapan Anda?" Regan mengerutkan kening."Masih bertanya apa maksudku? Sudah jelas yang menabrak adikku itu mobilmu. Tentu saja itu yang ingin aku sampaikan pada suaminya."Regan bangkit dari duduknya. Wajahnya memerah. "Anda jangan asal bicara, Pak Prabu. Atas dasar apa Anda menuduh saya?" Telunjuk Regan mengarah ke wajah Prabu."Jangan pikir karena Anda seorang konglomerat, orang terpandang, bisa menuduh orang lain sesuka hati. Saya bisa melaporkan Anda atas tuduhan pencemaran nama baik.""Oh, jadi aku menuduh sesuka
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-16
Baca selengkapnya

172. KEEGOISAN SUAMI

Pram berlari sekuat tenaga melewati koridor rumah sakit. Tak ada yang dihiraukannya saat ini selain kondisi Puspita. Bahkan Regan yang sudah diyakininya mengkhianatinya, tidak lebih penting dari kondisi Puspita.Napasnya tersengal, keringat dingin membasahi pelipisnya. Sepanjang perjalanan, bayangan wajah Puspita terus menghantui pikirannya. Suara petugas rumah sakit di telepon tadi terus terngiang di telinganya."Pak Pramudya, segera ke rumah sakit. Kondisi istri Anda menurun drastis. Kami sedang melakukan tindakan darurat."Jantung Pram berdegup tak karuan. Ia ingin tiba lebih cepat, namun langkah kakinya seolah terasa lamban dibandingkan kegelisahan yang mencekiknya.Sesampainya di depan ruang ICU, ia melihat para perawat dan dokter tengah sibuk mengerubungi tubuh Puspita yang terbujur lemah di ranjang.Belum apa-apa, Pram sudah merasakan tubuhnya lemah. Ia pernah merasakan sakitnya kehilangan seorang istri yang sangat dicintainya. Apa hal itu akan terulang? Apa ia harus kehilangan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-17
Baca selengkapnya

173. BERITA ITU

“Selamat malam, pemirsa. Jagat maya masih dihebohkan oleh insiden tragis yang terjadi di sebuah gedung perkantoran elite di pusat kota. Sebuah kecelakaan lift maut menelan korban jiwa dan meninggalkan kisah mengerikan yang sulit dilupakan.Kejadian bermula ketika seorang pengusaha berinisial AA bersama istrinya, IH, menghadiri acara bisnis di gedung pencakar langit tersebut. Namun, perjalanan mereka berubah menjadi mimpi buruk saat lift yang mereka naiki mengalami gangguan teknis. Lift mendadak berhenti, membuat mereka terjebak di dalam ruang sempit tanpa udara yang cukup.Setelah beberapa jam dalam kepanikan dan keputusasaan, celah kecil di pintu lift akhirnya terbuka. Melihat kesempatan untuk menyelamatkan diri, AA dengan susah payah berusaha keluar melalui celah sempit itu. Namun, tak ada yang menyangka, nasib buruk justru menimpanya.Tiba-tiba, lift kembali anjlok dengan kecepatan tinggi! Pintu lift menutup dengan keras saat AA masih berada di tengah celah. Tragedi pun terjadi dal
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-17
Baca selengkapnya

174. RENDAH DIRI

Pram membubuhkan cairan sabun dan aromaterapi ke dalam bathtub yang sudah diisi air hangat. Setelahnya, pria itu kembali berjalan menghampiri wanita yang duduk di kursi roda. Ia tersenyum sebelum mengulurkan tangannya untuk membuka handuk yang menutupi tubuh wanita itu.“Mas buka, ya,” pamitnya.Tetapi si wanita menghalau.“Aku saja, Mas. Kalau cuma buka baju, aku juga bisa. Yang cacat cuma kakiku. Tanganku tidak.”Pram menahan napasnya. Ini bukan kali pertama istrinya sensitif seperti itu. Sejak terbangun dari koma dan mendapati dirinya cacat, Puspita memang berubah. Tidak lagi seperti dulu. Hari-harinya hanya dipenuhi dengan kemurungan, bahkan sering putus asa karena merasa dirinya hanya akan menjadi beban.Puspita tidak tahu bahwa keselamatannya laksana mukjizat bagi Pram yang sudah putus asa. Puspita tidak tahu bagaimana bahagianya hati Pram saat dokter mengatakan bahwa keajaiban itu datang. Sejak saat itu, Pram bersumpah akan selalu mendampinginya bagaimanapun keadaannya. Pram be
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-18
Baca selengkapnya

175. MASIH RAGU?

“Aku bisa sendiri, Mas!” Puspita merebut underwear-nya dari tangan Pram, lalu membungkukkan tubuhnya, mencoba memasangkannya sendiri di kakinya yang tidak dapat digerakkan. Bersusah payah ia berusaha memakai celananya sendiri, tetapi kesulitan. Bahkan, tubuhnya yang duduk di tepi ranjang hampir saja terjatuh jika Pram tak menahannya.Pram membantu menegakkan kembali tubuh itu, lalu mengambil alih pakaian dalam dari tangan Puspita. Ia memakaikannya dengan lembut dan hati-hati hingga terpasang sempurna di tubuh istrinya. Setelahnya, ia juga memakaikan pakaian lainnya hingga sang istri terlihat rapi.Semua ia lakukan dengan lembut dan telaten tanpa berkata-kata. Bukan hanya itu, rambut Puspita pun ia sisir dan ikat hingga rapi. Layaknya seorang ibu kepada putri kecilnya, ia melakukan semua itu dengan penuh kasih.“Mau jalan-jalan ke taman kota?” tanya Pram setelah pekerjaannya selesai.Sore yang cerah di Singapura. Dari jendela apartemen mereka di The Orchard Residences, Pram melihat mat
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-18
Baca selengkapnya

176. SUPPORT MEREKA

“Sayang … Oma di sini.”Pintu apartemen baru saja Pram buka. Prily sedang berjingkrak senang karena akan diajak jalan-jalan, dan Puspita tengah membetulkan letak masker di wajahnya agar menyamarkan luka yang melintang dari tengah dahi ke rahang kirinya, saat suara seseorang dengan riang menyambut mereka di depan pintu.Berdiri di sana sepasang orang tua yang rambutnya sudah memutih semua. Dengan senyum teduh dan sorot mata penuh kerinduan, mereka menatap keluarga kecil itu.“Oma sangat merindukanmu, Puspita.”Wanita sepuh dengan syal membalut lehernya maju dan menghambur memeluk Puspita. Sementara itu, Pram bergegas menghampiri pria yang masih menunggu di luar.“Opa, kenapa tidak mengabari kami mau ke sini?” tanya Pram seraya memeluk pria itu.Sang pria menepuk punggung Pram beberapa kali, lalu melepaskan pelukan. “Oma kalian terus merengek ingin ke sini. Katanya merindukan cucunya. Apa Opa bisa menolak?” ujarnya dengan mimik lucu seolah teraniaya.Pram tersenyum dan menoleh ke arah N
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-19
Baca selengkapnya

177. KESAKSIAN

“Pram, lusa kamu harus pulang dulu. Kamu harus hadir sebagai saksi di persidangan Arya.” Prabu bicara di telepon dengan kursi yang bergoyang ke sana ke mari. Pena di tangannya diputar-putar secara acak.“Aku tidak bisa meninggalkan Puspita, Bang. Besok jadwal Puspita ke rumah sakit. Operasi di wajahnya akan segera dilakukan.” Jawaban Pram di seberang sana terdengar kebingungan.“Tapi sidang ini juga penting, Pram. Kamu saksi kunci. Kalau kamu belum juga bersaksi, kasus ini tidak akan selesai. Sementara aku sudah muak dengan Arya. Aku ingin semua segera rampung.”“Aku tahu, Bang. Aku juga ingin semuanya segera selesai, tapi Puspita ….”“Mumpung Opa dan Oma di sana bisa menemani ke rumah sakit, sebaiknya kamu pulang barang sehari.”Tidak ada jawaban dari Pram sampai beberapa lama hingga Prabu harus mengulang ucapannya.“Pram, kamu masih di sana, kan?”“Iya, Bang.”“Kamu sudah harus berada di sini pukul sepuluh pagi. Kita harus briefing dulu. Pengacara harus memberikan beberapa instruksi
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-20
Baca selengkapnya

178. PENYERANGAN

Pram menarik napas panjang sebelum mulai melangkahkan kakinya. Meski Prabu dan pengacara sudah menginstruksikan apa saja jawaban yang harus ia berikan saat jaksa nanti bertanya, hatinya tetap saja deg-degan.Bagaimanapun, pria yang sedang diadili itu adalah Arya. Pria yang selama ini ia anggap sebagai ayah kandungnya. Selama hampir tiga puluh tahun hidupnya, ia hanya mengenal Arya sebagai ayah karena menjadi suami ibunya.Meski Arya bukan ayah yang baik untuknya dan juga Sakti, cukup banyak kenangan yang mengikat mereka sebagai keluarga. Berdiri berseberangan dengannya di pengadilan ini tentu saja bukan perkara mudah bagi psikisnya, meski kebencian dan rasa marah membumbung tinggi.Dengan didampingi Prabu dan pengacaranya, serta dikawal beberapa pria berbadan besar di belakangnya, Pram berjalan tegak dengan langkah-langkah panjang. Ia tidak ingin membuang waktu. Hari ini, urusan di sini harus cepat selesai sebelum ia kembali ke Singapura untuk mendampingi Puspita menjalani pengobatann
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-21
Baca selengkapnya

179. VONIS

Pram menahan napasnya, berusaha meredam gejolak yang berkecamuk dalam dadanya. Tangannya mengepal erat, kukunya hampir menembus telapak. Matanya tetap terfokus ke depan, mengabaikan semua tatapan penuh tanya yang diarahkan padanya.Sidang baru saja dimulai, tapi atmosfer ruang sidang sudah terasa begitu menyesakkan. Hatinya semakin berat saat matanya tanpa sengaja menangkap sosok Arya yang duduk di kursi roda di sisi terdakwa. Tubuh pria itu terlihat lebih ringkih daripada terakhir kali mereka bertemu. Paha yang terputus hingga pangkal membuatnya terlihat kecil dan lemah. Wajahnya tampak pucat, pipinya tirus, dan sorot matanya tak lagi sekokoh dulu. Tatapan itu, mata yang dulu penuh kebanggaan dan otoritas, kini hanya menyiratkan permohonan dan penyesalan yang terlambat.Tidak ada lagi keangkuhan yang menjadi ciri khasnya. Kini ia laksana ternak yang tak berdaya seolah menanti untuk dieksekusi penjagal di rumah pemotongan.Namun, Pram tidak akan terperdaya. Ia harus tetap kuat. Bayanga
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-22
Baca selengkapnya

180. OBAT NYAMUK

Pram mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja. Ruangan yang tidak begitu luas itu terasa sangat pengap. Hanya ada satu meja kayu dan tiga kursi di sana. Setelah sekian menit menunggu, akhirnya pintu terdengar berderit dan terdorong masuk. Seseorang membukanya dari luar.Pram menegakkan tubuhnya. Matanya awas menatap benda yang akhirnya terbuka itu hingga muncul laki-laki berseragam warna oranye dari sana. Tangannya diborgol, kepalanya menunduk dalam. Petugas yang membawanya menyuruhnya untuk menemui Pram.“Waktu Anda hanya sepuluh menit, Pak Pramudya,” petugas yang mengantar laki-laki berseragam oranye itu berkata, sebelum berdiri di pojokan.Pram mengangguk. “Jangan khawatir, Pak. Saya bahkan akan selesai sebelum lima menit,” timpal Pram dengan tatapan tidak lepas dari laki-laki yang kini berdiri di dekat meja. Hanya berjarak sekitar dua langkah saja darinya.Jika Pram tidak salah lihat, ada banyak lebam di wajah laki-laki itu walaupun tidak begitu kentara karena terus menunduk. Tapi Pram
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-22
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
151617181920
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status