Semua Bab Identitas Tersembunyi Suami Cacat: Bab 31 - Bab 40

96 Bab

31. Salah Pilih

"Mana bisa sih ngepas baju pengantin tapi calon pengantinnya nggak ada? Mas, emang kamu nggak bisa nyempetin mampir sebentar?" Raina berdiri di atas anak tangga, tubuhnya membeku di tempat. Suara Vanya yang sedang berbicara di telepon terdengar dari bawah. Nada bicara sang kakak, seperti biasa, penuh dengan nada kesal dan tuntutan. "Aku tahu, tapi kan pernikahan kita juga udah sebentar lagi. Kamu nggak bisa cuma ambil beres aja, Mas." Suara Vanya terdengar semakin jelas. Sang adik menimbang. Dia sedang malas berdebat dengan kakaknya. Mungkin lebih baik dia berbalik dan mencari jalan lain. Namun, baru saja niat itu muncul, kakaknya memutus telepon dan langsung menyadari kehadiran orang lain pada ana
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-29
Baca selengkapnya

32. Bukan Pria Biasa

Namun sebelum ia bisa melanjutkan, suara alarm pada ponselnya menyela momen intim itu. Mengingatkannya bahwa mereka harus segera berangkat. Sang wanita tertawa, menarik diri dari pelukan Jovian meski masih ada rasa enggan di sana. “Ayo, Mas. Nanti kita telat,” ucapnya dengan senyum kecil sambil mematikan alarm. Meski raut wajahnya terlihat sedikit kecewa, Jovian meraih kunci mobil di atas meja rias lalu mengikuti sang istri keluar kamar. Pada akhirnya mereka berangkat menuju tempat acara. Suara gemericik air mancur di luar ballroom menyambut sejoli itu. Dentingan gelas dan alunan musik jazz mengalun lembut dari dalam ruangan. Aroma parfum mahal serta anggur merah berbaur di udara, menciptakan suasana ele
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-29
Baca selengkapnya

33. Racauan Vanya

Vanya. Wanita itu berdiri sendirian di antara pebisnis muda lain dengan segelas wine di tangan. Pipinya tampak mulai memerah kemungkinan besar karena pengaruh alkohol. Meski bibirnya membentuk bulan sabit, ada kepalsuan di sana, seperti senyum yang dipaksakan. Sang kakak menoleh, menyusuri ruangan, seolah mencari sesuatu, seseorang di antara kerumunan tamu. Lalu manik mereka saling singgung. Raut wajah Vanya berubah kecut, senyumnya luntur seketika. Dia langsung melengos pergi, berjalan menuju meja tempat gelas-gelas minuman berjejer rapi. Wanita itu kembali mengambil gelas berisi cairan merah. Sungguh, Raina ingin mengabaikan kehadiran kakaknya di pesta itu.
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-29
Baca selengkapnya

34. Ayo Pulang

Dari kejauhan, dia melihat seorang wanita bergaun merah dengan belahan tinggi menempel pada lengan Jovian, jemari lentiknya singgah pada otot lengan sang suami dengan keakraban tak diinginkan. "Mas, badan kamu bagus. Kamu nge-gym di mana? Aku juga lagi suka pilates. Yuk, kita olahraga bareng," goda wanita itu dengan nada yang menggema penuh manja. Bola mata Raina membelalak penuh kekesalan melihat hal itu. Suaminya sendiri tampak bingung, jelas terganggu oleh kerumunan wanita yang tiba-tiba mengelilinginya. Raina bisa membaca ketidaknyamanan di wajah sang suami, meski pria itu berusaha menjaga sikap. Beberapa wanita lain, yang tidak kalah cantik dan e
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-29
Baca selengkapnya

35. Milikmu

Gelak tawa Jovian semakin kencang mendengar alasan sang istri. Pria itu menangkup wajah Raina. Netra madunya mematri pada bola mata sang wanita, rasa sayang dan terutama geli terlihat jelas dalam manik pria itu.Membuat Raina semakin kesal, lantas sengaja mencubit lengan sang suami. "Kamu kan suamiku, Mas," gumamnya.Senyum tipis terukir pada wajah Jovian. Pria itu menunduk, meninggalkan jejak-jejak kecupan ringan pada pipi, hidung, lalu bibir sang istri. Sambil berbisik pelan, "Iya, sayang. Aku milikmu seutuhnya."Mendengar ucapan itu, jemari Raina semakin berani, menjelajahi setiap lekuk tubuh sang suami. Setiap sentuhan, setiap ciuman kecil yang ditanamkan Jovian pada pipi, hidung, hingga bibirnya, seperti nyala api yang semakin membakar seluruh tubuhnya. Tanpa memutus ciuman, tangannya bergerak pada tubuh Jovian. Merasakan otot pria itu melentur di bawah sentuhannya.Jemari lentik Raina dengan lihai membuka resleting celana sang suami. Membelai lembut milik Jovian yang semakin mene
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-29
Baca selengkapnya

36. Pertemuan Di Tempat Parkir

“Sebenernya, aku pernah dengar Tante Ambar dan Mbak Vanya ngomongin tentang itu sebelumnya. Mereka juga bicara tentang kejadian sepuluh tahun lalu. Aku curiga itu ada hubungannya dengan kematian ibu.” Pada akhirnya Raina membagi kecurigaan yang membayanginya akhir-akhir ini.  Ia berharap, kalau memang Jovian memiliki kuasa, suaminya itu akan membantunya mencari tahu kenyataan yang sebenarnya. “Aku mau nyelidikin hal ini lebih lanjut,” tandas wanita itu.  Namun tak lama, sang suami kembali mengusakkan hidungnya pada perpotongan leher Raina, mengecupnya lembut. "Ah, mungkin dia cuma ngeledek kamu, sayang. Ini kan bukan film mata-mata yang kita tonton," kekehnya ringan. Rasa kecewa menyelinap dalam hati Ra
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-29
Baca selengkapnya

37. Permintaan Kakek

Berkas-berkas menanti, dan sang asisten, Jainitra, sudah bersiap dengan tumpukan pekerjaan yang harus segera diselesaikan. Mereka tenggelam dalam rutinitas pekerjaan kantor yang tak ada habisnya. Ketika matahari mulai meredup di luar jendela besar, Raina menyelesaikan laporannya tentang hasil mediasi. Ia telah menyelesaikan negosiasi yang sulit, dan kini tiba waktunya melaporkan semua kepada sang Dewan Komisaris. Sebelum beranjak, Raina memberi instruksi pada sang asisten. "Jai, kalau pekerjaanmu sudah selesai, kamu boleh pulang duluan," ucapnya. Sang asisten muda hanya mengangguk patuh sebagai balasan. Lalu kembali berkutat dengan dokumennya. Raina berjalan menuju ruangan Kakek. Setiap langkah terasa berat, bukan k
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-29
Baca selengkapnya

38. Tak Bisa Menolak

Sang cucu menatap Kakek, mencoba mencerna permintaan itu. Ia yakin ada sesuatu yang sang sepuh rencanakan. Namun, jika ini bisa membantu memperkuat posisinya di perusahaan, tentu saja tak ada alasan bagi Raina untuk menolak. “Baik, Kek,” ucapnya akhirnya. “Tolong berikan alamat acaranya, biar saya bisa langsung datang ke sana setelah ganti baju.” Buru-buru sang sepuh mengibaskan tangan. “Tidak perlu. Kerjaanmu sudah selesai kan? Kamu ke butik langganan kita aja. Nanti kakek jemput langsung dari sana,” katanya dengan nada santai, meski ada penekanan di setiap kata-katanya. Raina hendak memprotes, merasa sedikit aneh dengan segala persiapan mendadak ini, namun sang sepuh seolah dapat membaca pikirannya. “Kakek sudah menyiapkan semuanya. Kamu hanya perlu menemani Kakek malam ini,” tandasnya, dengan suara tak bisa dibantah. Tahu ia tak bisa menolak, sekali
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-29
Baca selengkapnya

39. Muslihat

“Selamat atas peluncuran sistem barunya, Aji,” ucap Kakek, menepuk bahu tuan rumah dengan penuh kebanggaan. Aji, pemuda yang tampak hanya beberapa tahun lebih tua dari Raina, tersenyum tipis. “Terima kasih, Pak Adi. Terima kasih juga sudah membolehkan TechNova mengadakan acara ini di Sakala Hotel.” Sang sepuh mengayunkan tangannya. “Sudah saya bilang, panggil saja Kakek,” ujar sang sepuh. “Bapakmu dulu teman baik saya,” ucapnya dengan suara semakin menghilang. Ada nada sedih yang sarat akan emosi. Sang tuan rumah tersenyum simpul lalu mengajak mereka berdua untuk masuk. “Mari masuk,” ucapnya seraya menuntun mereka menuju ruang serba guna. Suasana pesta peluncuran terasa lebih informal dibanding acara-acara yang selama ini Raina datangi. Mungkin karena Aji sendiri terbilang m
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-29
Baca selengkapnya

40. Perdebatan Di Taman

“Sepertinya saya terlambat,” ucap Jovian seraya merangkul pinggang Raina tanpa keraguan sedikitpun. Keheningan sejenak menyelimuti mereka saat Jovian muncul di tengah pesta. Rasa lega langsung menyelinap di hati Raina, seolah beban yang menggantung di pundaknya tiba-tiba sirna begitu saja. “Oh, ini suami Bu Raina,” terdengar bisikan samar dari seorang tamu yang berada di sudut ruangan. Namun, tak semua orang tampak senang dengan kehadiran pria itu. Raut wajah Kakek tak dapat disembunyikan. Sekilas, ada kilat ketidaksenangan di mata tuanya. Namun, dengan cepat ia kembali bersikap tenang. “Tidak apa-apa, Jovian. Senang kamu bisa menyusul,” ucap Kakek, meski senyumnya terasa dipaksakan. Di sisi lain, Aji, yang tadi menyambut mereka dengan ramah, berusaha mengalihk
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-29
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status