Home / Fiksi Remaja / Menikahi Guru Killer / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Menikahi Guru Killer: Chapter 11 - Chapter 20

37 Chapters

Bab 11

Rasanya ingin sekali aku berteriak meluapkan semua kekesalanku. Tidak ada sarapan, tidak ada pula ijin untuk cuti hari ini. Tidak ada kata selain si menyebalkan yang lebih pantas baginya. “Kok manyun gitu sih?” tanya Vena setengah berbisik di sela pelajaran bahasa Inggris yang sedang berlangsung, “ada masalah?” “Nggak, aku cuma sedikit lelah dan ngantuk,” balasku berbisik.“Ijin ke UKS?” sahutnya, “kamu mau tiduran sebentar, kan?” “Aku defisit lima jam istirahatku,” sahutku lagi, “bayangin … dari delapan jam, aku cuman tidur tiga jam.” “Emang ngapain aja kamu kok bisa tidur cuman tiga jam?” tanya Vena yang seperti mencurigaiku.“Aku —”“Alea! Vena! Pack your books and stationery, go to the student section and ask for punishment for your noisy chatter on my class,” perintahnya perempuan setengah baya bertubuh tambun itu. “Huu!” Suara itu berkumandang seolah paduan suara yang mengiringi gerakan kami mengemas semua harta benda kami yang terserak di atas meja.“Habislah kita!” Gumamk
Read more

Bab 12

“Tentu saja. Aku bukan teman yang suka mengobral gosip sahabat aku sendiri. Tenang aja,” sahut Vena dengan cepat. Aku menarik sudut bibirku, memberikannya seulas senyuman. “Doni nembak aku kemaren.” “Hah!” Sepasang mata gadis di hadapanku membulat. “Kamu yakin itu yang bikin kamu gelisah beberapa hari terakhir?” Aku menganggukkan kepalaku. Tentu saja aku tidak mungkin memberitahunya kalau penyebab kegelisahanku adalah Pak Jonathan, karena guru yang paling kuhindari itu ternyata harus menjadi suamiku. “Aku belum memberinya jawaban,” sahutku memberikan alibi tambahan. “Alea … Alea. Aku pikir masalah besar apa, ternyata cuman gara-gara si kapten basket itu lagi,” cetus Vena yang tampaknya agak kecewa mendengar berita itu. “Apa dia segitu penting sampai kamu nggak bisa tidur?” “Sepertinya,” sahutku. “Ya udah, terima aja. Nggak usah dibikin susah. Cuman … kamu mesti siap mental buat dijadiin mantan dalam daftarnya,” tuturnya lagi, “kamu siap?” Aku menganggukkan kepalaku. “S
Read more

Bab 13

“Lea, be my valentine!” Ucap lelaki muda itu sembari memberikan sekotak coklat berpita merah muda. Aku meraih coklat yang bertema brown and white itu. “Wah … kamu sengaja mau bikin aku gendut, ya?” Doni menarik kembali kotak coklat itu. “Enggak … enggak, kok. Nggak papa kalo kamu nggak mau. Aku bisa kasih kamu hadiah valentine lain.” “Leh, kok diambil lagi. Ntar bisulan loh,” sahutku sambil menyambar kembali coklat itu, “cewek mana sih, yang nggak suka coklat.” Aku bisa melihat senyum kelegaan di wajahnya. Tentu saja, dia tidak perlu mencari tahu lebih lagi tentang kesukaanku jika aku menerima coklat pemberiannya. “Nanti sore … kita jalan, yuk.”“Kemana?” “Hmm … kamu mau kemana? Aku antar kamu sampe ke ujung dunia sekalipun,” jawabnya dengan gombalannya yang sangat jelas. “Hmm … tapi besok ada tes kimia. Aku nggak bisa,” sahutku. Raut kecewa terlihat jelas di wajahnya. Rasanya tak tega untuk menolaknya terus, apalagi aku sudah memberikan harapan dengan menerima cintanya, bahka
Read more

Bab 14

“Bantu apa? Panggil ambulans?” tanyanya dengan wajah cemas yang sangat kentara.“Nggak usah lebai, Pak,” sergahku yang semakin kesal dengan kecemasannya yang berlebihan. “Tapi kamu sakit Lea,”“Apa Bapak nggak pernah lihat cewek kalo lagi siklus?”“Maksudmu?” “Iya, siklus sebulanan. Aku butuh kompres hangat, pereda nyeri dan pembalut. Bisa Bapak beliin di toko merah depan komplek?”“Apa saja?” tanyanya lagi.“Pereda nyeri, pembalut dengan sayap.” “A–aku berangkat sekarang,” sahutnya cepat-cepat memakai kembali kaos oblong untuk menutupi kesempurnaan tubuhnya. Aku beranjak dari ranjangku begitu Pak Jonathan keluar dari rumah. Kucari sebuah botol, lalu kuisi dengan air panas. Rasanya begitu nyaman ketika benda hangat itu bersentuhan dengan perutku. Rasa nyeri itu sedikit berkurang karena kehangatan yang kurasakan.“Ini semua yang kamu butuhkan.” Pak Jonathan meletakkan kantong belanjanya. Kantong belanja yang cukup besar itu justru membuatku merasa curiga.Aku segera meraih kantong
Read more

Bab 15

Aku nyaris terpingkal mendengar kelatahan wali kelasku itu. Aku benar-benar tak menduga kalau dia latah. Bahkan hanya mendengar suara panci saja, ia sudah berteriak dengan kata-kata tanpa arti yang jelas. “Padahal nggak ada kuda di rumah kami. Kenapa nggak sekalian aja sama ‘dokar’nya disebut. Biar lengkap,” gumamku dalam hati.Tingkahnya sama sekali tak terlihat anggun, seperti gaya yang biasa ditampilkannya di hadapan kami, para siswanya.“Maaf, saya benar-benar kaget Pak,” ucapnya kembali dengan suara mendayunya yang khas, “apa nggak sekalian ditegur saja, pembantunya Pak. Kalau keterusan, bisa-bisa … barang-barang di rumah Pak Jo habis dirusaknya.” “Saya nggak ada pembantu, Bu.” Pak Jonathan menjawab pertanyaan itu dengan tenang. Sebuah jawaban yang aku yakin membuat Bu Ella merasa heran. “Lalu … itu tadi, siapa yang ngejatuhin barang?” tanya perempuan itu.“Ah … biasa. Barang-barang di dapur saya memang hobinya jalan-jalan sendiri, Bu. Kadang seperti tadi, melompat dari tempat
Read more

Bab 16

“Kok ada Pak Jonathan, sih?” gumamku menanggapi pertanyaan Doni. “Nggak masalah kan?” Jawaban itu spontan membuatku kaget. Jangan-jangan … justru Doni lah yang mengundangnya untuk datang kemari.“Nggak masalah gimana? Dari sekian bioskop yang bisa dia kunjungi, gimana caranya dia bisa datang ke tempat yang sama dengan kita?” gumamku.“Ya … terus terang, sih. Waktu aku lagi book online tiket ini, aku kepergok sama dia,” aku Doni sembari menggaruk rambut hitamnya yang bermodel ala oppa-oppa korea, “dan dia malah nitip book satu tiket lagi ke aku.” “Duduk di sebelah kita?” tanyaku untuk memastikan. “Enggak sih, nggak di sebelah kita.” Jawaban itu cukup membuatku tenang. Bisa kubayangkan kalau Pak Jonathan duduk tepat di sampingku. Atau … di samping Doni. Dia pasti akan mengawasi kami, bukan film di hadapannya. Dan sudah pasti, itu akan sangat menyebalkan. Bukankah dia sudah berjanji akan membiarkan aku melakukan semua keinginanku. Tapi … kenapa dia justru menguntit aku sampai sejau
Read more

Bab 17

“Nggak usah sok sok’an ngambek! Seharusnya aku yang marah sama kamu.” Aku menoleh menatap lelaki yang kini berada di sisiku, menatap sekelilingnya seolah mencari sesuatu di sekitarnya.Wait, what? Dia yang lebih pantas ngambek? Bagaimana bisa? Jelas-jelas aku yang dirugikan. “Ya jelaslah aku marah. Bapak itu nggak nepatin kesepakatan kita,” balasku, “Bapak malah nguntit aku seperti … sengaja ingin mengacaukan hubunganku.” “Itu karena kamu juga nggak nepatin kesepakatan kita,” jawabnya, “kamu kabur di hari kebersihan. Lalu kamu lalai dengan kucing kamu, dan itu merugikan aku karena harus membereskan pup nya dan memberinya makan. Itu juga kesepakatan kita.”“Tapi Pak. Itu nggak sepadan dengan yang Bapak lakukan,” elakku, “Bapak mencampuri urusanku bahkan mengganggu kencan pertamaku.”Pak Jonathan mengedikkan pundaknya. “Aku lakukan itu buat kamu.” What? Sekarang dia justru mengatasnamakan aku. “Aku juga punya kesepakatan dengan Om Wenang buat jaga kamu,” tuturnya, “bagaimana jika l
Read more

Bab 18

“Ya udah, aku mau ke rumah papa aja kalo gitu. Silahkan aja kalo Bapak masih mau nguntit,” cicitku kesal.Tidak ada perubahan di rumahku. Semuanya tetap sama. Hanya papa yang kini mungkin sedang kesepian itu, terlihat bahagia ketika melihatku datang.Aku menghabiskan hari Minggu ku bersama Papa. Seperti biasa, kami selalu ribut dengan perbedaan pandangan. “Kamu kok datang sendirian. Mana Jonathan?” Aku mengedikkan pundakku. “Nggak tau. Bisa jadi dia pacaran, main sama teman-temannya atau …. Nggak tau lah.” “Kalian bertengkar? Kok jawaban kamu gitu?” tanya papa.“Dia rese, Pa,” keluhku, “dia ngerusak hubungan Alea sama teman-teman. Alea disuruh bersih-bersih rumah seperti babu. Eh, pas Alea nonton bioskop bareng teman, malah dia rese. Dia duduk di belakang kursi Alea dan …. Ah, pokoknya dia ngeselin banget.” “Nggak mungkin dia ngelakuin itu semua tanpa alasan.” “Ya, pasti alasannya biar hemat lah. Kan bisa saja dia nikah sama Alea biar dapat babu gratis,” sahutku cepat.“Kalo bers
Read more

Bab 19

Pagi itu seperti biasa, Pak Jonathan terlihat sibuk membuat sarapan. Aku bisa melihat meja dapur yang sangat berantakan. “Ta–ra! Selesai!” Ucapnya dengan nada riang tak seperti biasanya.“Ini sandwich tuna keju buat kamu. Cepet dihabiskan biar nggak terlambat sekolahnya.”Aku tersenyum senang. Sepertinya Pak Jonathan nggak selamanya sekejam itu sama aku. Buktinya pagi ini dia buatin aku sarapan semacam ini. Yaa … paling tidak, effortnya keliatan lah sebagai seorang suami. Kuraih piring sandwich dan mulai memotongnya menjadi beberapa bagian sebelum masuk ke dalam mulutku. Tapi … kenapa rasanya aneh seperti …. Aku langsung memuntahkan kembali suapan pertamaku. “Kenapa? Itu makanan sehat loh,” ucapnya tanpa rasa bersalah. “Bapak masukin apa di dalamnya. Kenapa rasanya pedes, seperti … ada balsam di dalamnya,” tebakku sambil menjulurkan lidahku yang terasa panas. “Masa sih?” sahutnya dengan senyuman yang membuatku semakin curiga. Perlahan kudekatkan hidungku ke hidangan itu. Tapi a
Read more

Bab 20

“Aduh … nggak usah tarik-tarik napa. Ntar tangan aku copot, ih,” cicitku saat Doni menarikku ke arah taman belakang sekolah.Ia melepaskanku setelah tak terlihat siapapun di sekitar kami. Sepasang tangannya kini hinggap di kedua pundakku, sementara sepasang mata kami beradu dengan intens. “Kamu … kenapa kamu pergi gitu aja. Kamu nggak angkat telpon kamu, kamu juga nggak kasih aku kabar,” protes Doni. Tangannya mengguncangku, membuat tubuhku rontak.“Sori, Don,” ucapku dengan memasang wajah menyesal, “aku … tiba-tiba saja nggak enak badan. Mungkin karena aku lupa nggak bawa jaket, jadi aku rada meriang gitu. Makanya aku putusin buat pulang, biar bisa segera istirahat.”“Tapi kamu bisa kasih kabar, kan?” protes Doni mulai tak sabar.“Sori …. Hape aku mati waktu itu,” imbuhku, “batrenya low. Kamu … marah sama aku?” Aku melihat lelaki muda itu menghela napas. Wajah tegang yang semula terlihat dengan jelas, perlahan kembali melembut. “Nggak … aku nggak marah. Cuman … kamu nggak boleh ngi
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status