Share

Bab 13

last update Last Updated: 2024-10-28 21:42:25

“Lea, be my valentine!” Ucap lelaki muda itu sembari memberikan sekotak coklat berpita merah muda.

Aku meraih coklat yang bertema brown and white itu. “Wah … kamu sengaja mau bikin aku gendut, ya?”

Doni menarik kembali kotak coklat itu. “Enggak … enggak, kok. Nggak papa kalo kamu nggak mau. Aku bisa kasih kamu hadiah valentine lain.”

“Leh, kok diambil lagi. Ntar bisulan loh,” sahutku sambil menyambar kembali coklat itu, “cewek mana sih, yang nggak suka coklat.”

Aku bisa melihat senyum kelegaan di wajahnya. Tentu saja, dia tidak perlu mencari tahu lebih lagi tentang kesukaanku jika aku menerima coklat pemberiannya.

“Nanti sore … kita jalan, yuk.”

“Kemana?”

“Hmm … kamu mau kemana? Aku antar kamu sampe ke ujung dunia sekalipun,” jawabnya dengan gombalannya yang sangat jelas.

“Hmm … tapi besok ada tes kimia. Aku nggak bisa,” sahutku.

Raut kecewa terlihat jelas di wajahnya. Rasanya tak tega untuk menolaknya terus, apalagi aku sudah memberikan harapan dengan menerima cintanya, bahka
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (8)
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Pastinya Jonathan cemburu....Alea dapat sekotak cokelat dari Doni & memakan semua cokelatnya, ya,'kan....ha...ha...ha Alea pasti sedang datang bulan & minta dibelikan pembalut....Dan Jonathan bakal kebingungan memilih pembalut he...he...he...
goodnovel comment avatar
Viva Oke
koq sedih ya Alea di perlakukan begitu
goodnovel comment avatar
annisa syifa
datang bulan x kamu Alea kalau hari pertama emang sakitnya minta ampun🥲
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Menikahi Guru Killer   Bab 14

    “Bantu apa? Panggil ambulans?” tanyanya dengan wajah cemas yang sangat kentara.“Nggak usah lebai, Pak,” sergahku yang semakin kesal dengan kecemasannya yang berlebihan. “Tapi kamu sakit Lea,”“Apa Bapak nggak pernah lihat cewek kalo lagi siklus?”“Maksudmu?” “Iya, siklus sebulanan. Aku butuh kompres hangat, pereda nyeri dan pembalut. Bisa Bapak beliin di toko merah depan komplek?”“Apa saja?” tanyanya lagi.“Pereda nyeri, pembalut dengan sayap.” “A–aku berangkat sekarang,” sahutnya cepat-cepat memakai kembali kaos oblong untuk menutupi kesempurnaan tubuhnya. Aku beranjak dari ranjangku begitu Pak Jonathan keluar dari rumah. Kucari sebuah botol, lalu kuisi dengan air panas. Rasanya begitu nyaman ketika benda hangat itu bersentuhan dengan perutku. Rasa nyeri itu sedikit berkurang karena kehangatan yang kurasakan.“Ini semua yang kamu butuhkan.” Pak Jonathan meletakkan kantong belanjanya. Kantong belanja yang cukup besar itu justru membuatku merasa curiga.Aku segera meraih kantong

    Last Updated : 2024-10-29
  • Menikahi Guru Killer   Bab 15

    Aku nyaris terpingkal mendengar kelatahan wali kelasku itu. Aku benar-benar tak menduga kalau dia latah. Bahkan hanya mendengar suara panci saja, ia sudah berteriak dengan kata-kata tanpa arti yang jelas. “Padahal nggak ada kuda di rumah kami. Kenapa nggak sekalian aja sama ‘dokar’nya disebut. Biar lengkap,” gumamku dalam hati.Tingkahnya sama sekali tak terlihat anggun, seperti gaya yang biasa ditampilkannya di hadapan kami, para siswanya.“Maaf, saya benar-benar kaget Pak,” ucapnya kembali dengan suara mendayunya yang khas, “apa nggak sekalian ditegur saja, pembantunya Pak. Kalau keterusan, bisa-bisa … barang-barang di rumah Pak Jo habis dirusaknya.” “Saya nggak ada pembantu, Bu.” Pak Jonathan menjawab pertanyaan itu dengan tenang. Sebuah jawaban yang aku yakin membuat Bu Ella merasa heran. “Lalu … itu tadi, siapa yang ngejatuhin barang?” tanya perempuan itu.“Ah … biasa. Barang-barang di dapur saya memang hobinya jalan-jalan sendiri, Bu. Kadang seperti tadi, melompat dari tempat

    Last Updated : 2024-10-31
  • Menikahi Guru Killer   Bab 16

    “Kok ada Pak Jonathan, sih?” gumamku menanggapi pertanyaan Doni. “Nggak masalah kan?” Jawaban itu spontan membuatku kaget. Jangan-jangan … justru Doni lah yang mengundangnya untuk datang kemari.“Nggak masalah gimana? Dari sekian bioskop yang bisa dia kunjungi, gimana caranya dia bisa datang ke tempat yang sama dengan kita?” gumamku.“Ya … terus terang, sih. Waktu aku lagi book online tiket ini, aku kepergok sama dia,” aku Doni sembari menggaruk rambut hitamnya yang bermodel ala oppa-oppa korea, “dan dia malah nitip book satu tiket lagi ke aku.” “Duduk di sebelah kita?” tanyaku untuk memastikan. “Enggak sih, nggak di sebelah kita.” Jawaban itu cukup membuatku tenang. Bisa kubayangkan kalau Pak Jonathan duduk tepat di sampingku. Atau … di samping Doni. Dia pasti akan mengawasi kami, bukan film di hadapannya. Dan sudah pasti, itu akan sangat menyebalkan. Bukankah dia sudah berjanji akan membiarkan aku melakukan semua keinginanku. Tapi … kenapa dia justru menguntit aku sampai sejau

    Last Updated : 2024-11-01
  • Menikahi Guru Killer   Bab 17

    “Nggak usah sok sok’an ngambek! Seharusnya aku yang marah sama kamu.” Aku menoleh menatap lelaki yang kini berada di sisiku, menatap sekelilingnya seolah mencari sesuatu di sekitarnya.Wait, what? Dia yang lebih pantas ngambek? Bagaimana bisa? Jelas-jelas aku yang dirugikan. “Ya jelaslah aku marah. Bapak itu nggak nepatin kesepakatan kita,” balasku, “Bapak malah nguntit aku seperti … sengaja ingin mengacaukan hubunganku.” “Itu karena kamu juga nggak nepatin kesepakatan kita,” jawabnya, “kamu kabur di hari kebersihan. Lalu kamu lalai dengan kucing kamu, dan itu merugikan aku karena harus membereskan pup nya dan memberinya makan. Itu juga kesepakatan kita.”“Tapi Pak. Itu nggak sepadan dengan yang Bapak lakukan,” elakku, “Bapak mencampuri urusanku bahkan mengganggu kencan pertamaku.”Pak Jonathan mengedikkan pundaknya. “Aku lakukan itu buat kamu.” What? Sekarang dia justru mengatasnamakan aku. “Aku juga punya kesepakatan dengan Om Wenang buat jaga kamu,” tuturnya, “bagaimana jika l

    Last Updated : 2024-11-01
  • Menikahi Guru Killer   Bab 18

    “Ya udah, aku mau ke rumah papa aja kalo gitu. Silahkan aja kalo Bapak masih mau nguntit,” cicitku kesal.Tidak ada perubahan di rumahku. Semuanya tetap sama. Hanya papa yang kini mungkin sedang kesepian itu, terlihat bahagia ketika melihatku datang.Aku menghabiskan hari Minggu ku bersama Papa. Seperti biasa, kami selalu ribut dengan perbedaan pandangan. “Kamu kok datang sendirian. Mana Jonathan?” Aku mengedikkan pundakku. “Nggak tau. Bisa jadi dia pacaran, main sama teman-temannya atau …. Nggak tau lah.” “Kalian bertengkar? Kok jawaban kamu gitu?” tanya papa.“Dia rese, Pa,” keluhku, “dia ngerusak hubungan Alea sama teman-teman. Alea disuruh bersih-bersih rumah seperti babu. Eh, pas Alea nonton bioskop bareng teman, malah dia rese. Dia duduk di belakang kursi Alea dan …. Ah, pokoknya dia ngeselin banget.” “Nggak mungkin dia ngelakuin itu semua tanpa alasan.” “Ya, pasti alasannya biar hemat lah. Kan bisa saja dia nikah sama Alea biar dapat babu gratis,” sahutku cepat.“Kalo bers

    Last Updated : 2024-11-02
  • Menikahi Guru Killer   Bab 19

    Pagi itu seperti biasa, Pak Jonathan terlihat sibuk membuat sarapan. Aku bisa melihat meja dapur yang sangat berantakan. “Ta–ra! Selesai!” Ucapnya dengan nada riang tak seperti biasanya.“Ini sandwich tuna keju buat kamu. Cepet dihabiskan biar nggak terlambat sekolahnya.”Aku tersenyum senang. Sepertinya Pak Jonathan nggak selamanya sekejam itu sama aku. Buktinya pagi ini dia buatin aku sarapan semacam ini. Yaa … paling tidak, effortnya keliatan lah sebagai seorang suami. Kuraih piring sandwich dan mulai memotongnya menjadi beberapa bagian sebelum masuk ke dalam mulutku. Tapi … kenapa rasanya aneh seperti …. Aku langsung memuntahkan kembali suapan pertamaku. “Kenapa? Itu makanan sehat loh,” ucapnya tanpa rasa bersalah. “Bapak masukin apa di dalamnya. Kenapa rasanya pedes, seperti … ada balsam di dalamnya,” tebakku sambil menjulurkan lidahku yang terasa panas. “Masa sih?” sahutnya dengan senyuman yang membuatku semakin curiga. Perlahan kudekatkan hidungku ke hidangan itu. Tapi a

    Last Updated : 2024-11-03
  • Menikahi Guru Killer   Bab 20

    “Aduh … nggak usah tarik-tarik napa. Ntar tangan aku copot, ih,” cicitku saat Doni menarikku ke arah taman belakang sekolah.Ia melepaskanku setelah tak terlihat siapapun di sekitar kami. Sepasang tangannya kini hinggap di kedua pundakku, sementara sepasang mata kami beradu dengan intens. “Kamu … kenapa kamu pergi gitu aja. Kamu nggak angkat telpon kamu, kamu juga nggak kasih aku kabar,” protes Doni. Tangannya mengguncangku, membuat tubuhku rontak.“Sori, Don,” ucapku dengan memasang wajah menyesal, “aku … tiba-tiba saja nggak enak badan. Mungkin karena aku lupa nggak bawa jaket, jadi aku rada meriang gitu. Makanya aku putusin buat pulang, biar bisa segera istirahat.”“Tapi kamu bisa kasih kabar, kan?” protes Doni mulai tak sabar.“Sori …. Hape aku mati waktu itu,” imbuhku, “batrenya low. Kamu … marah sama aku?” Aku melihat lelaki muda itu menghela napas. Wajah tegang yang semula terlihat dengan jelas, perlahan kembali melembut. “Nggak … aku nggak marah. Cuman … kamu nggak boleh ngi

    Last Updated : 2024-11-05
  • Menikahi Guru Killer   Bab 21

    “Udah selesai pacarannya?” Entah sejak kapan Pak Jonathan berdiri di belakangku. Kenapa lama-lama dia makin mirip makhluk astral yang bisa muncul tiba-tiba di tempat yang diinginkannya. Atau … jangan-jangan dia punya kekuatan super yang bisa teleportasi kemanapun sesuai keinginannya. Membayangkannya saja sudah membuatku merinding. “Ish! Memangnya kenapa? Bukannya kita sudah sepakat nggak bakal ikut campur urusan pribadi masing-masing?”“No … no … no! Tapi ini sekolah dan aku guru kamu,” sahutnya dengan nada yang menyebalkan, “nggak boleh pacaran di sekolah.”Aku mencebik kesal. “Aku sama dia nggak ngapa-ngapain, kok. Kita cuman ngobrol,” gerutuku. Aku harap dia tidak mempermasalahkan kecelakaan kecil tadi dan berasumsi bahwa kami berpelukan dengan sengaja.Pak Jonathan justru mengangkat tangannya dengan kedua jari menunjuk matanya lalu mengarahkannya padaku, kemudian ia pergi begitu saja. “Dasar ikan buntal!” desisku kesal. Aku menghentakkan kakiku dengan kesal. Sungguh, dia itu se

    Last Updated : 2024-11-05

Latest chapter

  • Menikahi Guru Killer   Bab 138

    Setelah mengatakan semua yang mengganjal di hatiku, aku segera menutup panggilan itu. Napasku bahkan terengah hanya karena menyampaikan emosiku yang meluap hebat. Bagaimana bisa dia menuduhku seperti itu, sementara dirinya sendiri melakukan hal yang tak berbeda. Hah! Seandainya saja dia tahu kalau Doni bahkan sudah tak ada lagi di hatiku. Seandainya saja dia tahu kalau perasaanku hilang begitu saja setelah mengenal keluarganya, setelah aku merasakan betapa takutnya kehilangan dirinya saat ditahan dulu. Seandainya saja dia tahu, bahwa aku bahkan hanya mengurung diri di kamarku sejak kedatanganku, menikmati kesendirianku. Seandainya saja dia tahu bahwa kenyataan bahwa keantusiasannya datang ke acara itu telah menorehkan luka di hatiku tentang masih adanya jejak cinta di hatinya. “Ah, pusingnya kepalaku,” keluhku. Kuangkat tanganku dan mulai memijit keningku yang terasa berdenyut. Suara telepon kembali terdengar. Kali ini sengaja aku tidak mengangkatnya. Kepalaku semakin terasa pusin

  • Menikahi Guru Killer   Bab 137

    “Aku ada ide!” teriak Vena tiba-tiba. Suara cempreng itu membuatku melompat saking terkejutnya. Ditambah lagi tepukannya di pundakku yang membuat jantungku berdegup lebih cepat. “Kamu pergi aja sama Kak Bernard!” “Vena …. Kali aja dia nggak marah, ngeliat aku sama kakak kamu,” keluhku, “kamu inget kan, terakhir kali mereka ketemu juga berantem. Aku nggak mau Kak Bernard terluka cuma gara-gara jagain aku.”“Lah … memang mesti ada pengorbanan buat mencapai suatu tujuan, kan. Seperti Kak Bernard, ngelakuin itu pasti ada tujuan. Walau nggak semua tujuan itu bakal tercapai,” ucapnya, “butuh effort buat mencapai sesuatu yang kita ingini, Al.” “Iya, kamu benar. Tapi aku tetap harus memperhitungkan kerugian apa yang bakal aku terima kalau melakukan semua itu, kan?” Vena mengedikkan pundaknya. “Jadi … kamu nggak mau datang ke acara itu?” Aku menghela napas dan menggeleng pelan. “Mungkin aku akan membuat kekacauan besar, yang bisa menahannya agar tidak bisa datang ke acara itu.” “Kekacau

  • Menikahi Guru Killer   Bab 136

    “Marsha memberitahukan kalau dia akan datang pada saat reuni akbar sekolah kami nanti.” Aku langsung melotot saat mendengar nama acara itu. Bukan karena aku tidak pernah mendengarnya, tapi karena aku sering membaca di media sosial bahkan cerita-cerita orang tentang acara reuni seperti ini. Acara yang justru menjadi awal perpecahan sebuah rumah tangga. “Lalu … kamu juga mau datang buat ketemu dia?” tanyaku sekali lagi tanpa sebuah basa basi. “Acara itu sebenarnya ajang paling tepat untuk mencari koneksi, memperluas hubungan kerja.” Jawaban itu sebenarnya membuatku langsung bisa memprediksi bahwa ia ingin datang walau apapun alasannya. Aku juga pasti akan terlihat konyol jika harus menahannya untuk tidak pergi. Seperti … seorang istri pencemburu yang bahkan menghalangi kemajuan langkah suaminya. “Al, kamu percaya kan, sama aku?” tanyanya sembari menatap mataku lekat lekat.Aku menarik napas panjang dan terpaksa menganggukkan kepalaku walau sejujurnya firasatku mengatakan yang sebal

  • Menikahi Guru Killer   Bab 135

    “Gimana? Yang ini atau yang ini?” tanyaku sementara kedua tanganku memegang dua hanger kaos pilihanku. Pak Jonathan menggelengkan kepalanya. “Nggak … sepertinya itu nggak cocok buat aku.” Sesaat kemudian, lelaki itu kembali mencari pakaian yang cocok untuknya. Kuletakkan kembali kedua hanger itu di tempatnya. Sudah cukup banyak model yang sudah kurekomendasikan buatnya, tapi belum satupun yang dipilihnya. Entah pakaian seperti apa yang sebenarnya ingin dicarinya. “Cari kaos untuk papanya, Kak?” sapa seorang yang memakai seragam pramuniaga toko, “sepertinya kemeja akan lebih cocok untuk lelaki seusia papa kakak, jika dibandingkan dengan t shirt.” Wait! Ini sudah yang ketiga kalinya Pak Jonathan dianggap sebagai papaku. Padahal usianya cuma berjarak belasan tahun saja. “Dia suami saya, Kak,” sahutku sekali lagi memberinya sebuah pembenaran, “dia sedang cari pakaian santai yang nyaman dan tidak membuatnya terkesan lebih tua dari usianya.” “Kemeja dengan corak yang cerah, mungkin,”

  • Menikahi Guru Killer   Bab 134

    “Ini Non, susunya lekas di minum, keburu dingjn.” Mbak Santi meletakkan susu hamil yang sengaja dibelikan oleh Pak Jonathan untuk menunjang nutrisiku. Sejujurnya aku merasa enggan untuk meminumnya. Bukan karena rasanya, tapi karena aromanya yang membuat perutku berontak tak ingin menerimanya. Tapi mau gimana lagi, aku juga tidak ingin bayiku kekurangan nutrisi karena aku terus memuntahkan semua yang masuk ke dalam perutku. Kucepit hidungku dan segera menegak cairan berwarna putih yang ada di dalam gelasnya hingga tandas, sebelum memasukkan permen kenyal berbentuk hamburger ke dalam mulutku. “Loh, Non mau kemana? Ke kantor lagi?” tanya Mbak Santi saat melihatku langsung mengambil sling bag kecil yang biasa kupakai. “Iya, Mbak. Mau belanja sama Pak Jonathan,” sahutku, “ada titipan?” “Beli sabun sekalian sama pembersih lantai ya, Non. Stoknya udah menipis,” jawabnya cepat. “Udah? Itu aja kan?” “Iya Non.” Setelah mencatat semua keperluan itu di dalam otakku, aku p

  • Menikahi Guru Killer   Bab 133

    “Please …” lirihku sembari meremas pundaknya. Rasa gemas membuatku tak mampu menguasai diri, apalagi di saat hasratku seakan meluap sampai ke ubun-ubun. Tapi lelaki itu seperti tak peduli akan rengekan atau desah nafasku yang semakin tak karuan. Ia justru menempelkan ujung lidahnya dan berputar mengelilingi bagian puncak di dadaku. Tubuhku semakin menegang karenanya. Sepasang tanganku menggapai rambutnya, mencengkeram helaian berwarna hitam yang tumbuh di batok kepalanya“Al, kamu mau punya suami botak?” Akhirnya ia berhenti melakukan hal yang menyebalkan itu. Kulepaskan cengkraman tanganku dan menyilangkan kedua tanganku di depan dada. “Makanya jangan cari gara-ga–”Tok! Tok! Tok!Mendengar suara ketukan itu, membuatku menghentikan ucapanku. Tentu saja hal itu sangat menggangguku, bahkan kami belum sempat bercinta. “Tunggu sebentar,” ucap Pak Jonathan sembari beranjak dari atas tubuhku dengan gerakan enggannya. Lelaki itu cepat-cepat memakai celana panjangnya sampai terhuyung ka

  • Menikahi Guru Killer   Bab 132

    “Tentu saja, mereka semua justru yang akan iri sama aku,” sahutku cepat, “karena semua hal yang setiap perempuan inginkan, ada sama kamu.” “Alea, kamu lagi ngejek aku, kan?” “Kok ngejek? Aku bicara apa adanya, kok,” balasku, “kamu itu mapan, ganteng, pintar dan ….” “Dan apa?” “Nggak jadi.” Aku langsung berbalik dan melangkah kembali masuk ke halaman rumahku. Sumpah! Demi apa aku sampai mengatakan semua itu. Tapi … sepertinya nggak masalah kalau sesekali aku memujinya seperti ini. Mungkin ia jadi pencemburu karena ketidak percaya diriannya saja. “Dan apa Al? Kamu sengaja ya, mau bikin aku mati penasaran.” “Nggak, aku bilang nggak jadi,” sahutku. Sepertinya semua yang kukatakan tadi, sudah cukup. “Alea!” panggilnya dengan suara merayu sembari mengikuti langkahku, “dan apa dong.”Kudengar suara pintu tertutup di belakangku. Dan sesaat kemudian kurasakan sentuhan tangannya di bahuku. Tangan itu membuatku mau tak mau memutar tubuhku untuk menghadapnya. “Dan apa, Al?” tanyanya deng

  • Menikahi Guru Killer   Bab 131

    Aku berdiri dari kursiku. Ingin sekali kulempar semua hidangan di hadapanku. Bagaimana bisa ia mengatakan semuanya tanpa rasa bersalah, seolah semua yang sudah kami lalui hanyalah sebuah lelucon belaka. Kecewa? Tentu saja aku merasa sangat kecewa. Kalimat itu bahkan membuatku merasa tak berharga lagi. Seakan dia hendak mencampakkan aku setelah semua cinta tulus yang kuberikan. Sepertinya aku salah karena mengira ia mencintai dan memperlakukanku dengan tulus. Rasa sakit seperti menamparku pada kenyataan yang kini kurasakan.“Jadi … setelah semua ketulusan yang aku berikan, kamu berniat mencampakkan aku?” “Bukan … bukan seperti itu. Al, aku tahu kamu terpaksa menikah denganku. Bahkan kamu mengajukan daftar keinginan hanya untuk membuatku mundur,” ucapnya dengan wajah yang seperti frustasi, “setelah peristiwa hari ini, akhirnya aku menyadari bahwa perasaan itu tak bisa dipaksakan. Aku tidak bisa memaksamu untuk membalas perasaanku.”Aku menghela napas sedalam-dalamnya dan menghembuska

  • Menikahi Guru Killer   Bab 130

    Semua terjadi begitu cepat. Aku bahkan sudah pasrah tanpa bisa berbuat apa-apa saat wanita itu memojokkan aku dengan pisau di tangannya. Kupejamkan mataku dengan pasrah saat tangannya melaju, menghujam ke arahku. Tapi kegaduhan itu terdengar. Kubuka mataku saat suara dentingan benda logam dan rintihan itu tertangkap oleh indraku. “Don!” Aku terkejut ketika melihat punggung lelaki yang kukenal itu menghadang di depanku. Ia seperti memberikan tubuhnya sebagai perisai yang melindungi aku. “Ra!” Sebut Doni saat wanita itu perlahan melangkah mundur menjauh dari kami. “Maafin aku Don. Aku nggak bermaksud –” Wanita itu berbalik dan pergi begitu saja tanpa menyelesaikan kalimatnya.Aku masih terpaku pada kejadian yang terjadi begitu cepat itu. Bahkan tubuhku terasa gemetar dan lemas. Aku hampir saja mati hari ini!Lelaki muda itu berbalik dan menatapku dari ujung rambut hingga ujung kaki. “Kamu nggak papa, kan?” Dengan gugup, aku pun mengangguk cepat. Hingga pandanganku terkunci pada bag

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status