Beranda / Romansa / PERFAKE HUSBAND / Bab 71 - Bab 80

Semua Bab PERFAKE HUSBAND : Bab 71 - Bab 80

144 Bab

71. Bayu yang Tak Biasa

Bayu melotot ketika aku menjelaskan bahwa Sean sudah tahu hubungan suami istri yang terjalin antara kita. Dia berkacak pinggang, menahan nafasnya yang sebentar lagi pasti akan menghembus kencang bagai kuda. “Lo udah gila, Ra?” “Gue gak akan di vonis darah rendah sih kalo gila.” jawabku santai. Bayu menurunkan lengan dikedua belah pinggangnya. Ia melihat sana-sini, lalu melirik parsel buah dan buket bunga yang kini terduduk manis di nakas. “Kalo nyokap bokap tahu gimana?” “Sean gak bawel, dia bisa jaga rahasia.” “Ra!” “Apa! Heh, segitu untung ya, gue gak bilang kalo Askara bukan anak kandung gue! Lo ‘kan bilang semuanya sama Maira.” “Ya itu beda lah, dodol!” “Dih. Dodol? Elo itu mah!” Bayu menunjuk pintu yang tertutup, “Kalo nyokap bokap tahu, kita habis, Ra!” “Apanya sih? Lo tuh heboh banget.” “Sean itu orang lain. Dia bisa aja merencanakan ngadu semuanya. Soal kalian yang pacaran, dan lo yang bocorin status pernikahan kita sama dia.” Aku merebahkan diri dika
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-16
Baca selengkapnya

72. Masih Bayu yang Lain

Aku bangkit untuk memegangi dahinya, “Gak panas. Lo ketempelan setan apaan?” Tanpa bertanya, ia menyelusup ke dalam selimut dan tidur disebelah bantalku. “Bay, apaan sih. Ranjangnya jadi sempit kalo lo disini.” Bayu tak menjawab. Ia langsung tidur menyamping ke arah bantal kosong, dimana itu adalah tempatku. Tunggu, jadi nanti kalau aku tidur disampingnya, mukanya yang sok kecakepan itu akan mengarah ke mukaku? Aku menggoyang-goyangkan badannya, “Bay, pindah sana ke sofa. Dari siang juga lo tidur di sana, selamet-selamet aja.” “Gue mau tidur disini.” “Bay!” Bayu membuka matanya, “Ra, biar cepet sembuh. Lo butuh attachment dari gue.” “Lo pikir gue Askara? Udah, gak usah ngadi-ngadi. Pindah ke sofa!” “Ra, badan gue pegel kalo di sofa.” “Oh, jadi gue aja nih yang di sofa?” Bayu bangun, “Lo tuh takut banget gue apa-apain? Pikiran gue bersih, Ra, dari hal-hal cabul begitu. Selama ini juga gue gak pernah ‘kan macem-macem sama lo? Aman lah.” Aku masih tak habis pik
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-16
Baca selengkapnya

73. Insyaf, Katanya

Aku sarapan dengan terus diperhatikan Bayu. Rasanya tak nyaman. Tadi saja ketika jadwal mandi oleh perawat, si Bayu mengambil alih. Aku sudah menolak keras, tapi kalian tahu sendiri lah, terkadang dia yang memegang kendali, sehingga ya aku kalah. “Lo kenapa?” tanyaku. “Gue?” ia menunjuk diri sendiri, “Gak papa, gue sehat. Yang sakit ‘kan elo.” Aku tak bertanya lagi, percuma. Tak akan ada jawaban. Bayu bangkit, “Ada yang mau dibeli gak? Gue mau ke mini market.” Aku menggeleng. Bayu keluar begitu saja, meninggalkan ponsel yang biasanya ke toilet saja dibawa. Aku sebenarnya tak peduli. Tapi serius deh, si Bayu jadi baik begitu membuatku degdegan takut. Dia tidak ikut sekte aneh ‘kan ya? Yang memberinya tugas untuk baik pada orang terdekatnya, lalu nanti dia akan mengambil jiwaku? Pintu kamar diketuk. “Elah, masuk aja napa si, Bay.” Pintu dibuka sedikit. Kepala seseorang terlihat sedikit. Itu bukan Bayu, tapi, “Sean?” “Aku boleh masuk?” “Boleh dong, masuk Sean.”
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-17
Baca selengkapnya

74. Makin Jadi

“Oh gitu ya? Ya udah mama ke kamar mandi luar ya?” mama keluar ruangan buru-buru. Saat itu, aku langsung turun dari ranjang, menenteng infusan menuju kamar mandi. “Eh, mau kemana lo?” Aku tak menggubris pertanyaan Bayu. Ku buka cepat-cepat kamar mandi, “Sean, buruan keluar, mumpung mama lagi gak ada.” Sean mengangguk. Bayu yang tak tahu ada Sean disini, melotot tak percaya, “Sean?” “Pak?” Sean mengangguk sopan, “Saya—minta maaf kesini diem-diem. Tadi bapak gak ada.” “Oh, iya, saya tadi pergi ke luar dulu. Kamu—gak sekolah?” “Ini mau langsung sekolah, pak. Kalo gitu saya permisi.” “Iya-iya, silakan.” Sean menatapku sebentar sambil tersenyum, “Nanti sore aku kesini lagi, ya? Tapi aku harap kamu udah pulang sih, dan besok udah bisa sekolah.” “Ekhem,” Bayu berdehem, “Sean, tenang aja ya, saya—akan mengurus istri saya dengan baik,” dia merangkulku, “Saya pasti menjaga dia. Itu memang sudah kewajiban saya.” Aku menyingkirkan tangan Bayu yang sok asik nangkring dibah
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-17
Baca selengkapnya

75. Pulang

Setelah ku paksakan makan hampir semua yang Sean dan mama bawakan, karena katanya itu bisa menaikkan tensi darah, dokter mengatakan aku bisa pulang malam ini. Meski protes, karena aku maunya pulang saat masih siang, Adit bilang aku harus bersyukur. “Nanti gue ada acara balik kerja. Jadi lo langsung pulang aja sama keluarga si Bayu.” Adit duduk di sofa, menikmati sisa makanan yang Sean bawakan di jam makan siang. “Gue—mau pulang ke rumah.” “Ya itu, rumah Bayu.” katanya tanpa menatap wajahku. “Rumah kita, kak.” Adit menaruh piring dan bersendawa besar, lalu bergerak secepat kilat untuk duduk di kursi samping ranjang, “Kenapa lagi?” Aku memainkan kukuku. Adit harus tahu, jika tadi pagi, Bayu memberikan serangan seksual padaku. Meski tidak jadi, aku tetap takut. “Kenapa?” bentak Adit. Aura gertakannya kuat sekali. “Itu—apa—si Bayu—” Aku tiba-tiba terbata menatap wajahnya yang sok garang. “Kenapa sama dia?” “Gue—gak mau satu kamar sama dia.” Adit tak langsung menjawab
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-18
Baca selengkapnya

76. Dilema

Aku menatap langit-langit kamar yang sudah gelap dengan tarikan nafas yang dalam. Tadi, ketika akan pulang, Adit datang buru-buru dan memintaku pada mama dan papa untuk membawaku ke rumah ini. Mereka jelas bingung. Lalu Adit mengatakan aku dan Bayu bertengkar, dan untuk masalahnya mereka bisa tanya Bayu. “Kok gue gak bisa tidur ya?” Aku menyalakan lampu. Ku mainkan ponsel, berharap dengan begitu, rasa kantuk akan datang, karena besok aku harus sekolah. Ada notifikasi masuk dari Sean. Ia tahu aku sudah pulang dari rumah sakit dan pulang ke rumahku, bukan Bayu. Dan kini ia mengatakan ada didepan rumah. Aku bergegas menemuinya. Ku putar kunci kamar dan mendapati Adit masih sibuk bekerja membuat laporan di ruang tamu. “Mau kemana?” Aku menggaruk leherku, “Ada Sean di depan.” “Ngapain?” “Mau jengukin gue.” Adit menggeleng, “Udah jam sembilan. Lo istirahat, tidur. Besok sekolah.” “Dit, katanya dia bawa steik wagyu A5.” Adit beranjak bangun. Ia buru-buru membuka pintu,
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-18
Baca selengkapnya

77. UAS

Semenjak malam itu, hubunganku dan Sean merenggang. Aku tahu ini akan terjadi, tapi itu resikonya. Aku memang sayang pada Askara. Tidak mungkin aku membiarkannya sakit tanpa ku temani. Pagi ini UAS hari pertama. Aku sarapan agar mendapatkan fokus dan menjawab pertanyaan dengan baik. Aku harus bisa mempertahankan nilai terbaik di sekolah. “Ra, nanti pulang lebih cepet ya?” “Iya, ma.” “Kamu bisa gak nemenin mama belanja pulang sekolah? Nanti Askara dibawa, biar sekalian dipijet di salon.” “Oh, boleh, ma.” Mama menatapku cukup serius. Di meja makan, hanya ada aku dan mama, serta Askara yang tidur di stroller, “Ra,” “Kenapa, ma?” “Mama boleh tanya sesuatu gak sama kamu?” “Boleh. Mama mau tanya apa?” “Apa kamu—butuh rumah?” Aku mengernyit, “Rumah gimana maksud mama?” “Rumah buat kamu, kak Bayu dan Askara?” Aku diam, berusaha mencerna pertanyaan mama. “Mama sama papa cuma khawatir, kamu sama kak Bayu selalu pisah rumah setiap berantem, karena gak enak sama kami.
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-18
Baca selengkapnya

78. Double Date

Aku terus melirik Sean yang terus memperhatikan wajah Maira. Ia sepertinya bingung dengan status pernikahanku dan Bayu. Masing-masing dari kami punya pacar. ‘Dunia memang sudah gila’. Mungkin begitu isi pikirannya. “Askara, baaa!” Bayu terus mengajak anak tunggalnya bercanda, membuat Maira tertawa. “Cocok jadi anak kalian.” kataku. Maira menatapku datar. Aku pun langsung menyesali ucapanku. Aku lupa kalau dia tidak akan punya anak. Suasana jadi canggung. Tak ada lagi yang bicara setelah suaraku dengan kencang melontarkan panah tajam pada hati Maira. “Sean, santai aja ya. Kamu gak perlu panggil saya pak, disini. Panggil aja—kakak.” “Dih, kakak dari Hongkong.” ledekku. “Terserah gue lah. Seannya aja gak masalah. Gak papa ‘kan, Sean?” Sean mengangguk, “Iya, kak, Bayu.” “Kepaksa doang itu.” “Berisik. Mending lo makan. Tadi gak beres ‘kan sarapannya?” “Ya elo. Gue belum beres makan, lo udah narik buat ke sekolah.” “Habis papa malah jadi ledek gue. Pake bilang si Adi
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-19
Baca selengkapnya

79. Bayu Masuk IGD

Aku tidak bisa berpikir jernih. Aku langsung memeluk Bayu yang terjatuh. Badanku tidak sanggup menyangga tubuhnya. “Sean, bantuin!” Meja jadi penuh. Pengunjung lain datang bersama beberapa karyawan untuk membantu. Sedangkan Maira berdiri, memeluk Askara sambil menangis. “Ra... Bayu—kenapa?” Aku menatapnya marah, “Bayu alergi ceri lo gak tahu?” Maira menggeleng, “Bayu gak pernah bilang.” “Ra, lo udah pacaran sama dia beberapa tahun ‘kan? Serius lo gak tahu?” Maira semakin menangis, “Aku—” “Ambulance ada di depan.” Karyawan yang sigap membantu, mengamankan jalanan agar petugas medis bisa membawa Bayu. Dua petugas medis datang. Yang satu membantu mengangkat tubuh Bayu ke tandu, dan yang lainnya menghampiriku. “Permisi, dek, apa pasien pingsan karena serangan jantung?” Aku menggeleng, “Dia ada alergi parah sama ceri, pak. Dia pingsan setelah sesak nafas.” “Apa sebelumnya pernah seperti ini?” “Pernah, sekitar sepuluh tahun lalu.” “Baik. Adek ini adiknya, untuk s
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-19
Baca selengkapnya

80. Ucapan Aneh Bayu

Aku memegangi infus Bayu yang tinggal sedikit lagi. “Gak usah dipegangin, lo gabut amat.” “Bay,” “Apa?” Aku duduk di ranjang, menatapnya, “Andaikata pada saat nemu Askara di semak taman, lo bukan sama gue, tapi lo sama Maira. Kalian akan dinikahin ‘kan?” Bayu diam. “Jawab, malah diem.” “Kayaknya sih nggak.” “Kenapa? Rekaman CCTVnya ngerekam kalian lagi buang bayi, kayak waktu kita.” Wajah Bayu berubah masam, “Lo kebanyakan berandai-andai.” “Ya ‘kan gue pengen tahu.” “Askara mana?” “Masih sama bundanya. Kak Maira nunggu di kantin.” Bayu tak bicara lagi. Entah kenapa, aku merasa pertanyaanku barusan membuatnya jadi kepikiran sesuatu. “Bay,” “Apa lagi? Jangan bahas Maira terus. Nanti dia denger.” “Mama itu ‘kan orang kaya.” “Oh jelas.” “Gue belum beres ngomong, sabar dong.” setelah ku ulti,
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-20
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
15
DMCA.com Protection Status