Home / Romansa / PERFAKE HUSBAND / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of PERFAKE HUSBAND : Chapter 81 - Chapter 90

144 Chapters

81. Permintaan Akur

Aku duduk diranjang membaca buku paket Matematika dan Kimia. Besok seharusnya aku bisa keluar ruangan lebih cepat dan pulang. Aku akan pulang sendiri, tidak bersama Bayu dan Sean. Soal Sean, jujur aku lelah menghadapinya yang cemburuan. Akan ku biarkan mulai kali ini. “Ra? Masih belajar?” “Hm.” “Askara tidur sama mama.” “Hm.” Bayu duduk di kursi kerjanya, “Kenapa sih lo, ham hm mulu?” “Gue lagi belajar, jangan diganggu.” “Oh iya.” Aku lanjut belajar, dan Bayu entah mengerjakan apa di laptopnya. Aku menurunkan buku paket dari depan wajahku. Ku perhatikan Bayu yang sedang bersenandung senang. “Lo udah baikkan sama si Adit?” “Udah. Tadi kita pelukkan.” “Dih.” Bayu menatapku, “Lo mau gue peluk juga?” “Enggak!” “Ra, mama gak curiga kita pergi tadi. Besok-besok lagi ya, double date. Seru.” “Iya, seru banget. Part te
last updateLast Updated : 2024-11-20
Read more

82. Ancaman Putus

Mobil terus berjalan sampai depan lorong gedung sekolah. Aku melirik Bayu yang sedari pagi terus tersenyum. “Silakan dek, Aura.” “Bay, geli tahu gak!” “Lo ‘kan adek gue sekarang.” Aku turun dari mobil. “Ra, nanti jam istirahat gue tunggu di kantin.” Aku tak menggubris ajakannya. Aku berjalan cepat menuju kelas untuk meriview materi. Di lawang kelas, aku bertubrukan dengan Sean. Ia tak bicara apapun, hanya menatapku dan membiarkan aku masuk kelas. Aku duduk di meja, membuka buku paket Matematika dan mulai membaca rangkuman. “Ra, aku mau ngomong sebentar.” Sean berdiri disamping meja. “Nanti aja istirahat.” kataku tak menatapnya sama sekali. “Sebentar aja kok.” Aku mendongak, “Duduk.” Sean menarik kursi disebelahku, “Aku—” “Iya aku tahu kamu mau ngomong apa.” “Hm? Kamu tahu?” “Kamu mau kita putus ‘kan?” Sean tak
last updateLast Updated : 2024-11-21
Read more

83. Mencomblangkan Karina dan Bayu

Aku dan Sean berjalan beriringan ke kantin. Karina belum ku ajak. Karena aku harus memberikan kejutan pada Bayu. Di meja yang sudah Bayu pesan khusus, kami duduk. Ia belum datang. Mungkin masih ngawas di kelas lain. “Emang gak papa aku ikut?” “Gak papa lah. Ngapain aku makan berdua sama dia?” Sean tersenyum, “Makasih ya, Ra.” “Kiw-kiw, siapa nih yang dateng.” Bayu bersikap ia bukanlah seorang guru. Beberapa siswa tertawa melihat tingkahnya. Ia langsung duduk, tersenyum menggoda Sean, “Ada Sean juga. Gak papa, gabung aja, biar bisa jadi obat nyamuk.” Aku menendang kaki Bayu, “Apaan sih.” “Bercanda, biar gak tegang. Gimana ujian Matematikanya? Mantep?” “Mantep lah. Gue yakin, dan soal nilai paling gede, gue yakin itu adalah milik gue." Bayu tertawa, “Jangan jumawa.” “Gue yakin seribu persen. Dan lo sebagai calon pewaris yayasan wajib sih kasih hadiah.” “Oke. Anak SM
last updateLast Updated : 2024-11-21
Read more

84. Kecurigaan Pak Andre

“Ra, namanya Maira?” tanya Karina. “Eum... eu...” “Iya, namanya Maira.” jawab Sean, “Pak Andre, silakan duduk.” “Oh iya.” Pak Andre duduk dibangku bekas Bayu, “Oyah, kenapa sama pacar pak Bayu?” “Saya curiga dia punya anak sama pak Bayu, pak.” cerocos Karina. Aku terpaksa menendang kaki Karina. Mulut dia tuh gak punya adab. Mana bisa dia seenak jidat ngomongin Bayu dan Maira pada orang lain. “Apa sih, Ra? Kok lo nendang gue?” Aku mengedipkan mata memintanya untuk diam. “Apa? Pak Andre ‘kan guru di sekolah ini juga. Dia kenal sama pak Bayu. Kali aja dia mau bantu jawab teka-teki gue.” Aku merebahkan diri pada kursi. Terserah lah si Karina mau ngomong apa pada pak Andre, aku tak peduli. “Pak Andre, jadi aku baru tahu kalo pak Bayu ternyata udah punya pacar.” Pak Andre mengangguk, “Iya, dia udah punya pacar. Saya kenal sama pacarnya, Maira. Suster Maira.”
last updateLast Updated : 2024-11-22
Read more

85. Kedatangan Keluarga Jerman

Aku berdiri depan kelas menunggu Sean. Waktunya sudah habis. Semua siswa keluar dari kelas dengan tampang lesu, termasuk Sean. “Sean, semuanya oke ‘kan?” Sean mengangguk, “Cuma agak—pusing aja.” “Mau aku temenin minum coklat panas gak di kantin?” “Boleh.” “Yuk.” aku menggandeng lengan Sean. “Et-et-et, mau kemana adik-adik kecilku?” Bayu yang keluar beres mengawas di kelas sebelah, tiba-tiba menghalangi jalan kami. “Kantin.” jawabku ketus. “Gak bisa. Lo harus pulang sekarang.” “Bay!” aku melihat sekeliling. Karena masih ramai, aku terpaksa harus berakting, “Pak Bayu, saya sama Sean harus kasih self reward habis ujian Kimia. Jadi tolong kasih kami waktu buat menikmati coklat panas di kantin. Terima kasih.” “Saya sih mau kasih kalian waktu, tapi ada titah dari kepala negara.” “Titah apa?” “Katanya kita pulang aja dulu.” “Gak ya! Lo pasti boong ‘
last updateLast Updated : 2024-11-22
Read more

86. Mulai Terbiasa

Aku duduk memojok di meja yang paling jauh dari kerumunan. Aku tidak ada masalah dengan keramaian, tapi masalahnya disini adalah bahasa. Kepalaku terasa mau meledak mendengar percakapan kaum borjouis. Untungnya aku menyelipkan beberapa kertas hvs dan pensil di tas tanganku. Jadinya kini aku tengah menyelesaikan sketsa gambar seseorang. “Ra, nih, gue bawain Oliebollen. Kue khas Belanda.” Bayu duduk membawakan piring untukku berisi lima pcs kue yang rupaya sering ku temui dekat sekolah. Aku menarik piring dan melihat seksama kue itu, “Ini mah Odading, Bay.” “Beda dong, Ra.” “Sama gini. Ngadi-ngadi lo.” “Beda formula. Lo cobain dulu kali.” “Males, berminyak. Gue lagi bikin sketsa.” Bayu membuang nafasnya. Ia menarik tisu dan menyuapiku. “Dih, apaan deh.” “Gue gak tiap hari loh baik gini sama lo.” “Tahu.” “Ya udah cepet makan. Mumpung gak ada si Sean.”
last updateLast Updated : 2024-11-23
Read more

87. Memohon pada Bayu

Aku memasukkan buku dan alat tulis ke tas. Bayu yang sudah siap dari tadi, sibuk memangku Askara. Mereka sedang tertawa riang hanya karena Bayu menempelkan wajahnya pada dada Askara. “Ra, diluar ujan. Gue udah siapin jaket lo tuh di sofa.” Aku menyeleting ransel dan meliriknya sekilas, “Hm.” “Gue juga udah bekelin Lemon Tea di tumbler. Bawa aja di meja makan, takut lupa.” “Hm.” “Askara, mama mau ujian bahasa Prancis tuh. Doain ya, biar ujiannya gak remedial.” Aku melewati mereka, “Percuma, Bay, orang gue gak belajar. Biarin lah remed, biar lo ada kerjaan.” “Jangan gitu lo. Gue sama Askara tulus mendoakan lo. Minimal KKM lah nilainya.” “Gak mau terlalu sempurna gue, takut makin di puja di sekolah.” “Yeee, sok banget lo!” Aku menuruni tangga untuk sarapan. Dari kamar sudah tercium bau sop ayam yang wangi sekali. Kebetulan aku sudah lapar, sehingga akan makan mendahului Bayu. “
last updateLast Updated : 2024-11-23
Read more

88. Menghindari Bayu

Aku mengisi soal bahasa Prancis dengan asal. Mau aku berpikir serius juga, aku tahu hasilnya akan seperti apa. Aku membuka-tutup pulpen saat sudah yakin akan mengumpulkannya. Pengawas kali ini adalah siapa lagi kalau bukan guru mata pelajarannya, ya si Bayu. Aku malas melihat wajahnya. Bayangan ucapannya tadi, bayangan kami yang berciuman dua malam lalu, membuatku sangat frustasi. “Di cek betul-betul ya jawabannya. Jangan sampe ada yang kelewat.” Bayu bangkit dari meja guru. Ia berjalan, memantau pergerakan semua siswa. “Yang di rasa susah, atau lupa, bisa dilewat dulu. Kalo ada yang mau ditanyakan, silakan.” Belum satu detik berlalu, Karina mengangkat tangannya, “Pak, saya mau tanya.” “Silakan.” Bayu berdiri dekat mejaku. “Bapaknya sini dulu.” Bayu melirikku lalu berjalan ke arah meja Karina, “Mana yang mau ditanyain?” “Ini, pak.” Karina menunjuk soal. “Oh, in
last updateLast Updated : 2024-11-23
Read more

89. Bayu Berbohong

Aku melirik Sean, “Sean, aku—harus ikut Bayu.” Sean tak menjawab. Dari raut wajahnya, aku menebak ia sedang menahan emosinya. Dia sudah pasti marah dengan ulahku yang mempermainkannya. “Ada hal penting yang harus aku lakuin. Gak papa ‘kan?” Sean tersenyum, “Ya udah.” “Kamu gak marah?” “Enggak. Ada hari lain kalo kita mau maen. Gak papa kamu pergi aja.” Aku tersenyum dan memegangi lengannya, “Makasih ya, Sean. Aku janji, lain kali, aku gak akan pernah ngebatalin acara kita lagi.” Sean mengangguk, “Ya udah kamu pergi sekarang. Kayanya penting banget urusannya.” Aku mengangguk. Aku melepaskan tangan Sean dan berjalan membuntut dibelakang Bayu yang tak lagi bicara. Jalanan tidak begitu macet. Kami sudah sampai di rumah sakit. Sepertinya mereka sudah janjian, karena aku bisa melihat Maira menunggu kami di salah satu meja kantin. Kami duduk. “Kalian mau pesen apa?” “Kita gak lama kok. Aku mau ngomong sesuatu.” Bayu berkata pelan. Maira mengangguk. Bayu sama sekali tak melirik
last updateLast Updated : 2024-11-24
Read more

90. Jawaban Jujur Maira

Aku mengetuk pintu ruangan Adit di labolatorium. Ia memang punya ruangan sendiri, yang berbagi dengan beberapa kepala divisi lab lain. “Masuk.” Aku membuka pintu dan nyengir kuda pada si Adit yang sedang sibuk didepan komputer. “Lo ngapain kesini?” Aku mengangguk pada tiga rekan kerja Adit, “Gue... ikut disini ya, bentar aja.” “Balik lo, malah mau nyusahin gue.” “Bentar aja.” aku menarik kursi kosong dan menggesernya menjadi dekat Adit. Adit berhenti mengetik. Ia menatapku tak percaya, “Lo kesini sama siapa?” “Bayu.” “Dia mana?” Aku mengangkat bahu ringan, “Gue—berantem sama dia.” “Udah biasa sih.” “Kak?” “Gue gak bisa lama dengerin masalah kalian.” “Gue—berantem sama Bayu karena dia putus dari Maira.” Adit mengernyit, “Mereka yang putus kenapa kalian yang berantem? Udah mulai aneh lo.” “Soal—Maira yang gak punya—ya lo tahu lah ya. Gue cuma ngerasa Bayu lepas tanggung jawab.” “Gak usah ngomong setengah-setengah deh, sekaligus aja. Gue sibuk.” Aku ma
last updateLast Updated : 2024-11-24
Read more
PREV
1
...
7891011
...
15
DMCA.com Protection Status