Beranda / Romansa / PERFAKE HUSBAND / Bab 101 - Bab 110

Semua Bab PERFAKE HUSBAND : Bab 101 - Bab 110

144 Bab

101. Pertengkaran Hebat

Aku membuka pintu kamar Askara dan berniat akan langsung tidur siang. Hari ini melelahkan sekali, padahal di sekolah aku tidak melakukan apapun selain rapat untuk membahas porseni minggu depan. Di kamar Askara ada Bayu. Mereka sedang mendengarkan musik instrumen sambil tiduran di karpet. Aku menaruh tas dan berniat akan diam di perpustakaan saja. Aku malas berdebat dengan Bayu. “Ra, tunggu.” Bayu menghadangku. Ia menutup pintu, “Gue mau ngomong sama lo.” “Ngomong aja.” “Lo di anterin pulang sama si Andre?” “Iya.” “Mau jadi bispak lo!” PLAK! Aku menamparnya, “Berhenti hina gue!” “Ra, pacar lo tuh si Sean. Suami lo gue. Ngapain lo pulang sama si Andre sih!” “Sean sibuk, dan lo—kalo menurut lo pak Andre bajingan, brengsek, atau apalah itu, sama aja sama lo berarti.” “Ya beda lah. Dia tuh jahat, Ra, lo jangan berurusan sama dia.” “Yang jahat itu elo, Bayu!” “Gue jahat? Ra, gue baru inget sekarang soal memori malam itu di hotel. Gue gak pernah ngapa-ngapain lo
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-30
Baca selengkapnya

102. Butuh Adit

Mulutku terkunci ketika Bayu mengguncang tubuhku agar menjawab amarahnya. Ia pasti bingung, aku yang biasanya melawan hanya bisa diam. Perlahan Bayu melepaskan tangannya, “Ra, gue—gak maksud mengulang ucapan bokap lo ke ibu.” Aku menutup mataku. Ketika kembali membuka mata, hal pertama yang ku lihat adalah Askara yang sedang bermain sendiri di karpet, “Mulai hari ini gue gak akan pernah ngasuh Askara lagi. Dia bukan anak gue.” Aku keluar dari kamar dan berjalan cepat keluar rumah. Mama yang entah baru kembali dari mana, hanya melongo melihat wajahku yang berantakkan karena air mata. Aku melewati pak satpam serta supir dan tukang kebun yang sedang berkumpul di pos satpam. Aku melewati pagar dan berjalan begitu saja. “Aura! Pak, tolong tahan Aura!” terdengar teriakkan mama di teras. “Ba-baik, bu. Non Aura!” pak satpam berlari mengejarku. Aku terus berjalan sambil menangis, mengacuhkan orang-orang yang melirikku heran. Setelah meyakini pak satpam sudah dekat denganku, aku b
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-30
Baca selengkapnya

103. Mengasuh Askara dengan Sean

Aku sama sekali tak melirik Askara di stroller. Dari tadi dia rewel sekali. Berhenti menangis sebentar, lanjut menangis makin kencang. Bayu, mama dan papa bergantian menenangkannya. Sedangkan aku hanya diam melanjutkan sarapan bersama Adit. “Dia ada yang ngikutin kali. Kita ke orang pinter aja.” usul Adit mendapat pelototan dari mama dan yang lain. Adit melirikku, “Ra, coba lo gendong, kali aja berhenti. Kasian tahu.” “Biar papanya aja yang gendong. Yang mau Askara ‘kan dia.” Mama dan papa saling lirik, sedang Bayu mungkin sedang sibuk mengutukku. “Aku berangkat, pa, ma. Sean udah nungguin.” Aku salim pada mama dan papa yang tak bicara apapun. Adit mengejarku, “Ra, gue aja yang anterin lo sekolah.” “Sean udah didepan.” Kataku penuh penakanan sambil terus berjalan. “Suruh aja dia berangkat sendiri.” Aku membalikkan badan, “Dari pada lo nganterin gue sekolah, mending lo tenangin tuh anak sahabat lo.” “Ra, Askara gak salah.” Aku berhenti berjalan dan tersenyum, “
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-30
Baca selengkapnya

104. Lomba Dance Porseni

Aku membaca nama-nama peserta lomba dance di acara porseni yang rutin dilaksanakan setiap selesai ujian. Aku tersenyum mendapati namaku berpasangan dengan Sean. Kami sudah berlatih beberapa hari ini, demi mendapatkan hadiah utama sebesar lima juta dan hadiah terkecil dua juta. Lumayan. Kalau menang dan dibagi dua aku akan menyimpan uang itu dengan baik. Ku lihat Bayu baru datang. Ia tak mengajakku bicara. Di rumah juga seperti itu. Mungkin ia sedang merenungi kesalahannya. “Ra, ayo. Lombanya udah mau dimulai.” teriak Nadia. Aku berlari, mendahului jalan lambat Bayu yang kini ikut ke lapang untuk melihat pembukaan lomba dance. “Ra, kalo lo menang, lo sama Sean wajib sih tlaktir gue.” Aku melirik Nadia, “Iyaaa.” Lomba dance di mulai. Aku sedikit santai karena nomor urutku ada di angka puluhan. Aku dan Sean sengaja menghitung semua kemungkinan, karena ia juga harus mewakili kelas kami dalam lomba basket. Peserta yang sedang tampil ada Karina and the genk. Panitia memutar
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-01
Baca selengkapnya

105. Baikkan dengan Bayu

Aku tengah menyeka wajahku di toilet. Setelah pembicaraan tadi, Sean pamit kembali ke lapang dan kami belum bertemu lagi. Ini sudah jam empat sore, dan di lapang tengah di umumkan semua kejuaraan dari seluruh lomba yang diselenggarkan porseni sejak dua hari kemarin. Dari sini aku bisa mendengar suara panitia menyebutkan setiap pemenang lomba. “...untuk lomba dance agak susah nih menentukan pemenangnya. Karena semuanya keren-keren banget. Tapi—ada satu dance yang kita gak cuma nangkep kekompakan aja disana, tapi juga kemistri, rasa bahagia, saling terikat, dan apa ya... susah dijelasin deh. Langsung aja dari pada saya di geruduk massa, saya umumkan pemenang lomba dance porseni tahun ini adalah... Aura Riana dari kelas 12 IPA 1 dan pak Bayu Ananta, guru bahasa Prancis kita. Beri tepuk tangan untuk mereka.” Aku yang masih berdiri menatap wajahku dicermin langsung ngacir ke lapang saat namaku dan Bayu disebut keras-keras. Di lorong, aku bertemu Bayu. “Ra, kita menang!” “Iya, Ba
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-01
Baca selengkapnya

106. Liburan di Bali

Aku tak pernah menyangka akan kembali datang kesini setelah dua tahun terakhir, aku tak ikut keluarga Bayu liburan. Mereka sering kesini setiap musim libur, dan aku tidak ikut karena harus menjaga ibu di rumah sakit jiwa. Biasanya hanya Adit yang ikut. “Ra, nanti kita renang yuk?” ajak Bayu tiba-tiba ketika ia membereskan baju di koper. “Terus Askara gimana?” “Oh iya. Apa kita ajak renang aja ya?” “Lo aja sana. Gue lagi gak bisa kena air, takut berubah.” “Euh, bisa aja sih lo, halu.” Tok-Tok-Tok “Housekeeping.” “Buka tuh!” perintahku. Bayu berjalan menuju pintu. Begitu pintu dibuka, ia berkacak pinggang. “Siapa, Bay?” Orang yang ada diluar itu mendorong pintu. Ia menunjukkan giginya yang sebesar gigi kuda, “Halo adik.” “Kak? Lo ngapain disini?” Adit nyelonong masuk, “Emang lo doang anak sekolah dan guru yang boleh liburan? Pegawai lab rumah sakit juga mau dong.” Bayu menggelengkan kepalanya. “Jangan gitu lo. Gue adalah kakak ipar dan omnya Askara, yang ak
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-01
Baca selengkapnya

107. Keluarga Kecil Bahagia

Aku membuka pintu kamar yang menghadap langsung ke pantai. Sinar mentari pagi yang menyelinap masuk memberikan kebahagiaan yang tak bisa dijelaskan. Aku tersenyum bahagia, menikmati momen indah yang dulu pernah terjadi di keluarga. Bedanya dulu pov aku jadi anak, dan kini jadi orang tua—palsu. “Pagi mama Askara.” Bayu berdiri dibelakangku membawakan segelas teh hangat, “Satu gelas bagi dua aja, biar hemat.” Aku menerima gelas itu, “Balik lagi deh lo ke setelan pabrik.” “Askara nyenyak banget loh tidurnya, Ra. Seperti biasa dia cuma bangun karena popoknya penuh.” Aku tersenyum melirik Askara di kasur, “Anak gue gitu loh.” “Hm lagi gitu aja di akui anak.” “Rencananya hari ini kita mau ngapain aja?” Bayu hanya tersenyum penuh rahasia. Siang yang terik di Bali, membuat kegiatan rafting kami sangat menyenangkan. Askara dititipkan pada rekan mama, karena tidak mungkin ia dibawa kesini. “Gilaaa, seru banget. Kita harus tiap bulan sih kesini!” teriak Adit berlomba dengan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-02
Baca selengkapnya

108. Gosip Pernikahan yang Bocor

Libur dua minggu terasa begitu singkat. Hari ini aku kembali sekolah. Bayu sudah siap dari tadi. Kini ia sedang menemani Askara dipijat rutin. “Ra, sarapan dulu kata mama!” teriak Bayu sampai uratnya terlihat. Aku meniup lehernya, “Gue disini, gak usah teriak.” Bayu nyengir kuda, “Ya udah kita sarapan bareng. Mbak, ditinggal ya?” pamitnya pada pegawai salon baby spa. Aku dan Bayu duduk di meja makan. Aku menyiukkan nasi dan lauk ke atas piring Bayu. Papa yang baru duduk tersenyum. Setelah sadar dengan apa yang aku lakukan, aku mendorong piring berisi cah brokoli padanya. “Nih, ambil sendiri, manja.” “Lah, kenapa lo?” Kami makan dengan cepat. Papa juga akan berangkat ke sekolah sepagi ini karena akan mengikuti upacara bendera dan penyambutan semester baru. Aku turun dari mobil Bayu di parkiran. Begitu baru melangkah, tatapan semua orang sinis padaku. Mereka terang-terangan berbisik depanku. “Kenapa?” tanya Bayu. Orang yang berbisik itu langsung pergi setelah Bayu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-02
Baca selengkapnya

109. Berbagi Kesedihan

Aku mencari pak Andre ke seluruh penjuru sekolah. Aku harus bertemu dengannya demi mendapatkan jawaban dari apa yang sedang mengganggu pikiranku. Aku tak akan membiarkannya lolos. Aku menemukan pak Andre di UKS. Ia menatapku datar. “Aura?” “Saya mau bicara sama bapak. Penting.” “Tentu.” Pak Andre bicara sebentar dengan petugas PMR di UKS. Ia lalu mengikutiku ke samping perpustakaan. “Ada apa, Aura?” “Bapak udah tahu apa yang lagi terjadi?” Pak Andre mengangguk. “Siapa dalangnya?” “Maksud kamu?” “Kenapa Karina bisa tahu?” “Loh, kok kamu tanya saya? Kan Karina yang nyebarin itu ke orang-orang.” Dari tadi aku terus melihat wajahnya yang datar. Tidak ada wajah panik dan takut seperti Bayu dan Sean. “Aura, kamu tahu saya tidak dekat dengan Karina. Saya juga gak punya keuntungan apa-apa dari menyebarkan semua ini. Lagian saya gak punya keuntungan dari semua ini.” “Kenapa bapak gak panik?” “Menurut kamu saya harus panik karena bukan pelakunya?” Pak Andre ben
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-02
Baca selengkapnya

110. Tak Akan Lagi Sama

Aku menaiki tangga tanpa memperdulikan keberadaan papa dan mama di ruang tengah. Bayu yang baru keluar dari kamar Askara juga. Aku membereskan barang-barangku dari kamar Bayu. Aku masih berpikir haruskah aku pulang ke rumah dan mengatakan pada Adit kalau Bayu sudah jahat karena menyebarkan berita ini ke seantero sekolah? “Ra?” Aku membalikkan badan dan menunjuk wajah si Bayu, “Gak usah ngomong sama gue!” “Bukan gue yang nyebarin berita itu.” “Buktiin ke gue kalo itu bukan ulah lo!” “Gue harus ngapain?” “Ya lo mikir lah, Bay. Kenapa sih lo tuh selalu lemot gini, tapi jago buat bohongin dan menghancurkan hidup gue? Lo pikir setelah terjadi kayak gini, semua akan sama lagi? Gue bakal jadi bahan bulan-bulanan di sekolah, gue bakal dibenci sama orang-orang. Gue bahkan akan dikeluarin dari sekolah.” “Gak mungkin, Ra. Pemilik yayasannya adalah papa. Lo aman.” “Jadi karena itu lo berani nyebarin ini?” “Ra, udah gue bilang, bukan gue! Gue harus ngomong apa lagi sih biar lo p
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-02
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
910111213
...
15
DMCA.com Protection Status