Home / Romansa / PERFAKE HUSBAND / Chapter 111 - Chapter 120

All Chapters of PERFAKE HUSBAND : Chapter 111 - Chapter 120

144 Chapters

111. Pengakuan Karina

Aku memang tidak sekolah hari ini, tapi harus tetap datang ke sekolah. Aku berangkat bersama papa. Aku tetap memakai seragam sekolah dan membawa tas. Kalau bisa ingin aku membekal seratus botol merica untuk kemudian ku semprotkan pada wajah Bayu jika ia terbukti telah menjadi dalang yang meminta Karina menyebarkan berita di sekolah. Sayangnya aku hanya bisa membawa botol minum, dompet dan handsanitizer. Aku dan papa berjalan beriringan ke ruangannya. Semua siswa yang ada di area kantor melirikku tajam dan masih berbisik. Aku berusaha tak peduli. Di ruangan papa, Karina sudah duduk di interogasi kepala sekolah dan guru BK. Ada Bayu juga disana. “Selamat pagi, pak, selamat pagi Aura. Silakan duduk.” kepala sekolah mempersilakan papa dan aku duduk. “Seperti yang bapak minta, saya sudah bicara dengan Karina mengenai bocornya berita itu ke seluruh yayasan, pak. Karina akan menjelaskannya sendiri. Silakan Karina.” kepala sekolah memberikan waktu untuk Karina. Karina melirikku se
last updateLast Updated : 2024-12-02
Read more

112. Pak Andre yang Jahat (18+)

Sean berlari menghampiriku disamping perpustakaan, “Ra?” “Sean, aku minta maaf ya udah nuduh kamu. Tadi Karina udah bikin pengakuan, kalo dia gak disuruh siapapun dan tahu semuanya sendiri.” Sean tersenyum, “Aku lega kamu udah tahu semuanya. Aku juga minta maaf karena gak bisa meyakinkan kamu kalo bukan aku yang minta Karina sebarin berita itu.” Aku menggeleng, “Kamu gak salah. Tapi—” “Tapi apa?” “Pak Andre bilang Karina disuruh sama Bayu.” “Ra, gak mungkin. Pak Bayu gak kayak gitu.” “Tapi dia punya buktinya.” “Apa?” “Dia belum tunjukkin. Dia minta aku ke ruang kesenian buat nunjukkin buktinya.” Wajah Sean berubah khawatir, “Ra, kamu jangan kesana.” “Kenapa? Aku penasaran, Sean. Kalo aku gak kesana aku gak akan tahu selicik dan sejahat apa Bayu.” Sean memegangi kedua bahuku, “Pak Andre gak sebaik yang kamu pikir.” Aku tertawa, “Kamu mulai deh. Kamu tuh kenapa sih, Sean? Pak Andre baik banget tahu, kamunya aja gak tahu. Aku akan dateng kesana. Kamu balik kelas
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

113. Pembalasan untuk Dua Orang

Aku telentang di lantai dengan keadaan baju yang sudah berantakkan. Kini aku hanya bisa menangis pasrah. Duniaku terasa gelap gulita, bagai diterpa tornado. Ini lebih parah dari apa yang ku bayangkan soal kejahatan pak Andre. Ternyata Sean dan Bayu benar. Pak Andre tidak sebaik pikiranku. Tapi otakku selalu menolak mempercayai itu karena selama ini tidak ada tanda-tanda pak Andre akan tega melakukan ini. Pak Andre membelai rambutku, “Kamu pinter, Aura. Aku gak nyangka kamu bisa sehebat ini. Si Jefri berhasil mencetak anak yang pandai.” Ia akan kembali mencium bibirku, namun aku menendang kemaluannya dengan kencang dan berlari menggedor pintu. “SIALAN! SINI LO AURA MAGRIB!’ Aku menggedor pintu berharap ada penjaga sekolah atau siapapun disini. Aku berteriak kencang meminta tolong. “TOLOOOONG!” Pak Andre mengambil lenganku dan menamparku beberapa kali. Ia juga memukul paha dan betisku dengan pemukul bola kasti yang pasti sudah ia siapkan, “Kalo lo diem, lo gak akan gue kasar
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

114. Kondisi Terkini

Aku membuka mataku di sebuah ruangan asing yang tak pernah aku kunjungi sebelumnya. Tanganku hangat, digenggam seseorang yang ternyata adalah ibu. “Aura? Kamu udah bangun?” “Bu...” bibirku terasa nyeri ketika bicara. “Sebentar.” Ibu lari ke arah pintu, “Sus, dok, Aura sudah bangun.” Dokter jaga yang sedang bicara dengan suster berlari memasuki ruangan. Mereka tersenyum senang melihatku membuka mata. Dokter dengan sigap memeriksa kondisiku. “Kamu merasakan pusing atau mual?” Aku menggeleng. “Ada bagian yang terasa sakit?” Aku menggeleng lagi. Suara langkah kaki yang ramai terdengar memasuki ruangan. Aku langsung melirik ke arah pintu. Menatap Bayu, Adit, mama dan papa yang berlari mendekati ranjang. “Maaf, mas, bu, pak, pasien harus istirahat. Silakan tunggu diluar sampai jam besuk nanti sore tiba.” dokter memberi pengertian. Papa mengangguk, “Dokter bener. Kita harus kasih ruang buat Aura istirahat.” “Sus, saya suaminya. Saya boleh ‘kan tunggu disini?” Dokter
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

115. Permintaan Maaf Karina

Adit berkacak pinggang di lawang pintu, “Guys, waktunya abis. Gantian sama yang lain.” “Kak Adit, kita belum puas nih ketemu Aura.” protes Nadia. “Elaaaah, lo jadi suster aja kalo gitu.” “Ih, Ra, liat, kakak lo tuh ya. Ternyata dia bener-bener nyebelin sesuai omongan lo.” Adit menaikkan tangannya yang semula di pinggang menjadi di ketek, “Malah ngegosip, ayo cepet keluar, ada tuan puteri nih yang mau masuk.” “Putri apaan, ngarang lo!” sahut Bayu. Karina melongokkan kepalanya. Ia melambaikan tangan padaku, “Hai, Ra. Gue... boleh masuk ‘kan?” Semua orang kecuali Adit melirikku. “Kalo lo janji suaranya gak kenceng tiap ngomong sama gue sih, lo boleh masuk.” Karina tersenyum, “Iya, gue janji.” “Silakan masuk, Elsa.” Adit menepi agar Karina bisa lewat. Karina melongo, “Namaku Karina, kak, bukan Elsa.” “Elsa—Frozen. Kamu mirip sama dia.” Katanya menatap rambut Karina yang dikepang seperti Elsa. “Ah gitu ya? Kakak juga mirip sama—” Adit menunggu Karina menyebutkan
last updateLast Updated : 2024-12-03
Read more

116. Diagnosa Baru

Sedari bangun tidur, aku merasakan perasaan lain. Moodku berantakkan, setiap melihat laki-laki mendekat jadi takut. Kini aku hanya sendiri di ruanganku, karena aku juga tidak mau ditemani perempuan. Tok-Tok-Tok “Masuk.” Seorang perempuan berjas dokter masuk. Ia selalu tersenyum sampai berdiri di ujung ranjang, “Gimana keadaan kamu sekarang, Aura?” Aku menggeser dudukku, “Dok, aku—kenapa jadi gini, ya?” “Apa yang kamu rasakan?” Aku menggeleng, aku sendiri tidak tahu apa yang aku rasakan. Dokter itu mendekatiku. Aku menatapnya. “Ada yang ingin kamu sampaikan?” Aku menggeleng. Dokter itu menatap pintu, “Masuk.” Seorang perawat laki-laki masuk dan berdiam dekat pintu. “Silakan.” Perawat itu mendekatiku, membuatku melotot dan histeris ketakutan. Aku menjerit kencang ketika ia berdiri di dekat ranjang. “Awas! Pergi! Maafin aku, aku gak salah.” Dokter itu meminta perawat itu keluar, lalu memegangi kedua lenganku, “Aura, dia sudah pergi.” Aku mengatur nafasku s
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more

117. Denial

Sudah enam hari aku disini. Selama itu pula banyak orang yang datang menjenguk. Tapi seperti biasa aku menolak. Aku merasa masih butuh waktu untuk bertemu banyak orang. Satu-satunya yang ku izinkan menemani hanya Bayu. Kini sedang jam makan siang, Bayu belum datang juga, membuatku uring-uringan. “Dia kemana, ya?” Tok-Tok-Tok “Itu Bayu?” tanyaku pada diri sendiri, “Masuk.” Bukan Bayu yang masuk, melainkan Adit yang nyengir kuda menunjukkan bahwa ia membawa minuman kesukaanku. Es coklat dengan toping keju yang banyak. “Boleh masuk gak?” “Boleh.” kataku terpaksa. Adit duduk dikursi. Ia menatapku lama, “Si Bayu masih di jalan, kejebak macet. Tapi dia nanti katanya gak akan balik lagi ke sekolah sih. Jadi bisa nemenin lo.” “Oh gitu.” “Ra?” “Hm?” “Nanti... kita pindah ruangan, ya?” “Dari sini? Kenapa?” “Gak papa.” Aku mengernyit, mencoba mencari alasan kenapa aku harus sampai dipindahkan ruangan dari sini. Ku ulang memoriku tiga hari kemarin. Selesai maka
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more

118. Bicara Empat Mata

Aku duduk termenung disebuah ranjang asing di ruangan yang kecil. Aku seperti melihat film, dimana tokohnya dikurung disebuah ruang isolasi bangsal psikiatri. Beberapa perawat berlalu lalang melewati ruanganku. Mereka pasti sedang visit. Entah kapan waktunya aku akan dikunjungi. “Aura?” suara yang ku kenal baik kini ada dihadapanku. Aku mendongak menatapnya, “Dokter Maudy, aku—mau pulang.” Dokter Maudy tersenyum, “Kamu pasti pulang. Tapi kamu harus bicara dulu sama saya. Kamu bersedia?” “Bicara apa?” Aku dibawa ke sebuah ruangan didampingi satu perawat yang mencatat entah apa. Aku belum bicara apapun. Dokter Maudy masuk. Ia duduk dihadapanku masih setia tersenyum. Saat itulah perawat memberikan catatannya pada dokter Maudy dan keluar. “Aura, bisa perkenalkan diri kamu sama saya?” Aku membuang nafas pelan, “Aku Aura Riana, umur sembilan belas tahun. Aku sekolah di Putra Bangsa, kelas dua belas, kelas IPA 1.” “Bisa ceritakan mengenai keluarga kamu?” “Aku punya ibu, da
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more

119. Penyambutan Meriah

Aku merasakan moodku mulai terkendali setelah mendapatkan obat dari dokter Maudy. Aku sudah kembali ke ruanganku, bertemu ibu, Adit, papa dan mama. Kini mereka berkumpul diruanganku di jam besuk sore. “Ra?” Bayu memanggilku. “Iya?” “Lo kangen gak sama—Askara?” Aku manggut-manggut, “Lumayan.” Bayu melirik semua orang tanpa bicara. “Kenapa emangnya? Askara ada disini?” “Enggak lah, mana boleh.” “Terus?” Ibu menggenggam tanganku, “Kamu—udah boleh pulang malam ini.” Aku menganga kaget, “Serius, bu?” “Iya. Dokter Maudy dan dokter lain bilang kamu boleh berobat jalan.” Aku tersenyum, ditemani semua yang juga tersenyum bahagia, “Sekarang aja yuk, pulangnya? Aku udah sehat kok.” Papa tertawa, “Sabar, Ra, obat dan perizinannya masih di urusin dulu.” Mama tersenyum, “Malam ini udah pasti kok, kamu pulang. Jadi kamu sabar ya, sedikit lagi.” Aku duduk bersila diranjang dengan senyum merekah, “Besok aku mau sekolah, ya?” Semua orang diam. “Ra, mending lo tidur s
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more

120. Meminta Cerai

Aku berjalan pelan dari toilet karena mendadak kakiku nyeri. Bekas pukulan si bajingan Andre benar-benar membuatku tak berdaya. Tapi aku tak boleh menyerah. Rasa sakit tak boleh menguasai diriku. “...gue tadi liat si Aura lagi pegangan tangan sama si Sean didepan lab. Gila si Aura, mentang-mentang dia jadi pusat perhatian, dia bisa seenak jidat mendua. Dia jelas istrinya pak Bayu, tapi masih aja main gila.” “Gue denger sih bokapnya pergi demi cewek yang lebih muda. Mungkin itu nurun ke dia. Pak Bayu ‘kan udah mau kepala tiga, mungkin dia gak mau sama yang tua, terus lebih milih Sean yang dua tahun lebih muda dari Aura.” “Bener juga ya. Sangat masuk akal. Dia tuh selain serakah, juga mata duitan. Mungkin dia nyari tahu pak Bayu sama Sean lebih kaya siapa, terus dia akan lebih milih yang bisa membiayai kuliahnya ke Prancis.” “Halu sih. Padahal bahasa Prancisnya jelek banget, tapi mimpinya kuliah disana. Gak tahu diri itu namanya.” “Jadinya dia kena karma instan. Dia kegatelan
last updateLast Updated : 2024-12-04
Read more
PREV
1
...
101112131415
DMCA.com Protection Status