Beranda / Romansa / PERFAKE HUSBAND / 88. Menghindari Bayu

Share

88. Menghindari Bayu

Penulis: Rahmani Rima
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-23 08:08:25

Aku mengisi soal bahasa Prancis dengan asal. Mau aku berpikir serius juga, aku tahu hasilnya akan seperti apa.

Aku membuka-tutup pulpen saat sudah yakin akan mengumpulkannya. Pengawas kali ini adalah siapa lagi kalau bukan guru mata pelajarannya, ya si Bayu.

Aku malas melihat wajahnya. Bayangan ucapannya tadi, bayangan kami yang berciuman dua malam lalu, membuatku sangat frustasi.

“Di cek betul-betul ya jawabannya. Jangan sampe ada yang kelewat.”

Bayu bangkit dari meja guru. Ia berjalan, memantau pergerakan semua siswa.

“Yang di rasa susah, atau lupa, bisa dilewat dulu. Kalo ada yang mau ditanyakan, silakan.”

Belum satu detik berlalu, Karina mengangkat tangannya, “Pak, saya mau tanya.”

“Silakan.” Bayu berdiri dekat mejaku.

“Bapaknya sini dulu.”

Bayu melirikku lalu berjalan ke arah meja Karina, “Mana yang mau ditanyain?”

“Ini, pak.” Karina menunjuk soal.

“Oh, in
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • PERFAKE HUSBAND    89. Bayu Berbohong

    Aku melirik Sean, “Sean, aku—harus ikut Bayu.” Sean tak menjawab. Dari raut wajahnya, aku menebak ia sedang menahan emosinya. Dia sudah pasti marah dengan ulahku yang mempermainkannya. “Ada hal penting yang harus aku lakuin. Gak papa ‘kan?” Sean tersenyum, “Ya udah.” “Kamu gak marah?” “Enggak. Ada hari lain kalo kita mau maen. Gak papa kamu pergi aja.” Aku tersenyum dan memegangi lengannya, “Makasih ya, Sean. Aku janji, lain kali, aku gak akan pernah ngebatalin acara kita lagi.” Sean mengangguk, “Ya udah kamu pergi sekarang. Kayanya penting banget urusannya.” Aku mengangguk. Aku melepaskan tangan Sean dan berjalan membuntut dibelakang Bayu yang tak lagi bicara. Jalanan tidak begitu macet. Kami sudah sampai di rumah sakit. Sepertinya mereka sudah janjian, karena aku bisa melihat Maira menunggu kami di salah satu meja kantin. Kami duduk. “Kalian mau pesen apa?” “Kita gak lama kok. Aku mau ngomong sesuatu.” Bayu berkata pelan. Maira mengangguk. Bayu sama sekali tak melirik

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24
  • PERFAKE HUSBAND    90. Jawaban Jujur Maira

    Aku mengetuk pintu ruangan Adit di labolatorium. Ia memang punya ruangan sendiri, yang berbagi dengan beberapa kepala divisi lab lain. “Masuk.” Aku membuka pintu dan nyengir kuda pada si Adit yang sedang sibuk didepan komputer. “Lo ngapain kesini?” Aku mengangguk pada tiga rekan kerja Adit, “Gue... ikut disini ya, bentar aja.” “Balik lo, malah mau nyusahin gue.” “Bentar aja.” aku menarik kursi kosong dan menggesernya menjadi dekat Adit. Adit berhenti mengetik. Ia menatapku tak percaya, “Lo kesini sama siapa?” “Bayu.” “Dia mana?” Aku mengangkat bahu ringan, “Gue—berantem sama dia.” “Udah biasa sih.” “Kak?” “Gue gak bisa lama dengerin masalah kalian.” “Gue—berantem sama Bayu karena dia putus dari Maira.” Adit mengernyit, “Mereka yang putus kenapa kalian yang berantem? Udah mulai aneh lo.” “Soal—Maira yang gak punya—ya lo tahu lah ya. Gue cuma ngerasa Bayu lepas tanggung jawab.” “Gak usah ngomong setengah-setengah deh, sekaligus aja. Gue sibuk.” Aku ma

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24
  • PERFAKE HUSBAND    91. Dinner dengan Bayu

    Aku berjalan pelan menghampiri Bayu yang masih duduk di kursi tunggu lobi. Aku duduk disebelahnya. “Bay, gue minta maaf udah nuduh lo.” Bayu menatapku, “Si Andre ‘kan yang bilang kalo gue yang bikin Maira kehilangan rahimnya?” Aku tak mengangguk juga menggeleng. Aku sudah berjanji padanya untuk tidak mengatakan kalau aku tahu hal ini darinya. “Gue udah duga sih lo tahu dari dia. Gue bilang apa? Jangan deket-deket sama si Andre. Dia tuh penjahat.” “Lo gak jawab permintaan maaf gue.” “Lo harus minta maaf ulang, nanti malem.” “Hm?” “Karena lo harus belajar, kita dinner di belakang rumah. Lo harus dandan kayak beneran mau pergi ya. Yuk, balik, gue kangen sama Askara.” Begitu sampai rumah, Bayu langsung masuk kamar Askara. Sedang aku hanya duduk termenung di sofa ruang tengah. Mama sedang pergi arisan. Mbok Dar yang sedari tadi menunggu Askara. Berjam-jam aku duduk dalam posisi seperti ini, memikirkan nasib Maira. Hidupnya sudah sulit, terlepas dari siapa yang melakukan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • PERFAKE HUSBAND    92. Menjaga Jarak dari Pak Andre

    Aku terus melirik punggung Bayu yang membelakangiku diranjang. Ia sudah tidur nyenyak. Askara tidur dengan mama malam ini. Aku sedikit bersyukur tidak perlu terlibat kerja sama dengan Bayu untuk menenangkannya. “Gue sayang sama lo.” suara serak Bayu membuatku meliriknya. “Hm? Lo ngomong sama siapa?” Bayu tertawa. Aku menggoyangkan badannya, “Bay, bangun.” Bayu terbangun, “Kenapa?” “Lo ngigo?” “Au. Udah ah, ngantuk gue.” Aku membiarkan Bayu tidur lagi, sedangkan aku hanya sibuk menatap langit-langit kamar yang terkena sedikit cahaya. Harusnya aku senang. Soal pengakuan Bayu tadi akan membuatku lebih tenang ketika pacaran dengan Sean. Besok, pulang sekolah, aku akan pergi ke mall dengannya, membalas hutangku hari ini. Pagi, saat mama menggedor pintu membangunkan kami, aku baru saja tertidur selama dua jam. “Ra, bangun. Mandi lo, bau!” Aku tak bergerak sama sekali. “Ra! Elah, tumben susah banget bangunin lo.” “Gue ngantuk.” Aku menggeliat maksimal. “Semua or

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • PERFAKE HUSBAND    93. Ujian di UKS

    Karena terlalu pusing, aku langsung tidur. Bayu menepuk-nepuk pipiku, “Ra? Aura?” “Gue ngantuk, Bay.” jawabku dengan sisa kesadaran. “Oh, gue pikir lo pingsan. Ya udah, tidur aja. Gue tunggu disini.” Kedua mataku mengerjap ketika merasakan panas cahaya matahari mengenai sebagian lenganku. Ku lirik kursi disamping ranjang tempat Bayu duduk tadi. “Dia kemana? Bay?” “Apa? Kangen lo ya sama gue?” Bayu ternyata sedang tiduran di ranjang sebelah. “Dih. Gue haus.” “Bangun. Masa lo minumnya sambil tiduran, emang lo duyung?” Aku bangun dari ranjang, “Ini jam berapa?” “Jam sebelas.” jawab Bayu ringan sambil mengambil air dari dispenser. Aku melotot dan menganga, “Bohong lo ya!” “Itu jam dinding di atas, Ra, mata lo kemana sih?! Liat lah sendiri.” Aku melirik jam dinding. Benar saja ini sudah jam sebelas. Jam sebelas lewat lima belas menit malah. “Ujian gue gimana dong?” aku sangat panik. “Ya ujian. Lo berharap bisa pulang tanpa ujian gitu?” Bayu menyerahkan gelas p

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • PERFAKE HUSBAND    94. Reuni Kampus Bayu

    Aku terus membuang nafas ketika Bayu memakaikan kalung pemberiannya beberapa malam lalu. “Apa perlu gue pake ginian? Lo gak takut kita di begal?” Bayu tertawa, “Kebanyakan nonton ftv lo. Gak akan ada begal lah. Lagian, lo perlu pake ini, karena—” ia berdiri dihadapanku, “Lo adalah istri dari pewaris keluarga Ananta.” “Mulai deh lo.” “Udah ah ayo.” “Mama sama papa mana? Gue belum pamitan.” Bayu mengedarkan matanya ke sekeliling, “Tuh mama.” Mama dan papa baru kembali dari belakang rumah. Papa memangku Askara yang sedang tertawa bersama mama. “Ma, pa, pamit ya.” Bayu mewakili. “Kalian udah mau pergi?” mama menghampiriku. Mama melongo, menatapku terpukau memakai sebuah gaun berwarna hitam bertali kecil di kedua bahu. Panjangnya selutut, “Ra, kamu kayak udah dewasa. Cantik banget.” Aku tersenyum malu. Aku pun merasa demikian. Tadi begitu MUA memintaku untuk berkaca, aku merasa melihat orang lain. Seperti mama ketika muda. “Istri siapa dulu dong?” Bayu seperti biasa

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • PERFAKE HUSBAND    95. Kelakuan Gila Bayu

    Pak Andre langsung pergi karena ada orang yang meneriaki namanya meminta ia bergabung. Ketiga teman Bayu, membalikkan badan. “Lo masih suka ketemu dia?” tanya Bonni. Bayu melirikku, “Ehm... sesekali.” “Dia masih aja songong. Katanya dia ngajar di SMA Putra Bangsa jadi guru Matematika. Dia keluar dari perusahaan pertambangan malah bela-belain jadi guru. Emang aneh si Andre.” tutur Aldo. “Eh, Bay, Putra Bangsa bukannya sekolah yang bernaung dibawah yayasan Ananta Putra Group?” tanya Ferdi. “Wih, calon pewaris Ananta Putra Group nih.” Bonni tertawa. Bayu masih memegangi pinggangngku, “Kita tinggal dulu ya. Mau nyamperin yang lain.” “Oke.” Bayu membawaku ke area yang jauh dari jangkauan teman-temannya, “Ra, gue baru inget kalo gue satu prodi sama si Andre. Gimana dong?” “Dodol di piara sih lo. Bisa-bisanya lo baru inget.” “Ra, sori.” “Mana temen-temen lo pada bawel lagi kayak si Adit. Kalo omongan mereka kedengeran sama pak Andre gimana?” “Ya gimana dong?” “Lo malah nanya

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • PERFAKE HUSBAND    96. Mengorbankan Diri

    Bayu masih tak menjawab. “Kalo Aura bener istri lo, buktiin sama kita!” Semua orang saling berbisik. Ada yang pro dan kontra. Yang pro, mendukung Bayu untuk membuktikan bahwa aku adalah istrinya. Dan yang kontra mengatakan jika Bayu berbohong tak ada ruginya buat mereka. Pak Andre meninju lengan Bayu, “Buktiin, tolol!” Aku mendorong tubuh pak Andre, “Gak usah main kasar, bisa gak!” Pak Andre menciut menatap kemarahanku. Ia tahu dengan jelas bahwa aku memiliki kekuatan super untuk melawan siapapun. “Buktiin! Buktiin! Buktiin!” sorak banyak orang yang pro pada ide pak Andre. Aku menarik lengan Bayu, “Kita pulang aja.” Bayu menahan lenganku, “Gue akan buktiin kalo gue gak halu. Gue beneran suami lo.” “Gak usah, Bay, gak penting.” “Aura, ini bukan tentang kamu. Ini tentang Bayu. Semua orang tahu Bayu sering bercanda. Dan kalo pernikahan kalian cuma bercanda, wah dia harus dapet tropi sih.” Ketiga teman Bayu diam saja. Mereka takut pada pak Andre? Bayu menatap

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27

Bab terbaru

  • PERFAKE HUSBAND    144. Bukan Suami Palsu

    Dua tahun kemudian... “...sayang, tiketnya habis, gimana dong? Kita pending aja, ya, sampe liburan tahun baru beres?” Bayu baru masuk ke dalam apartemen sambil menggantung mantelnya, karena di Paris sekarang sedang musim gugur mendekati musim salju. “Mas, kamu tuh, cari dong ke penerbangan lain. Kalo kita harus berangkat dari Paris Beauvais atau kalo ke Itali dulu juga gak papa kok. Yang penting kita pulang ke Indonesia sebelum musim liburan abis!” Bayu memijat bahuku, “Sayang, jangan marah-marah dong. Kasian anak kita.” Aku membalikkan badan memelototinya, “Ganti tuh popoknya.” “Iyaaa. Kamu jangan marah dong.” Aku tak mengindahkan ucapan Bayu lagi. Dia selalu begitu. Kalau gagal langsung diam, bukan mencari opsi lain. Setelah dua tahun menikah, dia masih saja lemot seperti dulu. Aku membuka bungkus roti bertuliskan bread RaYu : delicieux, Leger, Cipieux (Enak, Ringan, Kenyang). Brand roti yang kami buat disini sambil aku kuliah, dan Bayu bekerja. “Sayang?” Aku menoleh sambil

  • PERFAKE HUSBAND    143. Malam Pertama Mantan Musuh

    Aku terus menyisir rambutku depan cermin. Sedangkan Bayu sok sibuk dengan kado-kado yang kami dapat. Tok-Tok-Tok “Ra, Bay, buka dulu. Kalian belum ngapa-ngapain ‘kan?” Aku melirik Bayu, “Buka tuh.” Bayu bergerak mendekati pintu, “Kenapa, ma?” Ku lihat mama memberikan dua jamu beda warna itu pada Bayu, “Yang kiri untuk kamu, yang kanan untuk Aura. Oyah, Aura—mana?” Aku berlari mendekati pintu, “Aku disini, ma.” “Hehehe, kalian—bener gak mau nginep di hotel aja?” Aku dan Bayu menggeleng keras-keras. “Oh ya udah. Mama—tinggal ya?” “Iya, ma.” Mama sudah pamitan, tapi tak kunjung pergi. Sampai papa datang menyeret mama menuruni tangga. “Kalian—lanjutin aja. Mama tuh kurang minum, jadi agak lambat geraknya. Kalian masuk sana. Kunci ya, pintunya. Ayo, ma.” Aku dan Bayu menahan senyum. “Gue tutup ya.” kataku. Sebelum pintu ditutup, kakek mendorong pintu. “Kek? Ada apa?” Kakek melihat ke dalam kamar, “Kalian—gak butuh apa-apa?” Aku dan Bayu saling lirik dan

  • PERFAKE HUSBAND    142. Adu RaYu (Aura - Bayu)

    “...saya terima nikah dan kawinnya Aura Riana binti Jefri Septian dengan mas kawin tersebut, tu-nai.” “Bagaimana para saksi?” tanya pak penghulu. “Sah.” “SAAAAAAH!” teriak Adit dan Karina kompak. Aku menahan tawaku ketika duduk bersanding dengan Bayu di meja akad. Aku salim padanya, ia juga mencium keningku. Setelah mendengar semua pengakuannya kemarin, hatiku terenyuh pada rayuan si semprul satu ini. Aku pun mengakui kalau perasaanku sama padanya. Bayu langsung mengatakan akan menikahiku hari ini. Ia langsung mengabari mama-papa, ibu-ayah dan kakek. Kini semua hadir disini, dalam acara pernikahan asli antara RaYu alias Aura dan Bayu. Setelah menyalami tamu yang di undang hanya teman dekat dan keluarga, aku dan Bayu menghampiri meja dimana semua tengah berkumpul. “Kita sambut pengantin no palsu-palsu club kita, Adu RaYu. Beri tepuk tangan yang meriah untuk mereka.” Adit tiba-tiba berteriak seolah menjadi MC. Semua menurut, mereka bertepuk tangan meriah. “Akhirny

  • PERFAKE HUSBAND    141. Kode Rahasia

    Aku berlari dari rumah Bayu menuju rumahku. Di depan garasi, ada motor Adit. Aku masuk ke dalam rumah yang sepi. “...gue bisa mati kalo gini caranya, Dit.” “Jangan mati dulu lah, Bay, belum umur tiga puluh.” “Diem lo! Lo emang gak bisa dipercaya. Lo gak liat luka gue sebesar ini, hah? Lo mah enak, cuma baret aja.” Aku berhenti di dapur, menatap Adit yang sedang menyesap kopinya di kursi, dan Bayu yang terduduk lesehan diatas tikar. Mereka dalam kondisi baik-baik saja. Tidak ada baret, atau luka apapun. “Kalian—gak papa?” Adit dan Bayu menoleh. Bayu berdiri dan melotot tak percaya melihatku ada disini, “Ra? Lo—disini?” Adit menggaruk kepalanya. “Gak lucu tahu gak!” Bayu dan Adit saling tatap. “Itu ide si Adit, Ra. Gue gak ikutan.” Aku melirik Adit, “Lo tuh tahu gak sih kalo gue hampir mati dapet kabar tadi?” “Ya lo bilang si Bayu gak akan mati, gimana sih.” Aku menangis, tak percaya Adit masih bisa membela diri padahal jelas ia salah. “Ra, gue—minta maaf

  • PERFAKE HUSBAND    140. Bayu Sekarat

    Pagi yang mendung. Sedari malam, Surabaya diguyur hujan. Langit seolah tahu, bahwa aku merindukan Jakarta dan seisinya hingga menangis. Drrrrt~ Aku meraih ponsel di nakas, “Adit?” “Ra, halo? Ra, urgent banget lo harus pulang.” Adit bicara dengan hebohnya. “Lo—kenapa?” “Gue kecelakaan, Ra.” “Hah?” aku bangkit dari kasur, “Kok bisa? Lo gak papa ‘kan?” “Gue hampir sekarat.” Aku diam sejenak, “Ada ya, orang sekarat suaranya kenceng dan semangat gini?” Adit diam. “Lo tuh caper banget sih. Pacar lo ‘kan disana, lo telpon Karina lah, gue ‘kan jauh. Kecelakaan kecil gak akan bikin lo mati.” “Si Aura.” Aku tertawa, “Ketauan nih ye, mau nipu gue.” “Yang sekarat bukan gue.” Katanya lirih. “Terus? Ka-rina?” “Bukan. Karina di rumahnya. Gue kecelakaan berdua, sama si Bayu.” Deg! “Ra, si Bayu—sekarat. Lo—bisa pulang sekarang ‘kan?” Aku diam, menggigit jariku kencang, “Kok si Bayu—ada di Jakarta? Dia—bukan di Prancis?” “Ceritanya panjang. Dia balik lagi dari

  • PERFAKE HUSBAND    139. Masalah Pertama di Surabaya

    Aku baru beres mengaudit keuangan pabrik tiga bulan terakhir. “Akhirnya selesai juga.” Seorang pegawai perempuan usia Adit menghampiriku, “Kak, permisi, ada surat dari pengadilan.” “Hm? Siapa yang cerai?” “Itu... dari pengadilan tinggi, kak, bukan dari pengadilan agama.” “Ah, iya. Aku pikir ada yang cerai.” Aku menerima dan membaca isi surat yang diberikan. Aku mengernyit, “Ini maksudnya pabrik kita digugat atas persamaan nama dengan badan usaha lain?” “Betul, kak. Pabrik roti yang udah berdiri lima puluh tahun lalu merasa dirugikan dengan persamaan nama pabrik ini. Katanya banyak orang mengira ini adalah pabrik cabang.” Aku melirik membaca nama pabrik roti yang masih kecil ini, “Sari Rasa?” “Karena bu Syaira gak ada disini, jadi kakak yang harus ke pangadilan minggu depan.” “Aduh, ini gak ada cara yang lebih simpel apa, mbak?” “Ada, kak. Pihak pabrik pesaing bilang, kalau kita ganti nama secepatnya, mereka akan cabut gugatan.” “Bentar ya.” aku membuka pon

  • PERFAKE HUSBAND    137. Kesempatan untuk Maira

    Aku berjalan pelan menuju mobil bersama ayah dan Adit. “Jadi klien ayah yang nyuruh cari Andre itu—papa? Maksud aku—om Rino?” Ayah mengangguk, “Kami punya tujuan yang sama. Mencari orang tidak pernah semenyenangkan ini sebelumnya. Ayah gak nyangka bisa menemukan Andre di ATM deket sekolah kamu. Ayah pikir dia kabur ke luar kota. Pantes ayah pergi ke tempat lain, orang gak pernah liat dia.” Aku mengernyit, “ATM?” “Yah, si Andre itu—” Aku menatap Adit memintanya diam. “Kenapa sama Andre? Ada yang harus ayah tahu? Biar ayah sampaikan sama kepolisian untuk memberatkan masa tahanan.” Adit menggeleng, “Gak papa, tadi cuma mau bilang si Andre pasti lagi ngambil duit.” Ayah tertawa, “Ya iya lah, Dit, masa ngambil cucian. Laundry kali.” “Euh, lo tuh ya.” aku ikut mengalihkan topik. Mama, papa, dan Bayu berjalan mendekati kami. “Kamu tenang sekarang, Ra, Andre udah mendapatkan hukumannya.” Aku tersenyum, “Makasih ya, pa, masih mengusahakan mencari dia, sampe duel segala

  • PERFAKE HUSBAND    137. Pak Andre di Temukan

    Aku memasukkan koper ke dalam bagasi mobil. Adit mengembalikan mobilku dengan baik. Dia memang pandai menjaga barang. “Lo serius mau berangkat sekarang?” tanya Adit yang disikut ibu, “Nyari univ ‘kan gak harus kesana langsung. Lewat internet aja, gue bantuin.” “Banyak yang harus gue urus disana, kak.” “Gue bisa anterin lo kalo akhir pekan.” “Gak usah, lo ‘kan sekarang sibuk pacaran sama Elsa.” Aku menghampiri ibu dan memeluknya, “Bu, aku pamit sekarang, ya? Doain perjalanannya lancar.” “Pasti. Kamu kalo pegel, ngantuk atau apapun itu, berhenti dulu.” “Siap.” “Lagak lo sih, ke sana bawa mobil sendiri. Naek pesawat aja, atau kereta gitu, atau nggak Buroq.” Aku melepaskan pelukkan ibu, “Lo tuh ya. Terserah gue lah.” Aku berdiri dihadapan Adit, “Gue—pamit ya, kak. Sama-sama, gue seneng bisa ngurus lo selama ibu di Surabaya. Udah kenyang banget gue teriak sama lo selama ini. Tapi meskipun gitu, gue pasti akan merindukan elo sih. Jengukin gue kesana loh.” Kami berpeluk

  • PERFAKE HUSBAND    136. Mengenang

    Aku membereskan baju-baju dan semua keperluan yang akan dibawa ke Surabaya. Aku sudah pulang, membawa mobil dan hadiah emas dari kakek. Aku pamerkan pada Adit, membuatnya memohon untuk meminjamkan mobilnya untuk pergi dengan Karina. “Kalo lo pelit, kuburaan lo sempit loh, Ra.” Adit masih gencar merayuku. “Tinggal beli lagi tanah kuburannya. Gue sekarang kaya, Dit, gue punya lima batang emas.” Adit manyun memainkan pintu kamar. “Mau pergi kemana sih lo?” “Ya keliling aja. Gue akan bilang kok kalo itu mobil elo.” “Dit, si Karina itu orang kaya. Dia pasti bosen kalo kemana-mana naek mobil. Naek motor tuh pengalaman baru buat dia.” “Gue yang bosen.” Aku menghentikan aktivitas beberesku. Ku lirik Adit yang memasang wajah super mengkhawatirkan, “Iya-iya gue pinjemin.” Adit melotot senang, “Serius lo?” “Tapi itu bensinnya abis, tolong di isi ya.” Adit menghampiriku, “Oke, gue isi gocap.” “Yah, gocap. Lo pikir mobil barbie. Yang bener aja dong.” “Gue belum gajian, gu

DMCA.com Protection Status