Semua Bab Belenggu Pernikahan Tuan Arya: Bab 11 - Bab 20

70 Bab

11. Dua Wanita

"Jadi, apa yang sudah kau saksikan sejak tadi?"Tiara mengakat bantal yang menutupi telinganya. Gadis itu menatap Arya dengan wajah pucat. Tubuhnya gemetaran, seolah-olah memohon ampunan. Jangan sampai Arya murka lagi akibat perbuatannya. "Kau memang lancang seperti ibumu!" bentak Arya."Maaf, Den," ujar Tiara sembari menunduk. "Keluar!"Arya menarik Tiara dan membawanya keluar dari walk in closet. Dia mendorong si mungil itu hingga terjatuh di sofa kamar, lalu menarik leher baju istrinya. "Apa yang kau lakukan di kamarku?" ucapnya dengan penuh amarah. "Saya .... saya membersihkannya," jawab Tiara terbata-bata. Tiara menunduk, tak berani menatap mata Arya yang begitu buas. "Kenapa begitu lama?"Arya benar-benar malu karena aktivitas intimnya bersama Clarisa diketahui orang lain. Apalagi orang itu adalah Tiara, makhluk di muka bumi ini yang paling dibencinya. Arya memang menjalani hubungan bebas sejak mereka berpacaran. Namun, keduanya tak pernah mengumbar kemesraan yang berlebiha
Baca selengkapnya

12. Hati yang Panas

Tiara mondar mandir mengambil balanjaan yang diturunkan dari pick up. Sejak subuh mereka semua tampak sibuk di dapur. Bahkan kamar-kamar yang tadinya kosong kini terisi.Hari ini tepat 100 hari wafatnya Tuan Baskoro. Sehingga keluarga Diningrat akan mengadakan acara. Tak tanggung-tanggung, semua keluarga akan hadir. Bahkan ada yang datang jauh-jauh hari karena berasal dari luar kota. Selama satu minggu ini tugas mereka bertambah. Tiara tak lagi membersihkan kamar Arya, tetapi kamar-kamar kosong itu. Dia bahkan melayani semua kebutuhan mereka, mulai dari makan minum dan mencuci pakaian."Bawa ini ke dapur."Tiara termenung saat salah satu pengawal Arya menunjuk beberapa tabung gas berwarna hijau itu. Gadis itu memasang wajah memelas. Tega sekali mereka menyuruh seorang wanita mengangkatnya. "Apalagi? Cepat angkat. Ibu-ibu di dapur mau masak!"Tiara terdiam lalu dengan enggan mengangkat tabung-tabung itu walau kepayahan. Dia sudah lelah dari subuh dan tak sanggup mengangkat barang bera
Baca selengkapnya

13. Tuan yang Suka Mencari Perkara

Rumah keluarga Diningrat tampak ramai malam itu. Lampu-lampu besar dipasang di halaman untuk menerangi acara tahlilan 100 hari almarhum Tuan Baskoro. Puluhan, bahkan ratusan orang memadati halaman rumah yang luas. Sejak sore, beberapa warga sudah berdatangan. Mereka membatu menyiapkan hidangan dan juga menata kursi. Sementara itu, anggota keluarga besar Diningrat berkumpul di depan menyambut tamu-tamu yang datang, untuk memberikan penghormatan terakhir kepada almarhum. Hanya satu orang yang tak ada di rumah ini. Gayatri, nyonya rumah yang beberapa bulan ini tinggal di rumah sakit jiwa. "Letakkan ini di sini. Dan yang itu di sana!"Di salah satu sudut halaman, Tiara sibuk mengatur meja buah. Sudah seharian ia bekerja, membantu segala persiapan untuk acara malam ini. Wajah Tiara menunjukkan kelelahan. Namun gadis itu tetap tersenyum saat beberapa warga mendekati mejanya, lalu mengambil buah-buahan yang disediakan untuk tamu."Susun rapi buah yang berantakan. Nanti aku suruh Karjo m
Baca selengkapnya

14. Tawaran yang Menjijikkan

Setelah acara selesai, Tiara berbaring di kamar karena merasa begitu lelah. Hari itu adalah hari yang sangat panjang. Penuh dengan tamu, memasak, dan berusaha memenuhi segala kebutuhan semua orang."Lelahnya. Hari ini benar-benar luar biasa."Tiara hanya ingin tidur, membiarkan tubuhnya beristirahat setelah seharian bekerja keras. Namun, keinginannya terganggu ketika pintu kamar tiba-tiba saja terbuka. Ningsih masuk dan mendekati Tiara dengan nampan berisi makanan. Raut wajah wanita paruh baya itu juga tampak kelelahan. "Tiara, tolong antarkan ini ke kamar Den Arya.""Sekarang?""Tentu saja. Memangnya besok?" tanya Ningsih dengan sewot. Tiara membuang pandangan karena kesal. Entah mengapa semua orang di rumah ini selalu membuatnya kesal. "Dari tadi Den Arya belum makan," ucap Ningsih dengan nada penuh desakan.Tiara memandang nampan itu dengan ragu, lalu menggelengkan kepala."Aku capek sekali, Bik. Apa ndak bisa orang lain?" pinta Tiara memohon. "Semua orang juga capek. Aku bahk
Baca selengkapnya

15. Terbangun Dalam Kenyataan

Tiara terbangun dengan kepala sedikit berat. Cahaya matahari yang masuk dari jendela menerpa wajah, memaksa matanya untuk terbuka. Tiara merenung sejenak, mengingat kejadian semalam. Hal yang terakhir dia ingat adalah menemani Arya makan di kamarnya. Rasa lelah setelah seharian bekerja, membuat dia memejamkan mata dan berbaring di lantai. Lalu bagaimana dia bisa berada di kamar sendiri?"Aneh sekali," lirihnya. Tiara duduk di ranjang, bingung. Apakah Arya yang membawanya kembali ke kamar? Kemungkinan itu membuat hatinya berdebar aneh. Arya tidak pernah menunjukkan perhatian yang tulus selama ini. Namun jika benar lelaki itu yang menggendongnya ke sini, apa maksud di balik tindakannya?Pikiran Tiara melayang-layang. Hingga akhirnya ia menyadari bahwa hari itu masih penuh dengan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Dengan cepat, ia bangkit dari tempat tidur, membetulkan pakaian lalu menuju ke dapur.Ketika Tiara tiba di dapur, pemandangan yang menyambutnya cukup membuat pusing.
Baca selengkapnya

16. Tanpa Restu Keluarga

Acara kemarin sudah selesai dan berjalan dengan lancar. Halaman depan rumah besar keluarga Diningrat yang tadinya penuh, kini kembali bersih seperti semula. Arya berdiri di teras. Tangannya terlipat di dada, memandang ke arah pintu pagar. Lelaki itu mengawasi orang-orang masih hilir mudik mengangkut barang.Keluarga besarnya sedang menikmati sarapan di dalam. Sebentar lagi mereka akan pulang. Arya termenung sejenak, mencoba menyakinkan diri atas apa yang akan dia utarakan nanti.Momen berkumpulnya keluarga besar jarang terjadi. Mungkin, inilah saatnya dia bicara. Arya mengumpulkan semua keberanian yang tersisa dan berjalan ke ruang tamu, tempat keluarganya berkumpul. Di sana ada kakeknya—ayah dari bapaknya—datang dari luar kota dan terlihat paling tenang di antara mereka. Kakek duduk di kursi dengan tongkatnya tergeletak di samping. Sementara tante, om dan sepupunya duduk makan sembari berbincang. Arya berdiri tegak di tengah ruangan, lalu duduk di sebelah kakenya. Saat lelaki it
Baca selengkapnya

17. Direnggut Paksa

"Aku tidak butuh bantuanmu."Bruk!Arya terjatuh saat menaiki tangga. Lelaki itu kesulitan berdiri hingga Tiara membantunya. Sejujurnya gadis itu takut. Namun, rumah begitu sepi karena pekerja yang lain sudah tertidur. "Mari saya bantu, Den."Tiara memapah Arya walau berat. Tubuh mungilnya tak sanggup menahan bobot lelaki itu. Dengan tertatih-tatih, akhirnya mereka tiba di atas.Tiara melepaskan lengan Arya yang langsung luruh di lantai. Dia membuka pintu dengan pelan. Lalu membawa Arya ke ranjang."Berat sekali."Tubuh Arya yang berat terasa seperti beban. Namun Tiara tetap kuat, mencoba yang terbaik untuk memastikan lelaki itu merasa nyaman."Huek!"“Den Arya kenapa?” Tiara akhirnya memberanikan diri bertanya.Arya hanya merespons dengan geraman pelan. Lelaki itu menekan perutnya yang terasa mual. Arya berguling ke samping, mencoba menahan rasa tak nyaman yang semakin menguasainya. Kepalanya terasa berat, seolah dihimpit batu besar. Lambungnya terasa bergejolak. Membuat mual yang
Baca selengkapnya

18. Sikap Dingin yang Menghancurkan

Tiara bangun dengan tubuh lelah dan perasaan hancur. Cahaya matahari yang menyelinap melalui jendela kamar mengingatkannya pada kenyataan pahit yang baru saja ia alami."Sakit sekali," lirihnya saat mencoba duduk.Tiara memegang perutnya, merasakan nyeri di bawah sana. Tadi malam Arya tak hanya melakukannya sekali, tetapi berulang kali sampai lelaki itu tidur. Tiara susah memohon, tetapi Arya tak peduli. Lelaki itu seperti orang kesetanan, menikmati dirinya tanpa ampun."Mengapa rasamu begini?" ujar Arya dalam kondisi mabuk. Bisa-bisanya dia kecanduan pada seorang gadis muda. Hiks!Tiara hanya menangis di bawah kungkungan lelaki itu tanpa bisa melawan. "Seperti mimpi tapi itu nyata."Tiara bangkit perlahan, mencoba untuk berdiri. Dia menuju kamar mandi dan mulai membersihkan diri. Air yang megalir membasahi tubuhnya, sedikit menyegarkan. Walau rasa sakit di sekujur tubuh masih belum hilang.Ketika hendak berpakaian, Tiara terjejut melihat ada banyak tanda di tubuhnya. Arya benar-b
Baca selengkapnya

19. Menghindar karena Kecewa

"Aku harus bicara dengan Tiara."Arya langsung keluar dari ruang meeting dan menuju mobilnya. Pikirannya hanya terpusat pada Tiara. Arya harus tahu bagaimana keadaannya. Apakah Tiara baik-baik saja setelah kejadian itu. Entah mengapa rasa bersalah yang menghantuinya sejak malam itu kini semakin kuat.***Saat tiba di rumah, Arya dengan cepat berjalan ke belakang dan melihat Tinah sedang menata beberapa barang di meja makan. Ia langsung menghampirinya."Di mana Tiara?"Tinah terlihat sedikit terkejut dengan kedatangan Arya yang mendadak. "Tiara di kamar, Den. Sepertinya lagi kurang sehat."Arya mengernyit mendengar itu. "Sakit? Sejak kapan?""Dari pagi, Den. Badannya lemas. Jalannya pincang. Mungkin kelelahan setelah acara tahlilan itu.""Jalannya pincang?""Iya, Den. Mungkin.... kecapean mencuci piring. Soalnya banyak sekali," ucap Tinah takut-takut. Arya terdiam dan entah mengapa merasa cemas. Ia ingin segera melihat Tiara, tetapi tiba-tiba rasa ragu menghampirinya. Setelah semu
Baca selengkapnya

20. Benihmu di Rahimku

Hoek!Tiara berlari menuju kamar mandi dan mengeluarkan isi perutnya. Tadi, saat membuka mata, wanita itu merasakan mual yang hebat. Hoek!Tiara berpegangan pada ujung bak mandi agar tak jatuh. Selain karena mual, kepalanya tiba-tiba pusing sehingga limbung."Aku kenapa ini?"Tiara melangkah keluar setelah merasa perutnya lebih baik. Dia duduk di depan cermin kamar, menatap wajahnya yang semakin hari semakin pucat. Rasa mual yang sering menyerang di pagi hari kini semakin sulit diabaikan. Sudah beberapa kali, Tiara muntah tanpa alasan yang jelas. Namun, ia menyembunyikan kondisinya kepada orang lain, termasuk Arya. Meskipun statusnya sebagai istri siri Arya, Tiara tetaplah pelayan yang dipekerjakan. Dia tetap menjaga segala hal tetap berjalan normal, setidaknya di mata orang-orang di rumah.Tiara berbisik pada dirinya sendiri, menatap perutnya yang masih rata. "Apa aku benar-benar hamil?"Pikiran itu semakin menghantuinya setiap hari. Namun, ia belum siap untuk menghadapi kenyataan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status