Home / Fantasi / PENDEKAR Sabda JAGAD / Chapter 121 - Chapter 130

All Chapters of PENDEKAR Sabda JAGAD: Chapter 121 - Chapter 130

219 Chapters

Bab 121. KITAB DEWA TERLARANG

"Jalu. Sebaiknya kau cobalah memasuki Ruang Langit di masa ini, kau pasti bisa mengira-ngira di mana lokasi Ruang Langit itu bukan?" ucap Eyang Karmajaya tersenyum. Dia mengetahui Jalu belum sampai memasuki tingkat Ruang Langit."Baik Moyang Guru. Jalu akan mencarinya nanti bersama Kirana," sahut Jalu patuh."Ketahuilah Jalu, setelah menyelesaikan latihan di Ruang Langit, maka secara otomatis kau akan masuk dalam tataran Ksatria Semesta Penuh," ucap Eyang Karmajaya tersenyum penuh arti pada Jalu.'Luar biasa memang 'garis' anak muda ini. Sangatlah tepat Jayasona mengambilnya menjadi murid', bathin Eyang Karmajaya memuji kejelian Jayasona.Akhirnya Eyang Waranaya, Eyang Karmajaya, dan Jalu terus terlibat dalam perbincangan hangat seputaran dunia persilatan, serta kabar mengenai pagebluk yang melanda tlatah Kashimpa."Moyang Guru, Eyang sepuh, adakah tempat khusus untuk melatih 'power' berhawa dingin yang moyang Guru ketahui?" akhirnya Jalu melontarkan pertanyaan itu di tengah-tengah pe
Read more

Bab 122. RUANG LANGIT MASA SILAM

"Sebaiknya Kirana ikut dengan Mas Jalu saja Moyang sepuh. Karena selama ini Kirana sudah terbiasa hidup di alam bebas," sahut Kirana sopan."Hmm. Baiklah, kalau begitu kalian berdua akan moyang kirim ke lokasi Ruang Langit pada dimensi ini. Bersiaplah," ucap Eyang Karmajaya tersenyum, memaklumi sepasang kekasih yang tak mau saling terpisah itu.Hanya sejenak Eyang Karmajaya terdiam, memfokuskan bayangan Gunung Lingga Dewa, lalu..Splaassh..!Eyang Karmajaya kibaskan pelan tangan kanannya ke arah Jalu dan Kirana, seketika Jalu dan Kirana pun lenyap tanpa bekas dari hadapannya. GILA!Sebuah pertunjukkan aji 'Pindah Rogo' tingkat tinggi di lakukan Eyang Karmajaya dengan sangat sempurna. Dan memang hanya dengan ajian ini saja, lawan-lawan Eyang Karmajaya sudah gemetar ketakutan sebelum bertarung.Ya, tentu saja sangatlah mengerikkan bagi lawan Eyang Karmajaya, jika tiba-tiba saja mereka di pindahkan ke tengah samudera, dalam jurang, bahkan mungkin langsung ke neraka. Hehe! Blaph!Jalu da
Read more

Bab 123. WALI, SAHABAT BARU

"Hahahaa! Dasar yang bagus, Arya!" Eyang Balatapa tergelak puas melihat dasar kemampuan maksimal Arya.'Hmm! Kau akan kujadikan penerusku di dimensi sana Arya! Kau akan merajai dunia persilatan di masa 1000 tahun yang akan datang itu!' seru bathin Eyang Balatapa penuh ambisi.'Sayang sekali Eyang Guru Gentaloka belum sempat menurunkan ajian 'Samudera Neraka Bergolak' padaku', sesal bathin Arya.Namun rasa kecewa Arya segera terhapus, demi mengingat bahkan Eyang Gurunya itu kalah dari Eyang Balatapa, gurunya yang sekarang."Maaf Eyang Guru, baru sebatas itu saja yang Arya pelajari hingga saat ini. Arya yakin kemampuan Eyang Guru pasti jauh lebih dahsyat dari ini," ucap Arya menunduk hormat.Ya, akal culas Arya segera bekerja cepat, untuk mendapatkan simpati dan kemurahan hati Eyang Balatapa menurunkan ilmu terhebatnya. Dia memang sangat paham dan lihai dalam hal yang satu itu. Merendah dan menjilat, untuk mendapatkan hal yang lebih besar dan menguntungkan!"Hahahaa! Murid pandai! Tenang
Read more

Bab 124. MENUJU PULAU TERKUTUK

"Ahh! Ternyata kau Mas Baruna!" seru Jalu, seketika wajahnya tersenyum gembira."Hahaa! Maaf jika kedatanganku mengagetkan kalian. Ehh! Seth!" Baruna tergelak senang, namun sesaat kemudian dirinya tersentak kaget dan melesat mundur.Baruna terkejut melihat seekor Rajawali Emas raksasa berada bersama dua sahabatnya itu, ketegangan nampak di wajahnya."Hahahaa! Tak apa mas Baruna dia teman baru kami namanya Wali," Jalu tergelak geli melihat ketegangan di wajah Baruna. Dia pun langsung memperkenalkan Wali pada Baruna."Kwiinng! Kwiinng!" lengking Wali, seraya angguk-anggukkan kepalanya ke arah Baruna."Wah, si Wali langsung menganggap Mas Baruna temannya tuh. Hehe," ujar Kirana mengartikan anggukkan kepala Wali pada Baruna."Benarkah begitu?!" seru Baruna tak yakin. Agak ragu-ragu dia mendekati Wali dan mengulurkan tangannya, untuk mengusap Rajawali raksasa itu. Wali hanya diam saja saat Baruna mengusap-usap kepalanya sebagai tanda perkenalan."Ahh! Ini hebat! Jarang ada orang yang bisa
Read more

Bab 125. PELEPASAN DAN LEGENDA PULAU HANTU

'Brengsek! Sepertinya ini adalah hari sial bagiku! Tekadnya begitu kuat, terpaksa aku harus mengantarnya sesuai kesepakatan! Bedebah!' seru bathin pendayung gila, memaki kesialan hari itu.Namun hatinya agak terhibur, dengan sekantung uang emas yang di terimanya dari Ki Taksaka di awal perjalanan mautnya hari itu.Dan perahu sang pendayung gila pun mulai melaju, dengan Ki Taksaka duduk di belakang. Sesungguhnya letak pulau Hantu tak seberapa jauh dari pelabuhan Semanding.Setelah beberapa saat perahu itu berlayar, pulau Hantu itu telah nampak di kejauhan. Dan memang benar ucapan si pelaut terakhir tadi. Pulau Hantu memang nampak dinaungi oleh awan lebih gelap dan pekat, bila dibandingkan area lautan di sekitarnya. Aneh!***Sebuah legenda memang telah merebak turun temurun, soal pulau yang di namakan pulau Hantu itu. Baik oleh para nelayan maupun para pendekar, dan bahkan penduduk tlatah Pallawa, tlatah Ramayana, hingga tlatah Klikamuka.Walau pun legenda itu terdengar juga sampai ke
Read more

Bab 126. BERSEKUTU DAN SERANGAN GELAP

"Sama-sama Mas Jalu sayang," ucap Kirana lembut, seraya tersenyum penuh kepuasan.*Sementara itu di kerajaan Tlatah Bantala.Nampak sang Maharaja Kiskenda Jaya tengah memimpin suatu pertemuan dengan para pejabat kerajaan Bantala.Hadir dalam pertemuan itu Mahapatih Balasutama, para senopati, penasehat kerajaan, Guru Besar kerajaan Eyang sepuh Dharmala, serta permaisuri sang Maharaja yang ikut duduk di sisi suaminya itu.Hal yang di bahas dalam pertemuan itu adalah mengenai tawaran kerjasama dari Eyang Gentaloka terhadap Maharaja tlatah Bantala. Hal itu di sampaikan oleh Eyang sepuh Dharmala pada Maharaja Kiskenda Jaya, setibanya dia kembali di tlatah Bantala bersama Ayu. Ya, Eyang Gentaloka memang meminta Eyang Dharmala, untuk menyampaikan tawaran kerjasamanya pada sang Maharaja Bantala itu. Kerjasama yang dimaksudkan tentu saja berupa permohonan kesediaan kerajaan Bantala, untuk membantu pergerakkan Eyang Gentaloka dan sekutunya, dalam upaya merebut kekuasaan sang Maharaja Pallawa
Read more

Bab 127. AJI SABDA JAGAD

Weesshk..! Wuusshk..! Dua gelombang pukulan berselimutkan cahaya kemerahan menderu keras, melesat cepat hendak menghantam sosok Jalu.Slaph! Wessh!Jalu langsung melesat menghindar, seraya membawa semua hasil buruannya dan melontarkannya ke arah Wali."Wali..! Bawa semuanya kepada Kirana!" seru Jalu.Craph..! "Kwiinngg..!" Wali menyambar hasil buruan yang masih terikat tali tersebut. Lalu melengking nyaring seraya melesat terbang ke arah gunung batu.Blaarrghk..!! Blaammph..!!Tepian telaga tempat Jalu tadi membersihkan hasil buruannya seketika ambyar berlubang, dengan suara keras bergemuruh. Sementara air tepian telaga muncrat tinggi ke udara, akibat dua buah pukulan dahsyat yang menghantamnya.Jalu berdiri melayang di udara seraya menatap tajam pada sosok dua penyerangnya, yang rupanya juga masih muda seperti dirinya."Tiada angin tiada hujan dua pembokong menyerang dengan ganas! Inikah ajaran guru kalian?!" sindir Jalu, dengan senyum mengejek pada dua pembokongnya itu."Brengsek!
Read more

Bab 128. KEBERSAMAAN MENANTI PETUNJUK

"Kembali..!" seru Eyang Karmajaya pelan saja. Dan alam sekitar pun kembali berputar dan bergerak kembali.Sungguh dahsyat memang aji 'Sabda Jagad' yang dimiliki sosok sepuh setengah dewa ini."Ahh! Eyang!" Seth! seru Bisma seraya melesat menghampiri Eyang Karmajaya."Eyang..!" Seth! Krendata yang sudah agak pulih itu pun ikut melesat, menghampiri Eyang Karmajaya."Moyang Guru..!" seru Jalu menunduk hormat, seraya mengatupkan dua telapak tangan di dadanya. Sementara Pedang Bumi masih melayang di sekitar sosok Jalu."Bisma, Krendata! Ketahuilah pemuda itu adalah Jalu. Dia adalah murid sekaligus cucu angkat dari generasi terakhir Istana Pasir Bumi di masa depan, Eyang Jayasona.Dan rupanya dialah orang terpilih, yang akan menjadi penutup generasi Istana Pasir Bumi dan penyempurna ilmu Bumi Langit dari leluhur kita," ucap tenang Eyang Karmajaya, namun suaranya merasuk dan menggetarkan dada ketiga pemuda yang mendengarnya."Ahh! Maafkan kami berdua Mas Jalu. Kami telah menyerang tanpa bert
Read more

Bab 129. PINTU RUANG LANGIT TERBUKA

"Ahhh!" seru Jalu.Ternyata cahaya bulan purnama masuk melalui sebuah celah dari atas gunung batu. Cahaya bulan itu memantulkan kilau bias sebuah benda yang berada tepat diatas pintu Ruang Langit.Slaph!Jalu melesat keatas pintu Ruang Langit itu, dan nampaklah 3 buah batu berkilau layaknya berlian yang berada dalam 3 buah lubang batu.Nampaknya lubang itu sedang bergerak hendak menutup kembali. Dengan keputusan cepat dan tanpa ragu, Jalu memukul ketiga batu berkilau yang menonjol itu dengan cepat. Blaghk! Blakh! Blaagh! Tiga buah batu berkilau itu amblas ke dalam lubangnya masing-masing. Lalu ...Grrghh..! Grrghhk..! Blaampphks.!!Dan.. Pintu batu besar Ruang Langit pun bergeser perlahan, dengan suara bergemuruh keras di seantero lorong gunung batu itu. Bagaikan sebuah pintu lift raksasa yang terbuat dari batu tebal dan kokoh. Sebuah suara berdentam keras terdengar bagai hendak meluluh lantakkan lorong batu, saat pintu batu itu sampai pada batas terbukanya. Menggetarkan..!'Ahh! Pa
Read more

Bab 130. PUSAKA BERGANTI TIBA-TIBA

Weerrsshk..!!Badai angin kerucut bak Tornado nampak berputar menderu cepat ke arah Ki Taksaka.Slapph! Seth!Ki Taksaka melesat lebih cepat menjauh dari badai pusaran angin yang menderu itu. Namun badai angin tersebut bagai memiliki mata, badai pusaran angin itu terus mengejar sosok Ki Taksaka dengan cepatnya.'Bedebah! Badai angin itu mengejarku! Aku harus mencari tempat yang terlindung di pulau ini!' bathin Ki Taksaka memaki panik.Seth! Slaph!Ki Taksaka langsung menambah lagi kecepatan lesatannya, dia kini semakin masuk ke bagian tengah-tengah pulau Hantu itu.Taph!Ki Taksaka mendarat di sebuah bekas bangunan batu yang nampak sudah rata dengan tanah. Namun Ki Taksaka masih melihat garis-garis tumpukkan batu di atas permukaan tanahnya, yang membentuk seperti sekat-sekat ruang sebuah bangunan pada dahulu kala.Menilik dari tumpukkan bebatuan yang sudah nampak sangat tua dan keras itu, Ki Taksaka menyimpulkan dulunya bangunan di tempat yang dipijaknya itu pastilah sebuah bangunan m
Read more
PREV
1
...
1112131415
...
22
DMCA.com Protection Status