'Brengsek! Sepertinya ini adalah hari sial bagiku! Tekadnya begitu kuat, terpaksa aku harus mengantarnya sesuai kesepakatan! Bedebah!' seru bathin pendayung gila, memaki kesialan hari itu.Namun hatinya agak terhibur, dengan sekantung uang emas yang di terimanya dari Ki Taksaka di awal perjalanan mautnya hari itu.Dan perahu sang pendayung gila pun mulai melaju, dengan Ki Taksaka duduk di belakang. Sesungguhnya letak pulau Hantu tak seberapa jauh dari pelabuhan Semanding.Setelah beberapa saat perahu itu berlayar, pulau Hantu itu telah nampak di kejauhan. Dan memang benar ucapan si pelaut terakhir tadi. Pulau Hantu memang nampak dinaungi oleh awan lebih gelap dan pekat, bila dibandingkan area lautan di sekitarnya. Aneh!***Sebuah legenda memang telah merebak turun temurun, soal pulau yang di namakan pulau Hantu itu. Baik oleh para nelayan maupun para pendekar, dan bahkan penduduk tlatah Pallawa, tlatah Ramayana, hingga tlatah Klikamuka.Walau pun legenda itu terdengar juga sampai ke
"Sama-sama Mas Jalu sayang," ucap Kirana lembut, seraya tersenyum penuh kepuasan.*Sementara itu di kerajaan Tlatah Bantala.Nampak sang Maharaja Kiskenda Jaya tengah memimpin suatu pertemuan dengan para pejabat kerajaan Bantala.Hadir dalam pertemuan itu Mahapatih Balasutama, para senopati, penasehat kerajaan, Guru Besar kerajaan Eyang sepuh Dharmala, serta permaisuri sang Maharaja yang ikut duduk di sisi suaminya itu.Hal yang di bahas dalam pertemuan itu adalah mengenai tawaran kerjasama dari Eyang Gentaloka terhadap Maharaja tlatah Bantala. Hal itu di sampaikan oleh Eyang sepuh Dharmala pada Maharaja Kiskenda Jaya, setibanya dia kembali di tlatah Bantala bersama Ayu. Ya, Eyang Gentaloka memang meminta Eyang Dharmala, untuk menyampaikan tawaran kerjasamanya pada sang Maharaja Bantala itu. Kerjasama yang dimaksudkan tentu saja berupa permohonan kesediaan kerajaan Bantala, untuk membantu pergerakkan Eyang Gentaloka dan sekutunya, dalam upaya merebut kekuasaan sang Maharaja Pallawa
Weesshk..! Wuusshk..! Dua gelombang pukulan berselimutkan cahaya kemerahan menderu keras, melesat cepat hendak menghantam sosok Jalu.Slaph! Wessh!Jalu langsung melesat menghindar, seraya membawa semua hasil buruannya dan melontarkannya ke arah Wali."Wali..! Bawa semuanya kepada Kirana!" seru Jalu.Craph..! "Kwiinngg..!" Wali menyambar hasil buruan yang masih terikat tali tersebut. Lalu melengking nyaring seraya melesat terbang ke arah gunung batu.Blaarrghk..!! Blaammph..!!Tepian telaga tempat Jalu tadi membersihkan hasil buruannya seketika ambyar berlubang, dengan suara keras bergemuruh. Sementara air tepian telaga muncrat tinggi ke udara, akibat dua buah pukulan dahsyat yang menghantamnya.Jalu berdiri melayang di udara seraya menatap tajam pada sosok dua penyerangnya, yang rupanya juga masih muda seperti dirinya."Tiada angin tiada hujan dua pembokong menyerang dengan ganas! Inikah ajaran guru kalian?!" sindir Jalu, dengan senyum mengejek pada dua pembokongnya itu."Brengsek!
"Kembali..!" seru Eyang Karmajaya pelan saja. Dan alam sekitar pun kembali berputar dan bergerak kembali.Sungguh dahsyat memang aji 'Sabda Jagad' yang dimiliki sosok sepuh setengah dewa ini."Ahh! Eyang!" Seth! seru Bisma seraya melesat menghampiri Eyang Karmajaya."Eyang..!" Seth! Krendata yang sudah agak pulih itu pun ikut melesat, menghampiri Eyang Karmajaya."Moyang Guru..!" seru Jalu menunduk hormat, seraya mengatupkan dua telapak tangan di dadanya. Sementara Pedang Bumi masih melayang di sekitar sosok Jalu."Bisma, Krendata! Ketahuilah pemuda itu adalah Jalu. Dia adalah murid sekaligus cucu angkat dari generasi terakhir Istana Pasir Bumi di masa depan, Eyang Jayasona.Dan rupanya dialah orang terpilih, yang akan menjadi penutup generasi Istana Pasir Bumi dan penyempurna ilmu Bumi Langit dari leluhur kita," ucap tenang Eyang Karmajaya, namun suaranya merasuk dan menggetarkan dada ketiga pemuda yang mendengarnya."Ahh! Maafkan kami berdua Mas Jalu. Kami telah menyerang tanpa bert
"Ahhh!" seru Jalu.Ternyata cahaya bulan purnama masuk melalui sebuah celah dari atas gunung batu. Cahaya bulan itu memantulkan kilau bias sebuah benda yang berada tepat diatas pintu Ruang Langit.Slaph!Jalu melesat keatas pintu Ruang Langit itu, dan nampaklah 3 buah batu berkilau layaknya berlian yang berada dalam 3 buah lubang batu.Nampaknya lubang itu sedang bergerak hendak menutup kembali. Dengan keputusan cepat dan tanpa ragu, Jalu memukul ketiga batu berkilau yang menonjol itu dengan cepat. Blaghk! Blakh! Blaagh! Tiga buah batu berkilau itu amblas ke dalam lubangnya masing-masing. Lalu ...Grrghh..! Grrghhk..! Blaampphks.!!Dan.. Pintu batu besar Ruang Langit pun bergeser perlahan, dengan suara bergemuruh keras di seantero lorong gunung batu itu. Bagaikan sebuah pintu lift raksasa yang terbuat dari batu tebal dan kokoh. Sebuah suara berdentam keras terdengar bagai hendak meluluh lantakkan lorong batu, saat pintu batu itu sampai pada batas terbukanya. Menggetarkan..!'Ahh! Pa
Weerrsshk..!!Badai angin kerucut bak Tornado nampak berputar menderu cepat ke arah Ki Taksaka.Slapph! Seth!Ki Taksaka melesat lebih cepat menjauh dari badai pusaran angin yang menderu itu. Namun badai angin tersebut bagai memiliki mata, badai pusaran angin itu terus mengejar sosok Ki Taksaka dengan cepatnya.'Bedebah! Badai angin itu mengejarku! Aku harus mencari tempat yang terlindung di pulau ini!' bathin Ki Taksaka memaki panik.Seth! Slaph!Ki Taksaka langsung menambah lagi kecepatan lesatannya, dia kini semakin masuk ke bagian tengah-tengah pulau Hantu itu.Taph!Ki Taksaka mendarat di sebuah bekas bangunan batu yang nampak sudah rata dengan tanah. Namun Ki Taksaka masih melihat garis-garis tumpukkan batu di atas permukaan tanahnya, yang membentuk seperti sekat-sekat ruang sebuah bangunan pada dahulu kala.Menilik dari tumpukkan bebatuan yang sudah nampak sangat tua dan keras itu, Ki Taksaka menyimpulkan dulunya bangunan di tempat yang dipijaknya itu pastilah sebuah bangunan m
"Hahh! I-itu ... itu Ki Klabang Neroko dan kitab 'Pusaka Raja Neraka'!" kembali Ki Taksaka dibuat terkejut dengan kemunculan keris pusaka Ki Klabang Neroko, yang telah ratusan tahun tak terdengar kabarnya itu.Perlahan Ki Taksaka mengulurkan tangannya untuk menggenggam gagang Ki Klabang Neroko.Hawa sangat panas segera menyengat tangannya, padahal jarak tangannya dengan gagang Ki Klabang Neroko masihlah sekitar 2 jengkal.Dengan mengerahkan power perisai di tangannya, Ki Taksaka nekat ayunkan cepat tangannya menyambar gagang Ki Klabang Neroko.Wessh! Claph!"Huaargghk..!!" teriakkan terkejut dan kesakitan segera bergaung lantang, di sepanjang lorong bawah tanah bekas istana legenda itu.Sosok Ki Taksaka nampak mengejang hingga seluruh otot-otot tubuhnya terlihat bertonjolan. Sungguh masih nampak bugar sekali lelaki yang berumur sekitar 60 tahun itu.Ya, pada masa itu kesempatan umur hidup manusia memang cukup panjang.Perlahan tubuh Ki Taksaka bergetar menyerap suatu energi yang menga
."Namanya Jalu Sajiwo. O ya, namamu siapa ya?" tanya Ayu pada Baruna, setelah dia menyebutkan nama Jalu yang sedang dicarinya."Namaku Naruba. Wah, sepertinya aku baru mendengar nama itu Nona. O ya siapakah nama Nona?" sahut Baruna menyembunyikan nama aslinya, seraya balik bertanya pada Ayu.Tentu saja Baruna memilih untuk berbohong pada Ayu. Karena dia tahu pasti akan terjadi keributan, jika Ayu sampai bertemu dengan Kirana."Namaku Ayu Prastika. Sudah kuduga kau pasti tak mengenalnya, karena dia memang bukan penduduk wilayah ini," sahut Ayu, seraya memaklumi ketidak tahuan Baruna pada Jalu.Saat Ayu berdebat dengan Kirana di danau Dua Naga, dia memang tak memperhatikan kehadiran sosok Baruna di tempat itu. Karenanya dia merasa baru melihat Baruna saat itu."Ayu. Apakah kau memiliki tempat tinggal di wilayah ini?" tanya Baruna, hendak menguji kejujuran Ayu."Aku seorang pengembara Naruba. Aku sama sekali tak memiliki tempat tinggal atau pun sanak famili di wilayah ini," sahut Ayu apa
"Ayo..! Pasang semua umbul dan panji yang masih belum terpasang..! Sebelum para tamu undangan berdatangan siang nanti!Jangan sampai kita di anggap tak siap merayakan hari berdirinya sekte Rajawali Emas yang keenam ini..!" seru Panji mengingatkan para anggota sekte Rajawali Emas, yang bertugas memasang umbul-umbul serta panji-panji sekte Rajawali Emas di sekitar markas.Umbul serta panji sekte Rajawali Emas itu bahkan dipasang hingga sepanjang pohon-pohon di tepi jalan, yang merupakan akses menuju ke markas sekte Rajawali Emas.Hingga saat tiba waktu menjelang siang. Para tamu undangan dari berbagai sekte, para pendekar non sekte, perwakilan ataupun pihak kerajaan dari tiga tlatah, bahkan hingga para tokoh sepuh dunia persilatan, telah mulai berdatangan memasuki markas sekte Rajawali Emas.Ya, siapa yang tak mengenal dan tak mendengar kebesaran nama serta sepak terjang para anggota sekte Rajawali Emas. Sekte yang menyandang nama harum di dunia persilatan, maupun di hati para penduduk T
BLAPH..!Seketika kilau cahaya putih cemerlang yang menyilaukan di atas area Padang Khayangan yang tak bertepi itu pun lenyap.Kini hanya ada warna keemasan pekat di area Padang Khayangan itu. Sunyi ... angin pun bagai tak berhembus saking tenangnya.Jalu ambil posisi bersila dengan sikap teratai, perlahan dia pejamkan kedua matanya. Tak lama Jalu pun tenggelam di alam keheningan yang tercipta. Pasrah ... Mandah ... dan Berserah.*** Dan kehebohan pun terjadi di Tlatah Klikamuka.Ya, semua orang di sana ribut dan panik mencari sosok Jalu, yang bagai hilang ditelan bumi. Mereka semua yakin Jalu bisa mengatasi dan melenyapkan Arya. Karena Arya sendiri tak pernah muncul kembali, setelah duelnya melawan Jalu.Selama 7(tujuh) hari lebih seluruh orang di Tlatah Klikamuka mencari keberadaan Jalu. Mereka menyusuri dengan kapal-kapal laut hingga jauh ke laut lepas, namun tetap saja sosok Jalu tak mereka lihat dan temukan.Pada akhirnya mereka semua menyimpulkan, bahwa Jalu telah mati sampyuh
Sosok Eyang Sokatantra ambyar berkeping, terlabrak pukulan inti 'Poros Bumi Langit' milik Eyang Bardasena.Ya, bola emas berpusar milik Eyang Bardasena itu berhasil menerobos titik benturan pukulan dahsyatnya dengan pukulan milik Eyang Sokatantra.Akibatnya, dengan telak sekali bola emas yang berputar dahsyat itu menghantam dada Eyang Sokatantra. Sungguh dahsyat tak tertahankan memang power Eyang Bardasena saat itu. Kendati sesungguhnya power Eyang Sokatantra berada di atas tingkatan Eyang Barnawa dulu.Ya, keajaiban olah Pernafasan Bathara Bayu yang diperdalam Eyang Bardasena di bawah arahan Jalu, memang telah membuat peningkatan pesat pada powernya.Bahkan bisa dikatakan Eyang Bardasena kini telah memasuki ranah awal di tingkat Ksatria Semesta tingkat tak terbatas, ranah yang sama seperti halnya Jalu. Namun tentu saja power dan daya bathin Eyang Bardasena masih berada beberapa tingkat di bawah Jalu."Hukghs..!" sosok Eyang Bardasena terhuyung ke belakang, namun cepat dia kembali teg
Wuunnggtzz..!!! Weerrsskh..!!Dengung membahana suara cakra emas yang memancarkan cahaya cemerlang terdengar. Cakra emas itu berputar menggila bukan main cepatnya.Seluruh badai angin yang berada di sekitar lokasi pertarungan itu, seketika ikut terhisap masuk dan menyatu dengan pusaran badai raksasa cakra tersebut. BADAS..!Sementara badai halilintar emas tak henti menghujani lokasi pertarungan Arya dan Jalu tersebut. Tengah laut, lokasi pertarungan dua tokoh muda tersakti di jamannya itu, seketika bagai berubah menjadi sebuah wilayah yang terkutuk. Mengerikkan..!Dan yang terdahsyat adalah terbentuknya pusaran laut mega raksasa, yang berpusat di bawah sosok Jalu melayang. Pusaran laut raksasa itu mencakup radius yang sangat luas, hingga menelan pusaran raksasa yang berada di bawah sosok Arya! Inilah kegilaan yang super gila..!"Ca-cakra Semesta..?! Ini Gila..!! Keparat kau Jalu..!!" Arya tersentak kaget dan gentar bukan main. Dia seketika teringat ucapan Maha Gurunya sang Penguasa Ke
"HUAAAHHH..HH..!!!"Teriakkan bergemuruh dari pasukkan perang tiga tlatah membahana badai di pantai Parican saat itu. Dan permukaan air laut di pantai Parican yang biasanya berwarna hijau kebiruan itu, kini telah berubah total menjadi merah darah..!Patih Karna bisa mengerti siasat panglima Indrakila, dengan tidak melabuhkan kapal di pelabuhan pantai Parican. Karena rawan untuk dipakai para pasukkan tlatah Bhineka, yang hendak melarikan diri nantinya.Sungguh siasat yang cukup mematikan langkah pihak musuh. Sebuah siasat yang hanya berarti dua pilihan untuk pihak musuh, tetap menyerang dan melawan, atau mati di negeri orang..!Sungguh sebuah kesalahan fatal dari siasat dan pemikiran Panglima Besar pasukkan Bhineka, Arya.Arya tak memperhitungkan, bahwa persatuan dan persahabatan tlatah Pallawa, Klikamuka, serta Ramayana semakin bertambah solid, setelah perang besar yang terjadi 5(lima) tahun yang lalu.Arya benar-benar kurang memperhitungkan hal yang sebenarnya sangat fatal itu.***
"Bedebah kau Bardasena..! Bisakah sopan sedikit saat berbicara denganku! Simpan arakmu brengsek..!" seru marah Eyang Sokatantra.Ya, Eyang Sokatantra sangat keki dan merasa diremehkan oleh sikap Bardasena, yang berbicara dengannya sambil minum arak."Hmm. Sokatantra kita sudah sama sepuh, dan kita sudah sama tahu apa itu arti basa basi dan sikap munafik. Apa bedanya sikapku yang minum arak, dengan kata-kata makian kasarmu itu padaku! Hahahaa!" seru Eyang Bardasena tergelak, membalikkan teguran Eyang Sokatantra dengan sindirannya."Hmm. Baik Bardasena! Kita mulai saja pertarungan kita sekarang!" karuan Eyang Sokatantra bertambah keki, mendengar ucapan Eyang Bardasena yang dengan telak membalikkan teguran dengan sindiran tajamnya.Glk, glk, glk!"Baik Sokatantra! Sebaiknya kita juga bertarung agak ke tengah laut sana! Kasihan jika ada prajurit yang tewas karena pukulan kita yang meleset," ucap tegas Eyang Bardasena, menyambut tantangan Eyang Sokatantra.Slaph..!! Slaphh..!!Dua tokoh se
"MEREKA DI BELAKANG KITA..! BERSIAPLAH..!" seru lantang sang Mahapatih Suryalaga.Dia memimpin pasukkan penjaga di pantai Parican untuk mundur, agar pasukkan musuh terpancing untuk maju mengejar mereka, yang disangka gentar oleh pasukkan musuh.Cepat sekali ke 9 ribu pasukkan yang dipimpin sang patih Suryalaga tersebut membentuk barisan di sisi kiri dan kanan depan pasukkan sang Maharaja, yang telah berbaris di depan perbatasan kotaraja. Hingga Pasukkan Tlatah Klikamuka dan sekutunya kini membentuk formasi huruf 'U'.Srraakh.! Spyaarrsshk..!Sang Maharaja lolos keris pusaka 'Ki Nogo Suryo' dan acungkan keris pusaka itu ke arah langit. Seketika selarik kilatan terang melesat dari keris pusaka itu menembus awan, langit pun nampak semakin terang, walaupun matahari belum lagi menyorotkan sinar terangnya di pagi hari itu."ESA HILANG DUA TERBILANG..! PARA KSATRIA KLIKAMUKA..!! SERAANNGG..!!" seru lantang sang Maharaja, seraya acungkan 'Ki Nogo Suryo' ke arah depan dan membedal maju kudanya
HUUOOONNKKHH...!!!Suara gaung terompet/sangkha bergema membahana dari tepian batas laut di pantai Parican. Suara gaungnya mengoyak kesunyian pagi, dan menembus hingga ke dinding perbatasan kotaraja Klikamuka.Ya, itulah gaung terompet/sangkha dari pihak armada perang Tlatah Bhineka, hal yang menandakan armada pasukkan Bhineka akan bergerak menyerang ke wilayah Klikamuka!"PASUKKAN BHINEKA..! MAJUU..!!" seru lantang panglima besar mereka Arya. Sebuah seruan yang dilambari power tenaga dalamnya, hingga menembus gendang telinga segenap pasukkan kapal armada tlatah Bhineka itu."MAJUU..!!""SERANNGG..!!"Seruan Arya segera di ikuti oleh seruan komando para pimpinan kapal pasukkan armadanya. Serentak seluruh armada kapal perang tlatah Bhineka meluruk maju dengan cepat, melesat menuju tepi pantai Parican untuk mendaratkan 25 ribu lebih pasukkannya.Sementara jauh di belakang armada perang Bhineka itu."ARMADA RAMAYANA..!! KEJAR DAN SERANGG MEREKA..!!" seru lantang sang Patih Karna Ekatama
"Heeii..! Utusan Arya keparat..! Lekas ambil surat dari Tuanmu itu, dan berikan kembali pada junjunganmu si Arya itu!" seru keras sang Maharaja Klikamuka."Ba-baik paduka..!" seru gugup sang utusan yang merasa gentar, karena dia merasa sedang berada di sarang harimau. Segera di ambil dan dilipatnya kembali surat maklumat dari junjungannya, yang kini penuh dengan ludah itu."Katakan pada junjunganmu si Arya itu! Surat maklumatnya hanyalah sampah di mata rakyat Tlatah Klikamuka ini! Cepat keluar..!" seru sang Maharaja Klikamuka murka."Ba-baik Paduka!" dengan menyahut gugup, sang utusan itu segera keluar dari istana Klikamuka. Nampak wajahnya pucat pasi, dia sadar perang tak bisa terhindarkan lagi kini.Sepanjang jalan menuju kembali ke pantai, dia mengamati kekuatan pasukkan dan perlengkapan perang Tlatah Klikamuka itu. Dan hatinya menjadi bergetar ngeri, karena ternyata jumlah pasukkan Tlatah Klikamuka setara dengan jumlah pasukkan kerajaan Bhineka!Hal yang meleset dari perkiraan jun