All Chapters of Pengacara Miskin Itu Ternyata Miliarder: Chapter 11 - Chapter 20

21 Chapters

Puzzle Ke Kasus Baru

Dewa mengikuti saran Angga untuk menggunakan masker yang menutupi wajah dan juga topi berwarna serba hitam, begitu juga pakaian sampai jaket kulitnya. Setelah turun dari motor, keduanya sudah di suguhi keramaian dari upaya 7 orang pria sedang berusaha melumpuhkan seorang pria yang coba melawan. "Lu duluan, Bro." Angga berjalan lebih pelan di belakang pundak Dewa. "Kalau urusan percintaan emang gue jagonya, tapi yang berhubungan sama body gini, lu masternya dah," ucapnya was-was menatap ngeri satu-persatu pria yang sedang mengahajar Malik. "Hentikan!" bentak Dewa keras. "Dia temanku!" Bukannya menunggu reaksi para penyerang Malik yang sedang duduk meringis memegangi perutnya, tapi Dewa justru langsung maju dan menghajar satu-persatu 7 pria itu dengan tendangan dan tinjuan secara cepat. Selama aksi Dewa ini, Angga berlari menarik tangan Malik untuk membantunya menjauh. "Serahin ke Dewa aja," ucapnya saat Malik ingin membantu melawan. Dan benar saja, dalam waktu kurang dari 5 m
Read more

Aku Sudah Disini

Setelah sampai di rumah, tak lantas membuat Dewa segera pejamkan kedua matanya. Dari semua masalah yang memenuhi pikirannya, hanya satu yang paling susah dia kesampingkan. Apalagi kalau bukan soal hati. Dewa duduk bersandar di kasur sambil menimang-nimang ponselnya. "Telpon nggak ya?" gumamnya bingung. Benar kata Angga. Kalau soal wanita Dewa suka mati langkah, terlebih yang di hadapinya selalu saja gadis-.gadis dari keluarga kaya. Dewa beranikan diri memulai pesan untuk Kirana, menanyakan apa gadis cantik bercat rambut cokelat hangat itu sudah tidur ataukah belum. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam, jadi Dewa juga tak berharap banyak pada usahanya ini bila mengingat tadi Kirana sudah lakukan protes padanya lalu uring-uringan. Dewa hela napas dalam ketika hampir 10 menit berlalu tapi belum ada balasan dari Kirana. Dewa memutuskan mengetik pesan untuk meminta maaf, tapi tanpa banyak kalimat lain, berharap Kirana masih seperti dulu ketika mereka sedang perang dingin. "Kayakn
Read more

Pernyataan Cinta Di depan Sang Ayah

"Kamu masih mengharap istrimu, ya?" Dewa keluar dari lamunan sesaatnya, dan tersentak dengan pertanyaan Kirana ini. "Kamu ngomong apa? Ini bukan soal perasaan." Dewa tunjukkan sikap sama dengan Kirana. Dulu, hal semacam ini akan jadi sebuah candaan bahkan sampai bahan olok-olokan untuk satu sama lain, tapi tidak ketika ego keduanya juga telah menjelma jadi manusia dewasa. "Habis kamu kayaknya langsung kepikiran pas aku bahas soal keluarga istrimu." Dewa sedikit menunduk, lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Kirana yang merespon mundurkan ke belakang. "Cemburu, ya?" ucap Dewa pelan dan dalam. Sesuatu dimana dulu tak sekalipun berani dia lontarkan bila dalam keadaan yang sama. "Apa, sih?! Sukanya asal, deh!" Dewa tersenyum. Ada rasa puas bila mampu buat Kirana salah tingkah. Ia raih tangan Kirana, menggenggam dalam tatapan sayu dan dalam. "Kirana ... Aku ..." Deheman terdengar lagi, kali ini lebih keras. Aldi berdiri lalu mendekat, segerakan Kirana melepaskan diri dari genggam
Read more

Aktor Di balik Kegaduhan

"Dewa ... Anakku." Dewa spontan mencium lagi punggung tangan Aryo Bimo. Ucapan terbata dari dua kalimatnya jadi bukti bahwa restu itu telah dia dapatkan. "Terima kasih, Pak. Anda sudah tepati janji Anda." *** Di tempat lain, pada ruang kerja berdesain mewah dan luas. "Tuan. Kenapa Anda belum juga tidur?" pertanyaan Sekretaris Li pada Rizal Wijaya di depan laptop dan masih mengikuti pergerakan angka-angka yang tiap beberapa detik terus bergerak. "Grafiknya masih turun, Li." Jawaban dari Rizal yang tidak nyambung dengan pertanyaannya, membuat Sekretaris Li justru khawatir. "Apa Anda ingin segera bertemu anak itu, Tuan?" "Apa kamu ingin tidur, Li? Seharusnya kamu pulang saja, nggak perlu menginap di sini lagi." Sekretaris Li menghela napas, lalu di hembuskan perlahan. "Jangan menyiksa diri Anda, Tuan. Anda tidak bersalah." "Aku bersalah, Li! Semua itu terjadi karena kebodohanku!" Sekretaris Li menatap trenyuh dari balik punggung Rizal Wijaya yang duduk di atas kursi
Read more

Pengacara Bajingan!

Pagi harinya. Air gemericik membasuh wajah sumringah Dewa. Ketika cinta mengisi jiwa, serasa dunia sudah dalam genggaman. Dewa segera pulang ke rumah, tapi berlanjut bersiap ke kantor, sekaligus tatap tantangan apa hari ini. "Pak. Daftar pertanyaan yang Anda usulkan di sidang nanti sudah saya rekap, sekaligus semua dokumen terkait." Anjasmara memberikan berkas yang dia maksudkan pada Dewa. Dewa lirik jam tangannya terlebih dulu. "Masih ada 10 menit, setelah itu kita jalan. Beri aku waktu baca dulu," putusnya dan di tanggapi Anjasmara untuk ke membuatkan minuman. Kantor yang mengenaskan. Sebagian besar perabotannya sudah di angkut oleh pihak Deasy, sehingga hanya tersisa bagian pantry yang berada di di lantai 3 ruko sekaligus di gunakan sebagai tempat beracara. Pegawainyapun hanya 3 orang, terdiri dari Anjasmara sebagai asisten Dewa, seorang office girl dan seorang security. Sebuah ketukan di pintu mengagetkan keduanya. Anjasmara segera membuka, dan semakin di lebarkan ketika
Read more

Secerca Harapan Itu Bernama Rizal Wijaya

Dewa segera menyalakan mesin mobil setelah mengucap terima kasih pada dua petugas keamanan yang secara sukarela mengantar mereka sampai mobil, baru kemudian berikan jawaban pada Rani. "Resiko pekerjaan." "Anda tidak takut, Pak?" "Kalau kamu sudah mencintai pekerjaan, maka tidak akan mengenal apa itu kata takut, Rani." Rani menatap takjub akan jawaban dan setiap sepak terjang Dewa setelah hanya dalam waktu belum sehari saja sudah di suguhkan bagaimana Dewa menjalani rutinitasnya. "Wedus! Asu!" umpatan isi kebun belakang pak dhe dari Anjasmara tiba-tiba keluar, seraya melanjutkan mengusap wajahnya dengan tissu. "Dibayar berapa sih mereka? Seneng banget jahatin orang? Keliatan banget nggak pernah nonton film siksa neraka!" Anjasmara terus saja ngedumel. Ia seperti tak mau kalah jadi pusat perhatian juga di depan Rani. Berbeda dengan Anjasmara, Dewa memilih diam, sibuk membersihkan diri dengan melepas kancing kemeja, setelah menoleh ke kursi penumpang dan memastikan sekretaris b
Read more

Aku Tidak Mau Di Remehkan

Sesampainya di kantor, maksud hati ingin menghubungi Sekretaris Li secara langsung tanpa melewati Anjasmara, tapi Dewa sudah di suguhi berita yang kembali membuatnya terhenyak. "Aku memang sudah menduganya, tapi nggak menyangka akan sejauh ini," ujarnya di hadapan 2 pegawainya, Anjasmara dan Rani, bertiga duduk berhadapan di satu meja makan berukuran sedang dan bulat di pantry lantai 3. "Iya. Anda pernah bilang kalau kemungkinan besar Pramono akan mengajukan banding atas kasus sengketa tanah dengan warga itu." "Tapi aku tidak menyangka kalau dia juga menuntutku." "Memang orang bernama Pramono itu menuntut Bapak apa? Kan Anda itu pembela?" Rani mulai tertarik dengan profesi atasannya, meski baru sehari bekerja. Kharisma yang di tunjukkan oleh Dewa jugalah membuat Rani merasa nyaman walaupun sudah di hadapkan resiko akan beban pekerjaan Dewa sebagai seorang pengacara publik juga. "Pembela kaum lemah, tepatnya," sela Anjasmara dengan dagu sedikit terangkat, bangga akan idealism
Read more

Tuduhan Warga

Pada sore harinya. "Pak. Sekretaris Li sama sekretarisnya Pramono sudah kasih jawaban." Anjasmara meraih es teh yang di buat Rani, mengalihkan kewajiban itu padanya. "Biar aku yang kasih," ucapnya, lantas mengambil tempat duduk di hadapan Dewa yang sedianya di pakai Rani. "Apa saja?" tanya Dewa, melepaskan jemarinya dari atas tuts keyboard laptop. "Tuan Rizal Wijaya di akhir pekan ini, dan Pramono besok, Pak." "Pramono sama pengacaranya tidak?" "Kurang tahu, Pak. Saya bilangnya sesuai pesan Bapak tadi saja." "Oke. Kita pulang sekarang." "Pulang, Pak? Lalu bagaimana dengan orang-orang yang makin banyak di depan situ?" Dewa berjalan cepat menghampiri jendela kaca lantai 3 ruko tersebut. Benar kata Anjasmara, di bagian depan pintu utama terdapat kerumunan orang yang tidak mereka kenali. "Mereka siapa? Apa tidak ada janji bertemu denganku lewat kamu?" tanya Dewa tapi tatapannya tertuju di halaman parkir ruko. "Kata Yanto mereka wartawan, Pak." "Tapi ada yang tidak pa
Read more

Tahukah Dirimu, Aku Hanya Mencintaimu

Malam harinya. Setelah melihat keadaan Aryo Bimo di kamar perawatannya, Dewa menunggu kedatangan Kirana di salah satu sisibalk9n di gedung khusus parkiran di lantai 3B. "Hai, are you okay?" remasan pelan di pundak Kirana berikan sebagai sapaan pada laki-laki yang kini jadi kekasihnya ini. "Yeah, I'm okay." Dewa geser posisi duduknya untuk berbagi tempat dengan Kirana. Kini mereka berdua duduk berdampingan pada pada kursi kayu penjaga parkir yang sedang tak berada di posnya memghadap ke jalan raya. "Tadi aku mampir dulu beli roti sama kopi buatmu juga. Mama masih drop, jadi cuma bisa jaga pagi sampai siang. Kalau sudah malam, nggak akan kuat," cerita Kirana seraya menyodorkan apa yang sudah di belinya untuk Dewa juga. "Tadi ada pemberitahuan dari dokter, katanya dapat telpon dari konsultan jantung rumah sakit luar, rekomendasi dari kolega Papa katanya. Paling nggak ada second opinion buat kemungkinan Papa pasang ring. Tinggal tunggu hasil medical ceck up, lalu jadwal operasi di
Read more

Karena Dia Anakku

Melalui pertimbangan singkat, Dewa memutuskan pergi ke rumah Rizal Wijaya. Waktu menunjukkan pukul 8 malam. Belum di anggap keterlaluan bila bertamu di rumah orang. Dewa parkir motornya di depan gerbang kembar dengan tinggi hampir 2 kali lipat posturnya. Dua orang penjaga keluar dari pos untuk mulai menanyai. Tak ada senyuman, hanya raut dingin dengan tatapan skeptis ke arah Dewa. "Sudah ada janji?" tanya salah satunya dengan tatapan menilai sosok Dewa dari penampilannya. "Saya ingin bertemu Pak Rizal Wijaya. Apa syaratnya?" tanggapan Dewa sekaligus melontarkan sebuah pertanyaan. Dengan hanya mengendarai motor dan penampilan biasa saja, membuat penjaga keamanan itu spontan berikan jawaban pengusiran. "Kalau tidak ada janji, sebaiknya pergi saja," ucapnya seraya mendorong Dewa agar kembali ke motornya. "Tapi, Pak. Tolong. Meskipun nanti hasilnya saya di usir, tapi satu permintaan saya. Katakan pada Rizal soal kedatangan saya, Pak," hibah Dewa yang menolak berbalik badan. Dor
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status