Semua Bab Suamiku Terpincut Sahabatnya: Bab 91 - Bab 100

100 Bab

Bab 91 Halaman yang Dipenuhi Kata Maaf

Namun, tidak ada tulisan apa pun lagi di halaman selanjutnya. Billy memastikannya beberapa kali dan mendapati ada halaman yang disobek.Terlihat jelas bahwa Syifa menyobeknya dengan kasar tanpa memedulikan apa pun lagi. Dia pasti merasa sangat tersiksa saat itu.Billy ingin tahu apa yang ditulis Syifa. Dia mendekatkan diari itu ke lampu dan samar-samar terlihat goresan dangkal pada kertas belakangnya.Billy segera menelepon resepsionis dan memerintahkan, "Antarkan pensil ke kamarku. Yang cepat!"Resepsionis tidak berani lalai dan buru-buru mengantarkannya. Kemudian, Billy mulai menggores di atas halaman itu. Bukan tulisan yang intens, hanya kata maaf yang memenuhi seluruh halaman.Seketika, Billy diliputi oleh ketidakberdayaan dan kesakitan yang luar biasa. Syifa pasti menulis ini setelah membulatkan tekadnya untuk menggugurkan anak mereka, 'kan?Saat itu, Syifa pasti mendengar obrolannya dengan Shifa di balkon. Seperti yang dikatakan Syifa, sejak Shifa muncul, dia langsung merasakan
Baca selengkapnya

Bab 92 Kamu Masih Bilang Tidak Memikirkannya?

Segera, terdengar suara Shifa dari ujung telepon. "Billy, beraninya kamu mengabaikan teleponku! Kamu tahu berapa kali aku meneleponmu? Kenapa nggak kamu jawab?""Shifa, tunggu aku di lobi. Memang ada beberapa hal yang harus kita bicarakan," ujar Billy dengan dingin."Lobi? Aku lagi hamil dan kamu suruh aku tunggu di lobi? Kamu di kamar mana? Aku ke kamarmu," tolak Shifa."Aku akan turun mencarimu," balas Billy.Balkon di sini menghadap ke pegunungan. Ketika mengobrol dengan Shifa di lantai 8 waktu itu, Syifa mendengar semuanya. Kalau Shifa kemari, Billy khawatir ibunya merasa terganggu."Aku nggak mau! Aku nggak mau menunggu di lobi!" tolak Shifa."Kalau begitu, aku suruh resepsionis buka kamar baru," tutur Billy."Billy, apa ada sesuatu yang nggak boleh kulihat di kamarmu? Ada wanita di kamarmu?" tanya Shifa."Nggak ada," balas Billy dengan suara rendah."Kalau begitu, kenapa aku nggak boleh ke sana? Pasti ada sesuatu, 'kan?" Shifa langsung bertanya kepada resepsionis itu, "Bos kalia
Baca selengkapnya

Bab 93 Pertemuan Antara Musuh

Amarah Billy telah berkecamuk. "Shifa, cepat lepaskan tanganmu. Kita bisa bicarakan masalah ini nanti.""Aku nggak mau! Sekarang kamu sudah berani mengabaikan teleponku. Kalau nggak memberimu pelajaran, kamu bakal merajalela!" tolak Shifa.Meriam belum kembali ke lantai atas. Dia mencoba membujuk, "Nona, nyawa lebih penting dari apa pun. Nyonya kesakitan sekarang. Dulu Nyonya sangat baik padamu. Masa kamu tega menunda pengobatannya? Cepat lepaskan Tuan. Masalah kalian bisa dibicarakan nanti.""Diam! Ini masalahku dengan Billy! Pelayan sepertimu nggak pantas berbicara!" bentak Shifa.Wajah Meriam sontak memucat. Dia termasuk senior di rumah Keluarga Aditama. Billy dan seluruh anggota Keluarga Aditama begitu menghormatinya, tetapi Shifa malah membentaknya. Meriam pun tidak bisa berkata-kata dibuat wanita ini.Saat ini, terdengar sirene ambulans di luar. Resepsionis itu berseru, "Pak, ambulans sudah sampai!"Billy tentu merasa senang. Hanya saja, kakinya masih dipeluk oleh Shifa erat-era
Baca selengkapnya

Bab 94 Berdempetan

Kondisi Erica cukup buruk. Syifa merentangkan tangannya dan berkata, "Senter." Seseorang segera menyerahkan senter. Syifa memeriksa pupil Erica, lalu bertanya dengan ekspresi serius, "Berapa tekanan darahnya?" "Lima puluh dan sembilan puluh, tapi terus menurun," timpal seorang dokter. "Pasang tabung oksigen," instruksi Syifa. "Baik." Meriam yang berdiri di samping merasa sangat panik. Setelah melihat Syifa memeriksa cukup lama, dia maju untuk bertanya, "Nyonya, gimana?" Syifa bangkit, lalu menginstruksi asistennya, "Hubungi UGD yang menangani stroke. Begitu kita tiba, mereka harus langsung menangani pasien. Hati-hati saat memindahkan pasien, kurangi guncangan sebisa mungkin." "Baik." Para dokter muda mulai bekerja sesuai instruksi Syifa. Mereka mengangkat Erica ke tandu dengan perlahan, lalu memasang tabung oksigen. Setelah semuanya beres, Syifa baru menjawab pertanyaan Meriam, "Menurut diagnosis pertama, ini stroke akut." "Apa sangat berbahaya?" tanya Meriam yang kurang meng
Baca selengkapnya

Bab 95 Hanya Tidak Ingin Berhubungan dengannya

Meriam sudah naik ke mobil. Dia pun terkejut dan buru-buru bertanya, "Nyonya, kamu baik-baik saja?"Syifa menunduk dan melihat perban di kakinya menjadi merah. Para dokter itu juga terkejut. Mereka bertanya dengan cemas, "Bu, kamu nggak apa-apa?""Aku baik-baik saja. Bantu aku naik," ujar Syifa.Salah satu dokter itu menjulurkan tangan. Syifa hendak meraihnya, tetapi tubuhnya tiba-tiba terasa ringan.Billy menggendong Syifa ke ambulans, lalu menurunkannya di samping. Syifa menunduk dan berujar, "Terima kasih.""Seharusnya aku yang berterima kasih," timpal Billy.Karena waktu mendesak, Syifa tidak ingin berbasa-basi lagi. Dia langsung menginstruksi sopir, "Ke rumah sakit."Ambulans melaju dengan cepat meninggalkan resor. Karena ada guncangan, Syifa meletakkan tangannya di belakang kepala Erica untuk meredam guncangan.Meriam menawarkan diri, "Nyonya, biar aku saja.""Nggak apa-apa, dari posisiku lebih mudah." Syifa tersenyum untuk menghiburnya."Bu, tekanan darah pasien mulai normal,"
Baca selengkapnya

Bab 96 Meninggalkan Bekas

Suster tentu mengenal Syifa. Dia bertanya, "Bu, kamu keluarga pasien?" "Ya, pasien adalah mertuaku," sahut Syifa. Setelah menandatanganinya, dia berkata, "Sepertinya mertuaku sudah sakit kepala sebulan. Ini pertama kalinya dia mengalami stroke." "Waktu aku sampai, tekanan darahnya 50, 90. Setelah sampai di rumah sakit, tekanan darahnya 70, 110. Kadar oksigen 86% karena dia menghirup tabung oksigen selama 45 menit." Suster mengangguk. "Oke. Dokter memang membutuhkan informasi ini. Aku akan memberitahunya semua ini." "Terima kasih," ucap Syifa. Suster berbalik, lalu berlari masuk. Pintu kembali ditutup. Meriam tersenyum minta maaf dan berucap, "Nyonya, terima kasih. Untung ada kamu. Tuan benar-benar ... hais ...." Meriam memandang ke arah Billy dengan tidak berdaya. Syifa berkata, "Bibi, aku mau obati lukaku dulu. Kamu istirahat saja di sini. Aku akan segera kembali." Meriam baru memperhatikan kaki Syifa yang terluka. Dia berseru kaget, "Astaga! Kok bisa begini?" Perban Syifa su
Baca selengkapnya

Bab 97 Apa yang Kalian Lakukan?

Ekspresi Aulia menjadi masam. "Eh? Meninggalkan bekas? Pak Irvin, kamu harus pikirkan cara supaya nggak ada bekas luka di kaki Bu Syifa. Hidupnya sudah cukup berat belakangan ini. Jangan sampai ada bekas luka di kakinya."Irvin menyahut, "Sekarang sudah tahu takut? Sebagai dokter, kamu harus bisa menjaga diri sendiri dulu. Kamu sudah lupa semua ajaran di universitas?"Syifa menggertakkan gigi sambil menahan rasa perih. Kemudian, dia berujar, "Pasien terkena stroke. Lebih baik kakiku ada bekas luka daripada pasien kenapa-napa."Irvin baru memahami situasinya. Stroke memang berbahaya. Begitu mendengarnya, gerakan tangan Irvin baru menjadi lebih lembut supaya Syifa tidak kesakitan.Selesai membalut luka Syifa, Irvin berpesan dengan sungguh-sungguh, "Jangan melakukan aktivitas berat lagi. Paham?"Syifa tahu Irvin berbicara demikian demi kebaikannya. Dia mengangguk dengan patuh. "Ya, tenang saja.""Eee ... waktu melakukan itu dengan suamimu, kamu juga harus hati-hati. Jangan terlalu kasar.
Baca selengkapnya

Bab 98 Kamu Yakin dengan Omonganmu Sendiri?

Suara ini ....Syifa memandang ke arah sumber suara. Terlihat Billy berdiri tidak jauh dari tempat mereka sambil mengernyit.Billy bergegas menghampiri, lalu menjulurkan tangan untuk menggendong Syifa. Dia berkata, "Syifa, aku sudah datang."Dylan langsung membalikkan tubuhnya untuk menghindari tangan Billy. Sesudahnya, dia bertanya balik, "Pak, ada masalah apa?""Pak Dylan," sapa Billy dengan suara yang sangat dingin."Ya. Kamu mengenalku?" Dylan tersenyum."Kita pernah bertemu di restoran waktu itu," timpal Billy.Dylan terkekeh-kekeh dan berkata, "Oh, aku sudah ingat. Kamu yang membawa wanita hamil yang membuat keributan itu.""Pak Dylan, apa pantas menggendong istri orang di hadapan suaminya?" tanya Billy langsung."Istri orang?" Dylan mengangkat alisnya sambil tersenyum sinis."Tentu saja." Billy mengiakan."Kalau Bu Syifa istrimu, gimana dengan wanita hamil itu? Dia selingkuhanmu?" tanya Dylan.Ekspresi Billy menjadi sangat dingin. Dia berkata, "Sebaiknya turunkan Syifa dulu.""
Baca selengkapnya

Bab 99 Siapa Suruh Dia Begitu Mencintainya?

Billy tersenyum getir. Karena lukanya terasa perih, dia merintih sebelum menjawab, "Dicakar tadi."Tidak perlu disebutkan lagi siapa yang mencakarnya. Syifa tersenyum dingin dan berkata, "Kondisi ibumu kurang baik. Meskipun aku bukan dokter spesialis otak, aku tetap seorang dokter. Kondisi ini sangat serius. Jadi, sebaiknya kamu buat persiapan mental."Wajah Billy tampak pucat. Dia bertanya, "Kenapa ibuku bisa sampai begitu?""Entahlah. Mungkin karena terlalu emosional, mungkin karena usianya sudah tua dan ada plak di pembuluh darahnya yang pecah," jelas Syifa.Billy mengangguk dengan ragu sambil berkata, "Mungkin karena masalah perceraian kita dan ... anak kita."Syifa tidak ingin membahas tentang masa lalu. Dia hanya berujar, "Kalau Bibi Erica selamat, segera pikirkan cara supaya dia bisa hidup tenang. Kalau nggak, konsekuensinya akan fatal."Billy mengangguk memahaminya. "Aku akan berusaha supaya Shifa nggak mengganggunya.""Ya, kuharap begitu," balas Syifa.Tebersit amarah pada ta
Baca selengkapnya

Bab 100 Kami Nggak Punya Anak

Begitu mendengarnya, staf mendongak menatap Syifa. Dia mengira akan melihat ekspresi sedih, tetapi Syifa malah terlihat begitu tenang, bahkan tersenyum.Ketika melihat staf itu menatapnya, Syifa bertanya dengan sopan, "Apa ada yang perlu ditambahkan di dokumen?""Oh, nggak kok. Semuanya sudah lengkap," sahut staf itu."Baguslah." Syifa tersenyum.Staf bertanya lagi, "Gimana dengan hak asuh anak? Apa kalian sudah membahasnya?""Kami ...." Begitu membahas tentang anak, tatapan Syifa menjadi suram. Billy juga memalingkan wajahnya dan tidak ingin menanggapi. Pada akhirnya, Syifa menimpali, "Kami ... nggak punya anak.""Oh, oke. Kalau begitu, perceraian ini mudah diurus," ucap staf itu."Ya.""Tunggu sebentar, biar kuselesaikan semuanya.""Baik."Staf tiba-tiba bertanya kepada Billy, "Pak, apa kamu keberatan dengan sesuatu? Kenapa diam saja?""Aku ikuti keinginannya saja." Billy mendongak dan menggeleng.Staf terkekeh-kekeh, lalu memasang ekspresi paham dan bertanya, "Aku tahu, kalian mema
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status