Home / Fiksi Remaja / About Me: Alshameyzea / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of About Me: Alshameyzea : Chapter 101 - Chapter 110

143 Chapters

Bab 35. Rangkaian Canda dan Rasa (Part 2)

Aku menelan ludah, kemudian berkata, "Iya, itu aku lagi nulis kisah kita." Suaraku bergetar saat mengatakannya, jantungku berdegup semakin cepat. Hening kembali menyelimuti kami setelah pengakuanku.Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, Keenan akhirnya bicara lagi. "Aku suka tulisan kamu, lanjutin. Kalau bisa, jangan sampai tamat."Aku tersenyum pahit, meskipun dia tak bisa melihatnya. "Cerita itu nggak bakal tamat, Keenan. Karena itu kisah nyata," ucapku dengan lembut, menahan perasaan yang bercampur aduk."Sheena..." panggilnya pelan, suaranya membuat jantungku berdegup lebih kencang."Sheena... udah tidur, ya?" tanyanya lagi setelah beberapa detik hening."Belum," jawabku pelan, menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri."Sheena, makasih banyak ya, udah mau jadiin Keenan Aksara sebagai tokoh utama di tulisan kamu," ucapnya lembut, suaranya tulus dan hangat.Aku terdiam, tak tahu harus berkata apa."Semoga kisah yang kamu tulis akan terus berlanjut, seperti hu
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

Bab 35. Rangkaian Canda dan Rasa (Part 3)

Aku melangkah masuk dengan hati-hati. Ruangan itu sunyi, hanya ada deretan bangku yang rapi. Aku berjalan menuju salah satu bangku di dekat jendela—tempat biasa Arshaka duduk. Dengan cepat, aku merogoh tas dan mengeluarkan jas almamaternya yang sudah kulipat dengan sangat rapi. Aku meletakkannya di atas mejanya, berharap dia akan menemukannya tanpa mencurigai apa pun. Setelah itu, aku hendak bergegas keluar dari kelas XI IPA 1.Tiba-tiba, rasa canggung mendorong pikiranku untuk berpikir. 'Eh? Aku gak bilang makasih? Gimana caranya, ya?' Aku merasa terjebak antara rasa malu dan rasa takut pada sikap dinginnya yang sekarang. 'Oh!' Sebuah ide muncul di kepalaku. Aku kembali ke meja Arshaka dengan cepat, mengambil bolpoin yang selalu kubawa di sakuku, juga mengeluarkan sebuah buku dari tasku. Aku merobek selembar kertas itu dan mulai menulis. Meski ini adalah cara yang sangat tradisional, aku merasa ini adalah yang terbaik yang bisa kulakukan.Setelah menulis dengan tangan yang sedikit b
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

Bab 35. Rangkaian Canda dan Rasa (Part 4)

Kami melanjutkan langkah kami, melewati Arshaka dan Clara yang kini terdiam di tempat. Aku menundukkan pandangan, tak berani menatap langsung ke arah mereka. Jantungku berdebar-debar, terasa berat setiap kali kakiku melangkah semakin dekat dengan mereka. Namun, dari sudut mataku, aku bisa merasakan tatapan Arshaka yang tak lepas dariku. Entah itu hanya perasaanku saja, atau mungkin memang benar-benar ada sesuatu dalam caranya memandang. "Kamu udah sarapan?" tanya Keenan tiba-tiba, kami berdua sambil berjalan menyusuri jalan yang tadi aku tunjukkan ke Keenan kalau aku dan Aline melewati jalan ini tadi pas berangkat. Aku mengangguk sambil tersenyum ke Keenan. "Oh, pantes." jawab Keenan sambil mengangguk. Aku menoleh ke arahnya, "pantes apa?" Alisku terangkat. "Pantes tambah cantik." jawab Keenan dengan santai, matanya sambil menunduk, mencari bolpoin itu. Aku mengerutkan keningku, "Apa sih, Keenan, kok jadi gaje banget." jawabku, padahal aku sudah serius mendengarkan nya. Keenan
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

Bab 36. Saat Sabar Menyapa

"Saat sabar menyapa, kita belajar bahwa ketenangan adalah bagian dari proses menuju keberhasilan."⋆.⋆☾⋆.⋆☾⋆.⋆☾⋆.⋆Kelas tampak sunyi, namun di balik keheningan itu terdapat ketegangan yang mendidih. Suara gesekan pensil di atas kertas, erangan pelan beberapa siswa yang kebingungan, dan ketukan jemari Pak Iwan pada keyboard laptopnya membentuk latar suara yang monoton namun tegang. Aku tenggelam dalam angka-angka di kertas di depanku, berusaha menyelesaikan soal matematika yang sepertinya tiada ujung.Namun, tiba-tiba suara Aline menyelinap di antara keheningan itu."Al, tadi kamu kemana pas aku ke kamar mandi?" tanyanya tanpa sedikitpun melepaskan pandangannya dari tugasnya. Gerak tangannya cekatan, seperti mesin yang tak berhenti, tapi tetap saja dia punya waktu untuk memancing obrolan.Aku melirik ke arahnya sekilas, sedikit terganggu tapi tetap santai. "Tadi aku sama Keenan..""Oh, pantes," potong Aline, nadanya santai, tapi ada kilatan iseng dalam suaranya. "Tiba-tiba kamu udah i
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

Bab 36. Saat Sabar Menyapa (Part 2)

Aku hendak menjawab, tapi Ghisel sudah menyela. "Dia mau rapat OSIS, Keenan. Nanti aja ya ngajak berduaannya," candanya sambil melirik Keenan dengan senyum jahil.Keenan hanya tersenyum tipis, anggukannya pelan tapi penuh arti. Abhi, yang berdiri di sampingnya, tidak bisa menahan diri untuk tidak ikut bercanda. "Sabar, Pak Ketu, nanti aja kalau mau berduaan katanya."Keenan melirik tajam ke arah Abhi, sementara Nevan dan Kafka menahan tawa di belakang mereka. Candaan itu membuat suasana sedikit lebih ringan, tapi aku masih merasakan ketegangan di dadaku.Ghisel menatapku lagi, kali ini lebih mendesak. "Ayo, Al. Kita harus ke ruang OSIS sekarang."Dengan berat hati, aku akhirnya berdiri. Langkahku terasa berat, seperti kaki ini enggan bergerak maju. Tapi sebelum benar-benar pergi, aku menoleh ke arah Keenan lagi. Tatapannya masih menancap pada wajahku, dan senyum kecil yang terukir di bibirnya menghangatkan sedikit hatiku yang beku.Entah kenapa, senyuman itu memberikan sedikit keberan
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

Bab 36. Saat Sabar Menyapa (Part 3)

Aku hanya bisa mengangguk, tenggorokanku sedikit tercekat. Perasaanku semakin jelas bahwa dia benar-benar serius dengan rencana ini."Seperti yang gue bilang sebelumnya, lo cuma nemenin gue. Biar gue yang bicara ke kepala sekolah," lanjutnya lagi, kali ini lebih tenang namun tetap penuh otoritas.Aku sekali lagi mengangguk, mencoba menenangkan diriku yang tiba-tiba diliputi rasa gugup. Benar dugaanku, dia ingin mengajukan program ini dulu ke kepala sekolah sebelum membawa semua struktur inti OSIS ke rapat besar.Kami sama-sama menarik napas panjang sebelum melangkah ke ruangan kepala sekolah. Ruangan itu berada tepat di sebelah ruang guru, dan pintunya terlihat lebih berat dari yang biasanya. Langkah kami terasa seperti dibebani oleh sesuatu yang lebih besar dari sekadar pertemuan biasa—ini adalah langkah menuju keputusan yang bisa mengubah banyak hal.Setelah beberapa menit yang terasa seperti jam, kami keluar dari ruangan kepala sekolah yang dingin dan penuh tekanan itu. Udara luar
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

Bab 36. Saat Sabar Menyapa (Part 4)

Arshaka melirik ke arahku dengan pandangan tajam, tetapi tetap memilih diam."Maaf, aku cuma bisa bilang begitu," lanjutku lagi, sambil menunduk, berusaha menyusun kata-kata yang lebih berarti. "Tapi, sabar itu bukan sekadar kata pelipur lara. Dalam Islam, sabar itu memiliki makna yang jauh lebih dalam."Aku berhenti sejenak, berusaha memahami perasaanku sendiri sebelum melanjutkan. "Kata 'sabar' seringkali terdengar sederhana, bahkan klise, tapi sebenarnya itu adalah senjata terkuat yang kita punya dalam menghadapi ujian hidup. Allah berfirman dalam Al-Qur’an, ‘Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.’"Aku mengangkat kepalaku perlahan, berusaha mencari tatapan Arshaka. "Sabar bukan berarti pasrah tanpa usaha. Sabar itu adalah tetap teguh, meskipun kita terluka, tetap melangkah meski jalan terasa berat. Dalam sabar ada kekuatan yang tidak kita sadari, kekuatan untuk tetap berdiri ketika segalanya runtuh."Arshaka masih diam, tatapannya tak lepas dariku, seolah dia tengah me
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

Bab 37. Langkah Kecil Menuju Takdir

"Ketika segala sesuatunya terasa salah, mungkin itu adalah tanda bahwa sesuatu yang benar sedang mengintai di ujung jalan."••••Malam itu, aku duduk di tepi jendela kamar, menatap langit malam yang seolah tak berujung. Bintang-bintang berkerlip redup, seperti ada sesuatu yang tersembunyi di balik cahaya mereka, sesuatu yang sulit dijangkau. Angin malam menerpa wajahku lembut, tetapi hatiku terasa berat. Pikiranku terikat pada kalimat yang dilemparkan Arshaka tadi di sekolah. "Gue butuh lo."Kalimat itu terngiang-ngiang di kepalaku, menggema dalam kesunyian malam. Tidak ada penjelasan. Tidak ada lanjutan. Dia hanya melontarkan kata-kata itu lalu pergi begitu saja, meninggalkanku dalam kebingungan.Aku menarik napas panjang, mencoba mengusir ketidakpastian yang merayap di benak. Namun, rasanya sia-sia. Pikiran-pikiran itu justru terus bertambah, seperti benang kusut yang semakin sulit diurai."Kenapa, Al? Kamu masih mikirin soal foto itu?" suara Aline tiba-tiba memecah keheningan, mem
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

Bab 37. Langkah Kecil Menuju Takdir (Part 2)

Langit pagi masih biru muda ketika aku dan Aline bergegas menuju gerbang sekolah. Setengah berlari, setengah berharap waktu bisa melambat. Kami biasanya berangkat jam setengah enam, tapi karena semalam sibuk memikirkan cara untuk membuat Arshaka tidak marah lagi, kami terjebak hingga larut malam dan sekarang, jam sudah menunjukkan setengah tujuh. Napasku sedikit tersengal, dan Aline di sebelahku menghela napas panjang, wajahnya lelah namun tetap berusaha ceria.Sesampainya di halaman sekolah, pemandangan sudah begitu sibuk. Parkiran hampir penuh, sepeda motor berjajar rapat. Beberapa siswa duduk bergerombol di sekitar koridor, wajah-wajah mereka tampak serius, lebih dari biasanya. Aku dan Aline saling menoleh, kebingungan namun tak ingin terjebak dalam kerumunan itu. Langkah kami terus melaju menuju kelas di lantai dua."Aduh, Al, baru kali ini kita berangkat jam segini," keluh Aline sambil menarik napas dalam, matanya sedikit mengerucut akibat kantuk yang belum sepenuhnya hilang.Aku
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

Bab 37. Langkah Kecil Menuju Takdir (Part 3)

Arshaka tetap diam, tatapannya tajam menembusku. Aku menelan ludah dengan kasar, langsung menunduk."Eh, si ganteng, jangan galak-galak dong, nanti gantengnya hilang loh," Aline berseloroh, berusaha meringankan suasana."Sebagai permintaan maaf, nanti sepulang sekolah, Alsha mau nraktir si ganteng. Makan seblak, mau?" tawar Aline dengan nada ceria.Arshaka menjawab dengan singkat, "Gue nggak bisa.""Kenapa?" tanya Aline dengan penasaran.Aku berbisik kepada Aline, "Dia nggak bisa makan makanan yang nggak sehat.""Oh, kalau gitu tenang aja, si Alsha yang masakin kok, nanti dia bawa makanannya dari rumah, jadi gak perlu beli makanan di luar," jawab Aline. Aku melotot lagi ke arahnya lagi, lalu menunduk, tidak berani menatap Arshaka.Ini rencana yang kumaksud semalam, tapi rasanya tidak sesuai dengan yang aku bayangkan. 'Kenapa malah aku yang harus masak?'"Dimana? Berdua? Oke," jawab Arshaka, lalu dia pergi dari hadapan kami. Aku mendongak, terkejut dengan jawabannya. Aku menatap Aline
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more
PREV
1
...
910111213
...
15
DMCA.com Protection Status