Semua Bab About Me: Alshameyzea : Bab 91 - Bab 100

143 Bab

Bab 32. Badai Emosi (Part 4)

"Kita duduk di sini, Al," ucap Rey dengan suara lembut. Aku mengikutinya ke sebuah meja di sudut kantin sekolah, tempat yang cukup tenang, jauh dari keramaian. Rey, menata kursi dengan gerakan yang cekatan, menatapku sejenak, memastikan aku merasa nyaman sebelum mengisyaratkan untuk duduk. Aku baru saja duduk, dan belum sempat mengucapkan sepatah kata pun, Rey sudah membuka kotak nasi yang ia bawa. Bau harum nasi hangat segera menyeruak, membuat perutku yang sejak pagi kosong menggerutu lembut."Ini, Al, sarapan dulu. Lo masih dalam masa pemulihan, kan?" ucap Rey sambil menyodorkan kotak nasi itu ke arahku, suaranya terdengar penuh perhatian.Aku mengangguk, membenarkan ucapannya. Dua bulan sejak kecelakaan itu, tubuhku masih belum sepenuhnya pulih. Tanpa ragu, aku meraih kotak nasi yang dia tawarkan, lalu mulai makan dengan harapan segera menyelesaikan makananku dan mengucapkan terima kasih. Rey berdiri sejenak, membuatku sedikit bingung."Gue mau beli air minum dulu," katanya, sebe
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-06
Baca selengkapnya

Bab 32. Badai Emosi (Part 5)

Rey, dengan sigap, segera menanggapi, "Gue yang ngajak Alsha buat sarapan dulu." Suaranya berusaha tetap tenang, tapi aku bisa merasakan ada kekhawatiran di baliknya.Arshaka tidak membiarkan jawaban itu menggantung lama. "Sarapan apa yang bisa ngabisin waktu selama ini?" suaranya memotong dengan nada yang tajam. Sebelum Rey sempat merespons, perhatian Arshaka sudah tertuju pada map yang ada di tanganku, yang kini basah kuyup. Aku melihat kemarahan yang membara di wajahnya, kulitnya memerah, dan kedua tangannya mengepal erat, seakan menahan amarah yang siap meledak. "A-aku…" aku mencoba menjelaskan, tapi kata-kataku terhenti ketika Arshaka dengan cepat memotongnya. "Lo gak bisa diandelin ya!" Bentakannya membuatku gemetar, tanganku yang memegang map terasa bergetar saat dia merampasnya dari tanganku. Mata Arshaka semakin membara ketika ia melihat keadaan map itu, basah dan penuh dengan kertas yang hampir rusak."Kenapa bisa basah gini? Lo kira ini gak penting? Gue udah semaleman gak
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-06
Baca selengkapnya

Bab 33. Jejak Hangat yang Tersisa

"Di balik amarah, ada rasa peduli yang enggan diakui."⋆.⋆☾⋆.⋆☾⋆.⋆☾⋆.⋆Bel istirahat berbunyi nyaring, menggemakan semangat kebebasan yang singkat di seluruh kelas. Para siswa segera bergerak, memburu waktu, memasukkan buku-buku ke dalam tas mereka dengan tergesa-gesa. Tadi kami baru saja menyelesaikan pelajaran fisika dengan Bu Sri. Dia meninggalkan kelas 20 menit yang lalu, meninggalkan kami dengan tumpukan tugas yang menggunung. Keluhan terdengar dari beberapa teman, karena tugas itu hampir mencapai lebih dari dua halaman, meski untungnya baru dikumpulkan minggu depan.Aku merapikan buku paketku dengan rapi, memasukkannya ke dalam tas tanpa banyak bicara. Dengan cepat, kuputuskan untuk pergi ke lab komputer. Sebelum melangkah keluar, aku sempat berpamitan pada Aline yang sibuk dengan tugasnya. Tugasku sendiri? Entah kenapa, aku merasa bisa menyelesaikannya nanti di rumah. Aline tampaknya lebih rajin akhir-akhir ini, sesuatu yang jarang terlihat darinya. Biasanya, saat istirahat, di
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-06
Baca selengkapnya

Bab 33. Jejak Hangat yang Tersisa (Part 2)

Namun Keenan tak memberi kesempatan untuk menyelesaikan kalimatku, "Kavin mau ketemu sama kamu, Sheena. Emangnya kamu nggak kangen dia?" potongnya cepat. Nama Kavin tiba-tiba menjadi alasan yang membuatku terpaku, meski aku tahu ini hanya caranya untuk mengalihkan perhatian.Aku merasa tak punya pilihan lain, akhirnya aku mengangguk, sedikit gugup, tak berani menatap ke arah Arshaka yang sepertinya tak senang dengan situasi ini.Keenan tersenyum, senyumnya hangat dan menenangkan, lalu mengisyaratkan agar kami melanjutkan perjalanan. Aku mengikuti, mengangguk pelan, masih merasa bingung dengan perasaanku sendiri. Tanpa menoleh lagi ke arah Arshaka dan Clara, aku dan Keenan melanjutkan perjalanan menuju lab komputer, meninggalkan ketidakpastian dan kebingungan yang menggantung di udara.---Di depan lab komputer, langkah kami melambat. Suara langkah kaki kami bergema samar di sepanjang lorong yang sunyi, hingga tiba-tiba seorang siswa menghampiri kami. Andi, dengan wajah sedikit terburu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-06
Baca selengkapnya

Bab 33. Jejak Hangat yang Tersisa (Part 3)

Pikiran panik mulai merasuki benakku. Jendela di lab ini berlapis ganda, tebal dan kuat. Jika aku berteriak, tidak ada satu pun suara yang akan terdengar ke luar. Ruangan ini sepi, hanya ada dengungan lembut dari komputer-komputer yang sudah lama dimatikan. Tak ada jalan keluar, tak ada cara untuk meminta pertolongan, ponsel ku juga ketinggalan di kelas. Lututku terasa lemas. Aku berusaha duduk di lantai dingin, mencoba menenangkan diriku. Namun, rasa dingin semakin merayap, tidak hanya di kulitku, tapi juga di tulang-tulangku. Seakan udara di ruangan ini menjadi lebih dingin dari sebelumnya. Aku menggigil, gigiku mulai bergemeretak. Keringat dingin membasahi dahiku, tetapi tubuhku tetap bergetar hebat. Sudah hampir setengah jam berlalu semenjak aku masuk ke ruangan ini, dan tubuhku mulai kehilangan kekuatannya.Lalu, tiba-tiba suara gedoran keras terdengar dari balik pintu. Jantungku berdegup lebih kencang, antara cemas dan penuh harapan. 'Apa itu Keenan?' Harapan berkilau sejenak d
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-06
Baca selengkapnya

Bab 34. Saat Langit Memilih

"Dalam setiap detik malam, ada satu bintang yang selalu dinanti bulan. Begitu juga dalam hidup, ada satu cinta yang takkan pernah pudar."⋆.⋆☾⋆.⋆☾⋆.⋆☾⋆.⋆Di ruangan UKS yang sunyi dan hanya diterangi cahaya redup dari jendela kecil di sudut ruangan, aku duduk di atas ranjang sambil merasakan dinginnya lantai yang menusuk hingga ke tulang. Pikiranku masih belum mampu menerima kenyataan bahwa Arshaka-bukan Keenan-yang telah membawaku ke sini. Sosok yang pagi tadi memarahiku karena map yang basah, kini adalah orang yang diam-diam menyelamatkanku. Rasanya seperti mimpi yang berbalik arah, membuatku tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi di antara kami.Aku menelan ludah, berusaha meredam gejolak dalam dadaku. Pandanganku beralih dari satu wajah ke wajah lainnya: Aline, Kafka, Nevan, Abhi, dan Keenan. Semua menatapku, namun pikiranku terperangkap pada satu sosok-Arshaka. Dari awal kami bertemu hingga sekarang, sikapnya yang dingin, dan ketus terus berputar di kepalaku. Aku menarik napas
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-06
Baca selengkapnya

Bab 34. Saat Langit Memilih (Part 2)

Tapi melihat Aline yang hanya mengangguk setelah mengatakan hal itu, aku hanya bisa menghela napas. Baiklah, tampaknya aku memang harus pulang hari ini."Ya udah deh, aku mau pulang aja," ucapku pada Keenan, membuatnya terlihat sedikit terkejut dengan perubahan sikapku yang mendadak. Matanya menatapku sejenak, penuh selidik, namun akhirnya ia hanya mengangguk pelan. Ia lalu berdiri dan dengan cepat menyerahkan kunci motornya pada Kafka, sementara Kafka memberikannya kunci mobil sebagai gantinya.Aline memutuskan tetap di sekolah. Aku menyuruhnya untuk tidak ikut pulang, karena waktu yang tersisa hingga jam pelajaran selesai hanya tinggal beberapa jam. Tasku? Tadi Kafka masih sempat berlari menuju kelas untuk mengambilnya. Aku menatap mereka satu per satu. Mereka-teman-temanku-adalah orang-orang yang begitu peduli padaku, dan dalam hati aku merasa bersyukur memiliki mereka. Meski semuanya terasa kacau, kehadiran mereka membuatku merasa tidak sendirian.----Ketika mobil yang dikendarai
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-06
Baca selengkapnya

Bab 34. Saat Langit Memilih (Part 3)

"Perasaanku ke kamu akan tetap sama seperti pertama kali aku kenal kamu." kata Keenan, dan aku merasakan jantungku berdegup kencang."Jangan pernah berubah ya, Sheena. Seperti bulan yang akan tetap memilih satu bintang di antara bintang-bintang lainnya." tambahnya, membuatku merasa terharu."Keenan, bulan itu nggak akan pernah beralih ke bintang yang lain dengan mudah." balasku, mencoba menyampaikan rasa yang mendalam. Kalimatku terhenti, mencoba menyusun kata-kata dengan baik sebelum melanjutkan. "Dia akan tetap sama, meskipun langit selalu punya cara untuk merubah pemandangan malam. Posisi bulan akan tetap berada di samping bintang yang ia pilih, karena perubahan itu hanya milik mereka yang berada di sekitarnya." "Selagi perasaan yang kita miliki memang seperti bulan dan bintang, maka nggak ada yang perlu dikhawatirkan, gak akan ada yang bisa memisahkan selain yang punya kuasa terhadap keduanya." tambahku, berharap kata-kataku bisa menguatkan.Keenan menunduk, seolah kata-kataku me
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-06
Baca selengkapnya

Bab 34. Saat Langit Memilih (Part 4)

Aku terbangun dengan perasaan yang sedikit berat, mungkin efek dari obat yang baru saja kutelan. Rasa kantuk yang mendalam membawaku tidur lelap tanpa sadar, membuatku melewatkan waktu. Begitu mataku terbuka, pandanganku terarah ke jam dinding yang sudah menunjukkan hampir pukul empat sore. Panik, aku segera bangkit dan melangkah dengan cepat menuju kamar mandi. Air wudhu yang segar menyapu wajahku, mengusir sisa kantuk yang masih tertinggal. Sholat Ashar harus segera kutunaikan, mengingat aku tertidur sejak jam dua tadi.Setelah sholat, aku turun ke ruang tengah. Langkahku terhenti sejenak di tangga ketika melihat Aline baru saja tiba dari sekolah. Wajahnya tampak masam, matanya memancarkan amarah yang belum tersalurkan. Aku mengamati gerakannya yang keras saat ia melemparkan tasnya ke sofa dengan sembarang, bunyinya cukup keras, seolah mencerminkan kekesalan yang tertahan.Aku mendekatinya perlahan, "Kamu kenapa, Lin?" tanyaku hati-hati.Aline menoleh, terkejut mendengar suaraku. "E
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-06
Baca selengkapnya

Bab 35. Rangkaian Canda dan Rasa

"Kita tertawa bersama, tapi sebenarnya, hati kita mulai berbicara dengan bahasa yang berbeda."⋆.⋆☾⋆.⋆☾⋆.⋆☾⋆.⋆Setelah menyelesaikan tugas fisika, aku menutup buku dan alat tulis, merapikannya ke dalam tas dengan hati-hati. Sekali-dua kali, pandanganku beralih ke arah kasur, di mana Aline tertidur pulas, wajahnya tenang seperti bayi. Entah kenapa malam ini dia tidur lebih cepat. Mungkin kegembiraan sore tadi di sekolah bersama Rey telah menguras energinya, atau mungkin ada hal lain yang membuatnya begitu lelah. Selepas sholat Isya', dia sempat berpamitan untuk tidur lebih dulu, meninggalkan aku sendiri dengan pikiranku. Aku menghela napas pelan, bersyukur memiliki teman seperti Aline—baik, perhatian, dan selalu ada di saat aku membutuhkannya.Ketika aku selesai membereskan meja, pandanganku jatuh pada laptop yang sudah lama terabaikan di atas meja. 'Sudah lama aku nggak nulis.' Aku tersenyum kecil dan perlahan membukanya. Sekilas, aku melirik jendela kamar yang tirainya masih tertutu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-06
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
89101112
...
15
DMCA.com Protection Status