Home / Fiksi Remaja / About Me: Alshameyzea / Chapter 121 - Chapter 130

All Chapters of About Me: Alshameyzea : Chapter 121 - Chapter 130

143 Chapters

Bab 43. Hujan di Tengah Jeda

"Terkadang, yang kita butuhkan hanya jeda, untuk memahami bahwa perasaan tak pernah benar-benar pergi." -Alshameyzea Afsheena ...Sejak malam itu, banyak yang berubah. Sekarang aku duduk di kelas tiga SMA, dan kejadian itu seakan hanyalah bayangan buram yang sesekali muncul, tapi tak pernah benar-benar hilang. Meski begitu, kadang, saat semuanya sunyi, ingatan itu datang lagi—menyelinap tanpa diundang, mengusik ketenangan.Aline tak pernah melewatkan kesempatan untuk mengomeliku soal malam itu. "Aku kan udah bilang, Al, jangan pernah pulang sendirian!" setiap kata-katanya, meski terdengar keras, selalu dibumbui rasa khawatir yang tidak bisa disembunyikan. Dia adalah sosok sahabat yang selalu ada, bahkan di saat aku mungkin tak mengharapkannya.Lain halnya dengan Rey. Sejak kejadian itu, dia menjadi lebih sering menawarkan diri untuk menemaniku pulang. Meskipun aku sering menolak dengan alasan bisa pulang sendiri, dia tetap saja bersikeras. Ada ketenangan dalam caranya hadir. Sepe
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

Bab 43. Hujan di Tengah Jeda (Part 2)

Tanpa berpikir panjang, aku mengambil ponsel yang tergeletak di sampingku dan mulai mengetik pesan singkat.Alsha: Dimana?Pesanku terkirim, dan dengan cepat, notifikasi balasan muncul di layar.Keenan Aksara: Kenapa, hm?Aku sedikit menghela napas, bibirku tertarik ke atas dalam senyum kecil yang hampir tak terasa.Alsha: Kalo ditanya itu jangan nanya balik.Alsha: Kamu dimana skrg?Pesan berikutnya datang dengan cepat, disertai sedikit humor yang khas darinya.Keenan Aksara: Di hati Sheena.Aku memutar mataku sambil tersenyum.Alsha: Keenan, aku serius😌Keenan Aksara: 😁Keenan Aksara: Lagi di lapangan nih, baru selesai latihan sama anak-anak.Alsha: Latihan basket malem-malem?Keenan Aksara: Iya, biasa, kan buat lomba ke LN.Alsha: Hm...Keenan Aksara: Kenapa nanya aku dimana?Aku terdiam sejenak, pikiranku kembali melayang pada Arshaka dan kata-katanya tadi sore. Namun, Keenan tidak menunggu lama untuk mengirim pesan lagi.Keenan Aksara: Kangen ya?Keenan Aksara: Mau aku samperin
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

Bab 44. Gitar dan Hati

"Malam itu, Arshaka tak hanya memainkan gitar, ia menyentuh hati setiap orang yang hadir, membiarkan setiap nada dan lirik mengungkapkan rasa yang selama ini terpendam." -Alshameyzea Afsheena ...Malam itu, hujan masih mengguyur, meskipun hanya tersisa rintik-rintik. Hawa dingin yang menyelusup masuk membuat suasana terasa semakin sepi dan sunyi. "Udah," suara Arshaka memecah keheningan, membuatku berbalik. Dia sudah berganti pakaian dengan cepat, meski sedikit basah. Lihatlah, betapa sempurna dirinya, seolah tidak terpengaruh dinginnya malam ini. Tangannya cekatan, memasukkan pakaian basahnya ke dalam kantong plastik yang sedikit mengilap terkena cahaya lampu.'Semoga dia gak kedinginan.'"Kamu ngapain malem-malem kesini?" tanyaku akhirnya, mencoba mengalihkan perhatiannya dari kesibukannya."Gue..." jawabnya singkat, namun pandangannya tiba-tiba tertuju ke langit. Aku mengikuti arah tatapannya, melihat awan yang perlahan membuka jalan bagi sinar bulan. Hujan benar-benar sudah b
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

Bab 44. Gitar dan Hati (Part 2)

Aku memilih kursi yang menghadap langsung ke panggung, sementara Arshaka duduk di depanku, membelakangi panggung, seolah tidak tertarik dengan musik yang mengalun lembut."Kamu mau bahas soal apa?" tanyaku, mencoba membuka percakapan.Arshaka mengeluarkan sebuah map yang terlihat agak basah, lalu meletakkannya di atas meja. Aku menatap map itu dengan penuh tanya."Program OSIS?" tebakku.Dia mengerutkan kening, "Kenapa lo bisa mikir gitu?""Ya, kan, biasanya kamu sangat peduli sama masa depan SMAN Cendana," jawabku, sedikit tersenyum.Arshaka menggeleng pelan, "Ini lebih penting dari itu."Aku mengangkat alisku, lalu dengan penasaran mencoba membuka map itu. Namun, tangannya dengan cepat merebutnya kembali, membuatku terkejut."Lo boleh buka map ini, setelah lo udah siap nanti," katanya dengan nada misterius.Aku mendengus kesal, "Kalau aku udah siap sekarang?"Dia melotot padaku, "Please, deh, Sha, nggak usah nyebelin malam ini. Ini malem terakhir gue bisa ketemu lo," ucapnya dengan
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

Bab 45. Di Ujung Malam

"Kadang, jarak hanya memperjelas apa yang sebenarnya tak pernah ingin kita lepaskan—meski malam memisahkan, rindu tetap merangkul dalam setiap hembusan angin yang berbisik di antara kita." -Alshameyzea Afsheena ...Malam itu sudah menunjukkan pukul sembilan ketika kami akhirnya tiba di depan rumahku. Angin malam berhembus dengan lembut, membelai kulit kami."Makasih, Pak," kata Arshaka kepada supir Grab setelah aku turun dari mobil. Aku juga mengucapkan terima kasih sambil tersenyum kepada bapak itu, yang membalas dengan senyuman hangat. Kami kemudian melangkah menuju teras, perlahan, seolah tak ingin waktu ini berakhir.Arshaka menatapku dengan mata yang penuh arti. "Sorry ya, Sha, gue udah ngajak lo keluar malam-malam," ucapnya, ketika kami sudah sampai di teras.Aku tersenyum tipis, mencoba menenangkan hatinya. "Kenapa harus minta maaf? Aku suka kok tempat yang tadi."Dia menggeleng pelan, ada ketegasan dalam suaranya. "Cewek nggak seharusnya keluar malem kalau gak ada kepentin
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

Bab 45. Di Ujung Malam (Part 2)

Jantungku seakan berhenti berdetak sejenak. "Hah? Maksudnya?" Aku mendongak, keningku berkerut, benar-benar tidak paham apa yang dia maksud."Gelang itu," lanjutnya, kali ini pandangannya jatuh pada gelang yang melingkar di pergelangan tanganku.Reflek, aku mengangkat tanganku, memperlihatkan gelang yang kupakai. "Ini yang ketinggalan?" tanyaku dengan polos, mencoba memahami apa yang terjadi.Arshaka menghela napas panjang, suaranya berubah lebih lembut, hampir seperti berbisik. "Maksud gue, lo pakai terus ya, gelangnya."Kebingungan semakin merasuk dalam pikiranku. "Kenapa emangnya dengan gelang ini? Kok kamu bisa tau soal gelang ini? Ini kan gelang dari--" "Gue," potong dia, suaranya mantap.Mataku terbelalak mendengar pernyataannya, seolah dunia berhenti sejenak. Aku hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar. "J-jadi ini dari kamu?" tanyaku, dengan suara gemetar.Dia mengangguk pelan, wajahnya serius.'Pantes Rey selalu bingung pas aku bilang makasih ke dia', pikirk
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

Bab 46. Tentang Kepercayaan

"Kepercayaan tumbuh di tanah kesabaran dan saling menghargai. Tanpa keduanya, ia akan layu dan hilang." -Alshameyzea Afsheena ...Istirahat siang itu, suasana di kelas terasa hangat. Suara riuh teman-teman yang bercanda dan berbincang mengisi udara, sementara aku masih duduk di bangkuku, tenggelam dalam catatan di buku pelajaran. Di sebelahku, Aline sudah bersiap-siap untuk ke kantin, ekspresinya penuh semangat."Al, yuk ke kantin! Aku udah laper banget nih," ajaknya sambil merapikan kerudungnya yang sedikit miring.Aku tersenyum kecil, hendak menutup bukuku ketika tiba-tiba suara speaker sekolah yang familiar terdengar, memenuhi setiap sudut ruang kelas."Panggilan kepada Alshameyzea Afsheena, kelas XII IPA 2, dimohon untuk menemui Bu Sri di kantor guru sekarang juga,"Aku tertegun sejenak, mendengar namaku dipanggil. Aline langsung mengerutkan kening, wajahnya menampakkan sedikit kekecewaan. "Yah, nggak jadi deh kita ke kantin bareng," gumamnya sambil menghela napas pelan, tapi
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

Bab 46. Tentang Kepercayaan (Part 2)

"Gak usah banyak omong, ikut kita!" bentak Elysia dengan nada tajam."Aku bisa jalan sendiri kok," jawabku berusaha tenang, meski ada ketakutan yang merayap di dalam diriku.Namun, mereka tak menghiraukanku. Pegangan mereka semakin kuat, menyeretku tanpa ampun hingga sampai di aula. Tanpa peringatan, mereka mendorongku, membuat tubuhku terhempas ke lantai dengan keras."Kalian kenapa bawa aku ke sini?" tanyaku, kebingungan membalut kata-kataku saat aku berusaha bangkit.Sebelum aku bisa sepenuhnya berdiri, Elysia menekanku kembali ke lantai. Rasa sakit menjalar ketika lenganku terbentur keras, membuatku meringis."Lo tau nggak kenapa kita bawa lo ke sini?" Clara tiba-tiba berseru, nadanya dipenuhi kemarahan yang memuncak.Aku mendongak, menatap mereka berdua dengan bingung, berusaha memahami apa yang sebenarnya terjadi."Lo udah bikin cinta gue bertepuk sebelah tangan, Alsha!" Clara melanjutkan dengan nada penuh kebencian. "Arshaka, cowok yang udah lama gue suka, malah milih lo!"Kata
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

Bab 46. Tentang Kepercayaan (Part 3)

Elysia, yang selama ini diam, tiba-tiba menyela dengan senyum puas. "Lo tuh terlalu polos! Lo nggak akan pernah bisa ngelawan Clara. Keenan itu tinggal tunggu waktu aja sebelum dia jadi milik Clara!"Air mata mulai menggenang di mataku, tapi aku berusaha keras untuk menahannya. "Keenan bukan barang yang bisa direbut-rebut," kataku, berusaha menunjukkan kekuatan meskipun hatiku hancur. "Dia punya hak buat milih siapa yang dia mau."Clara menggeleng sambil tertawa kecil, seolah merasa kasihan padaku. "Lo naif banget, ya. Dunia nggak seindah yang lo pikir. Dan percaya sama gue, Keenan bakal milih gue pada akhirnya. Jadi, lo siap-siap aja kehilangan dia."Aku merasa dunia di sekitarku runtuh perlahan. Kata-kata Clara menggema di kepalaku, menambah beban yang sudah terasa terlalu berat untuk kutanggung. Aku hanya bisa berdiri di sana, basah kuyup dan tak berdaya, sementara Clara dan Elysia berjalan meninggalkanku dengan senyum puas terukir di wajah mereka.Tapi, tiba-tiba Clara berbalik ke
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

Bab 47. Trust Me, Please..

"Ketika kamu memilih untuk percaya, kamu memberi harapan; ketika kamu memilih untuk ragu, kamu menciptakan jarak." -Alshameyzea Afsheena•••Kafka duduk di sampingku, seragam basketnya masih menempel erat di tubuhnya, lembab oleh keringat yang belum sempat mengering. Beberapa butir keringat masih terlihat jatuh di pelipisnya, pertanda ia baru saja menyelesaikan latihan. Sinar matahari siang menembus jendela aula, memantulkan kilau di rambutnya yang sedikit basah.Aku meliriknya sekilas. "Ngapain kamu di sini?" tanyaku dengan suara pelan, hampir seperti bisikan yang tersapu angin."Lo yang ngapain di sini, Al?" sahut Kafka tanpa melihatku. Suaranya tetap tenang, seperti biasa, tanpa emosi yang berlebih. Bel sekolah baru saja berbunyi, tapi aku belum bisa memaksa kakiku untuk melangkah. "Lo nggak mau masuk kelas? Ini udah bel," tambahnya, suaranya terdengar lebih lembut daripada biasanya. Namun, aku tetap diam, menatap lurus ke depan. Aku nggak mungkin bilang ke Kafka alasan kenapa a
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more
PREV
1
...
101112131415
DMCA.com Protection Status