Beranda / Fiksi Remaja / About Me: Alshameyzea / Bab 36. Saat Sabar Menyapa (Part 4)

Share

Bab 36. Saat Sabar Menyapa (Part 4)

Penulis: litrcse
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-06 20:01:09

Arshaka melirik ke arahku dengan pandangan tajam, tetapi tetap memilih diam.

"Maaf, aku cuma bisa bilang begitu," lanjutku lagi, sambil menunduk, berusaha menyusun kata-kata yang lebih berarti. "Tapi, sabar itu bukan sekadar kata pelipur lara. Dalam Islam, sabar itu memiliki makna yang jauh lebih dalam."

Aku berhenti sejenak, berusaha memahami perasaanku sendiri sebelum melanjutkan. "Kata 'sabar' seringkali terdengar sederhana, bahkan klise, tapi sebenarnya itu adalah senjata terkuat yang kita punya dalam menghadapi ujian hidup. Allah berfirman dalam Al-Qur’an, ‘Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.’"

Aku mengangkat kepalaku perlahan, berusaha mencari tatapan Arshaka. "Sabar bukan berarti pasrah tanpa usaha. Sabar itu adalah tetap teguh, meskipun kita terluka, tetap melangkah meski jalan terasa berat. Dalam sabar ada kekuatan yang tidak kita sadari, kekuatan untuk tetap berdiri ketika segalanya runtuh."

Arshaka masih diam, tatapannya tak lepas dariku, seolah dia tengah me
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • About Me: Alshameyzea    Bab 37. Langkah Kecil Menuju Takdir

    "Ketika segala sesuatunya terasa salah, mungkin itu adalah tanda bahwa sesuatu yang benar sedang mengintai di ujung jalan."••••Malam itu, aku duduk di tepi jendela kamar, menatap langit malam yang seolah tak berujung. Bintang-bintang berkerlip redup, seperti ada sesuatu yang tersembunyi di balik cahaya mereka, sesuatu yang sulit dijangkau. Angin malam menerpa wajahku lembut, tetapi hatiku terasa berat. Pikiranku terikat pada kalimat yang dilemparkan Arshaka tadi di sekolah. "Gue butuh lo."Kalimat itu terngiang-ngiang di kepalaku, menggema dalam kesunyian malam. Tidak ada penjelasan. Tidak ada lanjutan. Dia hanya melontarkan kata-kata itu lalu pergi begitu saja, meninggalkanku dalam kebingungan.Aku menarik napas panjang, mencoba mengusir ketidakpastian yang merayap di benak. Namun, rasanya sia-sia. Pikiran-pikiran itu justru terus bertambah, seperti benang kusut yang semakin sulit diurai."Kenapa, Al? Kamu masih mikirin soal foto itu?" suara Aline tiba-tiba memecah keheningan, mem

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06
  • About Me: Alshameyzea    Bab 37. Langkah Kecil Menuju Takdir (Part 2)

    Langit pagi masih biru muda ketika aku dan Aline bergegas menuju gerbang sekolah. Setengah berlari, setengah berharap waktu bisa melambat. Kami biasanya berangkat jam setengah enam, tapi karena semalam sibuk memikirkan cara untuk membuat Arshaka tidak marah lagi, kami terjebak hingga larut malam dan sekarang, jam sudah menunjukkan setengah tujuh. Napasku sedikit tersengal, dan Aline di sebelahku menghela napas panjang, wajahnya lelah namun tetap berusaha ceria.Sesampainya di halaman sekolah, pemandangan sudah begitu sibuk. Parkiran hampir penuh, sepeda motor berjajar rapat. Beberapa siswa duduk bergerombol di sekitar koridor, wajah-wajah mereka tampak serius, lebih dari biasanya. Aku dan Aline saling menoleh, kebingungan namun tak ingin terjebak dalam kerumunan itu. Langkah kami terus melaju menuju kelas di lantai dua."Aduh, Al, baru kali ini kita berangkat jam segini," keluh Aline sambil menarik napas dalam, matanya sedikit mengerucut akibat kantuk yang belum sepenuhnya hilang.Aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06
  • About Me: Alshameyzea    Bab 37. Langkah Kecil Menuju Takdir (Part 3)

    Arshaka tetap diam, tatapannya tajam menembusku. Aku menelan ludah dengan kasar, langsung menunduk."Eh, si ganteng, jangan galak-galak dong, nanti gantengnya hilang loh," Aline berseloroh, berusaha meringankan suasana."Sebagai permintaan maaf, nanti sepulang sekolah, Alsha mau nraktir si ganteng. Makan seblak, mau?" tawar Aline dengan nada ceria.Arshaka menjawab dengan singkat, "Gue nggak bisa.""Kenapa?" tanya Aline dengan penasaran.Aku berbisik kepada Aline, "Dia nggak bisa makan makanan yang nggak sehat.""Oh, kalau gitu tenang aja, si Alsha yang masakin kok, nanti dia bawa makanannya dari rumah, jadi gak perlu beli makanan di luar," jawab Aline. Aku melotot lagi ke arahnya lagi, lalu menunduk, tidak berani menatap Arshaka.Ini rencana yang kumaksud semalam, tapi rasanya tidak sesuai dengan yang aku bayangkan. 'Kenapa malah aku yang harus masak?'"Dimana? Berdua? Oke," jawab Arshaka, lalu dia pergi dari hadapan kami. Aku mendongak, terkejut dengan jawabannya. Aku menatap Aline

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06
  • About Me: Alshameyzea    Bab 38. Kehangatan di Ujung Hari

    "Kadang, kelelahan hari yang panjang digantikan oleh kehangatan yang sederhana dalam kebersamaan yang tulus."•••Aku melemparkan tasku ke sofa panjang di ruang tamu dengan gerakan lelah. Tubuhku terasa berat setelah hampir seharian bertemu dengan Arshaka. Namun, yang lebih melelahkan adalah pertanyaan Aline yang terus-menerus menjejali pikiranku. Dia tidak berhenti bertanya tentang apa yang terjadi antara aku dan Arshaka, apa yang Arshaka katakan, bagaimana reaksiku, dan seterusnya. Pertanyaan-pertanyaan itu semakin membuatku pusing.Aline duduk di sampingku, matanya penuh harapan akan jawaban yang belum kuterima. Dia terus menatapku, seolah setiap detik yang berlalu tanpa jawaban semakin menambah rasa penasarannya.Aku menarik napas panjang, mencoba menenangkan diriku. “Aline, udah deh, nggak usah lebay. Orang dia bahas program OSIS,” ujarku akhirnya, dengan nada yang lebih datar dari biasanya. Aku menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, berharap bisa mengurangi ketegangan yang ada

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06
  • About Me: Alshameyzea    Bab 38. Kehangatan di Ujung Hari (Part 2)

    Aku berdiri perlahan dari kasur, merasakan bagaimana berat tubuhku berpindah ke kaki yang sempat lelah setelah seharian penuh di sekolah. Pikiranku masih berputar, membayangkan suasana aula tadi—begitu tegang dan penuh pro dan kontra. Namun kini, setelah semuanya berlalu, ada sesuatu yang melonggarkan di dalam dada. Ada perasaan lega yang pelan-pelan menyapu kelelahan, menggantinya dengan secercah kepuasan. Setidaknya, kami berhasil mencapai tujuan kami hari ini. Aku tersenyum kecil, memutar kembali memori tentang Arshaka yang dengan penuh ketenangan memimpin sosialisasi itu. Matahari sore mengintip dari sela-sela tirai jendelaku, menciptakan bayangan panjang di lantai kayu yang kusam. Aku berniat keluar kamar untuk menghirup udara segar, ketika suara Aline terdengar dari balik pintu."Al! Coba lihat aku. Pantes nggak?" serunya, penuh antusias.Aku menoleh, dan tanpa bisa menahan diri, mulutku terbuka sedikit karena terkejut. Di depan mataku berdiri Aline, yang biasanya tampil dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06
  • About Me: Alshameyzea    Bab 39. Pola Cinta dan Seragam

    "Cinta bukan hanya tentang perasaan, tetapi tentang bagaimana kita membiarkan pola-pola kecil dalam tindakan kita berbicara lebih keras dari kata-kata." -Alshameyzea Afsheena ...Hari ini adalah hari pertama pelaksanaan program OSIS, dan suasana di SMAN Cendana berubah total. Aku berdiri di lorong, mengamati transformasi yang terjadi di sekelilingku.Pemandangan yang dulunya terasa membosankan kini menenangkan hati. Melihat para siswi yang mengenakan kerudung memberikan ketenangan tersendiri, apalagi dengan Aline di sampingku, penampilannya yang baru menambah kebahagiaan di hati. Aku tersenyum, menikmati kedamaian pagi ini.Aku melirik jam tangan—masih pukul enam pagi, tapi tampaknya hampir semua siswa sudah tiba. Aku mengagumi sikap mereka yang berubah drastis, mungkin karena efek dari sosialisasi kemarin mengenai program kedisiplinan. Mereka tampak antusias melaksanakan peraturan baru, terutama karena iming-iming beasiswa yang ditawarkan Arshaka. Tawaran itu bukan main-main, men

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06
  • About Me: Alshameyzea    Bab 39. Pola Cinta dan Seragam (Part 2)

    Arshaka melangkah maju, diikuti oleh Keenan. Mereka saling menatap tajam, seolah siap bertarung. Tangannya mengepal, menandakan ketegangan yang hampir tidak bisa ditahan lagi. Aku menghela napas panjang dan segera menghampiri mereka, berdiri di samping Keenan. "Keenan," ucapku lembut, mencoba menenangkan situasi. Aku menatap matanya, memberi isyarat agar dia berhenti. Perlahan, Keenan mundur selangkah, tangannya masih mengepal, tapi tatapannya mulai melunak saat aku berbicara. "Ayo, masuk kelas," ajakku, berusaha mengalihkan perhatian Keenan dari ketegangan yang semakin memuncak. Keenan akhirnya mengangguk, meskipun terlihat masih kesal. Aku memberi isyarat kepada Aline, yang langsung mengangguk setuju. Begitu juga dengan Abhi, Nevan, dan Kafka, mereka mulai melangkah menuju kelas XI IPA 2. Saat aku melangkah ke dalam kelas, pikiranku terus berputar, mencoba mencari cara untuk menasihati Keenan dan teman-temannya tanpa memicu kemarahan mereka. Aku tahu bahwa meskipun Arshaka t

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06
  • About Me: Alshameyzea    Bab 40. Luka dan Cahaya yang Membisu

    "Kadang, cahaya yang paling tenang menyinari luka yang paling dalam, mengungkapkan kisah yang tak terucapkan." -Alshameyzea Afsheena ...Semenjak kejadian di taman sekolah itu, suasana di SMAN Cendana kini terasa lebih hidup dan semangat. Hari ini adalah hari puncak dari serangkaian lomba kelas meeting yang telah berlangsung sejak seminggu lalu. Lapangan SMAN Cendana dipenuhi oleh para siswa yang mengenakan pakaian olahraga mereka, menanti dengan antusias babak final dari kompetisi yang akan menentukan juara akhir. Tujuh bulan telah berlalu begitu saja, dan program-program OSIS di bawah kepemimpinan Arshaka berjalan dengan sukses, membawa perubahan nyata di sekolah. Siswa-siswa yang sebelumnya sering bolos kini lebih disiplin, dan mereka yang biasanya datang terlambat kini berusaha keras untuk tiba lebih awal sebelum bel sekolah berbunyi. Dan..penampilan Keenan dan teman-temannya yang kini rapi mengikuti aturan baru ini, membuatku merasa takjub sama mereka.Terutama pada Keenan,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06

Bab terbaru

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 7)

    “E-eh, Kak, itu mau dipasang di mading sama Yara...” protes si siswi, namun Aline tak peduli, tangannya gemetar ketika ia mulai membaca, matanya bergerak cepat melintasi kalimat-kalimat di selebaran itu. Aku berdiri di sampingnya, dan perlahan-lahan judul berita di koran itu terlihat jelas di mataku, seolah-olah huruf-huruf itu melompat keluar dari halaman dan menghantam dadaku dengan keras. ~"Tragedi di Laut Mediterania: Pesawat XYZ345 Jatuh, 7 Siswa Indonesia Jadi Korban"Penerbangan internasional XYZ345 dari Indonesia menuju Spanyol yang membawa total 162 penumpang mengalami kecelakaan tragis di perairan dekat Laut Mediterania. Pesawat tersebut membawa 7 siswa Indonesia yang terpilih untuk mengikuti lomba tingkat Internasional ke Spanyol, bersama dengan penumpang umum dan kru pesawat. Berdasarkan laporan sementara, sebagian besar korban telah ditemukan dalam kondisi meninggal dunia. Namun, terdapat satu jasad siswa Indonesia yang hingga saat ini belum ditemukan. Berikut adalah da

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 6)

    Tiba-tiba Aline menepuk lenganku, memutuskan lamunan yang mulai merasuk. "Hey, Al! Kok malah ngelamun? Udah sana, lanjutin belajarnya. Aku mau tidur," katanya dengan ringan sebelum berbalik dan menuju tempat tidurnya.Aku sedikit terkejut, lalu tersadar dan mengangguk. "Iya, iya," jawabku sambil kembali menatap layar laptop, mencoba fokus lagi pada tugas yang harus kuselesaikan. Aku menggulir pelan halaman pada laptopku, membaca artikel tentang ketentraman jiwa manusia. Di tengah keheningan malam, pikiranku melayang pada nasihat lembut seorang ustadz di pengajian kecil. Suaranya penuh keyakinan, wajahnya teduh di bawah sorotan lampu masjid, saat ia berbicara tentang hati dan perasaan perempuan."Perempuan," katanya lembut, "jika tidak disibukkan dengan ilmu dan agamanya, dia akan gila karena perasaannya."Kalimat itu seperti sayatan tajam, menggugah kesadaran yang dalam. Aku memejamkan mata, mencoba merenungkan kata-katanya. Mungkin ini jawabannya—aku perlu mengalihkan perasaanku ke

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 5)

    Jemariku gemetar sedikit saat menemukannya, dan aku membuka halaman demi halaman, hingga kutemukan kutipan yang selalu berulang dalam buku itu. Bibirku membaca pelan kata-kata yang pernah memberiku kekuatan."Dalam perpaduan bulan dan bintang, langit malam mengungkap keindahan, menghapus segala beban hidup yang memandang."Aku mengulangi kalimat itu, berbisik, "Bulan dan bintang... langit malam... keindahan... menghapus beban hidup yang memandang."Mataku tak lepas dari langit di luar jendela. Bulan bersinar dengan tenang, bintang-bintang di sekelilingnya berkelip, seolah menyapa. Ada sesuatu di sana, sesuatu yang hampir kupegang. Aku merasakan denyut ide yang perlahan mulai terbangun di kepalaku."Keindahan... langit malam..." gumamku lagi, lebih dalam, mencoba merangkai makna di antara kata-kata itu. Aku menutup mataku sejenak, membiarkan bayangan langit malam menari-nari di dalam pikiranku, berharap bisa memunculkan sesuatu yang nyata. Dan tiba-tiba.. seperti kilatan cahaya, 'aku t

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 4)

    Aku berbalik dan memandangnya dengan lelah. "Sebentar lagi, Lin," jawabku singkat, suaraku nyaris tenggelam."Aku mau ngaji dulu, sambil nunggu adzan isya'," tambahku, berharap Aline tak lagi mendesakku.Namun, dia tetap mendekat, wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang tak bisa ia sembunyikan. "Al, minum obat dulu, ya? Jangan ditunda-tunda," katanya sambil meraih kotak obat yang sudah kusiapkan di kamar untuk keadaan darurat. Dia menyodorkan obat itu kepadaku, seakan tak ingin memberi ruang bagi penolakan.Aku menatap pil-pil di tangannya, lalu mengangguk lemah. Perlahan, aku mengambil obat tersebut dan segera menelannya. Perasaan sedikit tenang menyelimuti, meski tidak sepenuhnya menghapus rasa sakit yang ada di dalam dada."Nah, gitu dong. Kalau gini kan aku bisa lebih tenang. Kamu lupa ya? Tadi Kafka nitip kamu ke aku," ucap Aline, mencoba mencairkan suasana.Kafka. Nama itu membuatku terdiam sejenak. Masih ada banyak hal yang harus kupertanyakan padanya, namun, malam ini, aku terl

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 3)

    Aline mengangguk pelan, "Iya," jawabnya lembut, tak pernah sekalipun melepaskan rangkulannya di pundakku.Abhi yang biasanya ceria terlihat lebih serius. "Cepet sembuh ya, neng Alsha," ucapnya dengan nada tulus, meskipun ada sedikit kebingungan di matanya.Nevan menambahkan, "Iya, cepet sembuh, Al, biar Keenan nanti nggak kepikiran pas tanding." Kalimat terakhir itu terasa seperti belati yang menusuk langsung ke hatiku. Air mataku yang sedari tadi kutahan semakin deras mengalir, namun aku tetap diam. Mereka tidak tahu. Tidak tahu bahwa sakit yang kurasakan bukan hanya karena pusing, tetapi karena pengkhianatan yang baru saja kulihat. Keenan. Orang yang mereka banggakan, orang yang mereka kira akan peduli padaku, ternyata sudah bersama orang lain. Gadis lain. Setelah beberapa menit berlalu dalam keheningan, aku memohon agar mobil berhenti. "Mampir ke masjid dulu... sholat Maghrib," pintaku dengan suara pelan, hampir tak terdengar.Aline mengangguk tanpa bertanya lebih lanjut, dan su

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa (Part 2)

    Beberapa menit kemudian, suara langkah kaki yang semakin mendekat membawaku kembali ke kenyataan. Aline tiba lebih dulu, diikuti oleh Kafka, Nevan, dan Abhi. Wajah mereka penuh kecemasan saat mereka menghampiriku. Aline duduk di sampingku, tanpa ragu langsung merangkulku dengan erat. Pelukan hangatnya seolah mencoba menarikku keluar dari keterpurukan yang tengah melingkupiku."Al, tiba-tiba banget sakitnya?" tanyanya lembut, suaranya bergetar samar dengan kekhawatiran.Aku hanya mengangguk pelan, masih menutupi wajah dengan kedua tanganku. Air mata yang membasahi pipiku tidak bisa kutahan lagi, dan aku tidak ingin mereka melihat betapa hancurnya aku saat ini."Bentar, gue telfon supir gue dulu biar cepet kesini," Kafka berkata, suaranya terdengar seperti dari kejauhan, bergema di antara pikiranku yang kacau. Aku bisa mendengar langkah kakinya menjauh sedikit, mungkin untuk mendapatkan sinyal yang lebih baik, tapi fokusku tak bisa sepenuhnya tertuju padanya.Aline menghela napas dalam

  • About Me: Alshameyzea    Bab 50. Melangitkan Rasa

    "Ketika rasa tak lagi mampu berlabuh di bumi, aku melangitkannya—membiarkannya terbang tinggi, menuju Tuhan, di mana segala harapan menemukan tempatnya yang abadi." -Alshameyzea Afsheena •••Di bawah langit senja yang memancarkan warna merah jingga lembut, bandara sore itu tampak bagaikan palet cat yang dipenuhi dengan warna-warna ceria dan energi yang tak tertahan. Namun, kontras antara suasana yang riuh dan keadaan batinku yang terpuruk tak pernah lebih jelas daripada saat ini. Setiap langkahku terasa seperti usaha sia-sia untuk menghapus bayangan yang baru saja menghantamku dengan keras, seakan dunia yang kukenal runtuh dalam sekejap. Napasku terasa semakin berat, masing-masing seperti beban yang menambah kekosongan yang menggelayuti hatiku. Tanpa rencana atau tujuan yang jelas, kakiku menarikku ke arah kamar mandi, mencari ketenangan di tempat yang sederhana. Mungkin, air wudhu' yang dingin dan menyegarkan bisa menjadi penawar sementara, menyelamatkanku dari kegundahan yang men

  • About Me: Alshameyzea    Bab 49. Merilis Luka (Part 3)

    Aku terus memperhatikannya, merasa janggal dan penasaran. Gerakannya tenang, tapi matanya tampak sibuk mencari. Lalu, tak lama kemudian, muncul beberapa sosok yang sangat familiar-Rey, dokter Athala, dan bundanya. Mereka bergabung dengan Arshaka, tampak berbicara dengan penuh keseriusan.Ada perasaan aneh yang tiba-tiba muncul di dadaku, semacam kekacauan emosional yang sulit kutafsirkan. Namun sebelum aku bisa mencerna lebih jauh, suara Aline memecah keheningan."Al, lagi liatin apa sih?" tanyanya dengan nada penasaran, membuyarkan lamunanku.Aku tersentak, refleks menggeleng pelan. Tapi saat aku kembali menoleh ke arah Shaka dan keluarganya, mereka sudah menghilang dalam keramaian bandara. Aku menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri dari rasa tak menentu yang tiba-tiba melanda.Kami berhenti di area parkir. Aline segera membuka pintu dan keluar dengan cepat, sementara aku masih mencoba menenangkan pikiran. Beberapa detik kemudian, mobil Nevan dan Abhi tiba, disusul oleh mob

  • About Me: Alshameyzea    Bab 49. Merilis Luka (Part 2)

    "Itu. Lanjutannya," jawabku sambil menatapnya lebih dalam, ingin melihat reaksinya.Keenan menarik napas dalam, tatapannya tak pernah lepas dari wajahku. "Masih," ucapnya mantap, tanpa ragu.Keheningan langsung menyelimuti kami. Meski di sekitar kami kelas dipenuhi dengan suara obrolan teman-teman yang riuh, rasanya seperti ada dinding tak terlihat yang memisahkan kami dari hiruk pikuk itu. Hanya ada aku dan Keenan, duduk berhadapan dengan suasana yang kini terasa jauh lebih dalam dan rumit."Kamu mau ya, nganterin aku nanti?" tanyanya tiba-tiba, suaranya kini lebih lembut, penuh harap. "Bareng Kafka juga. Nanti ajak Aline."Aku menatapnya, kini wajahnya penuh dengan permohonan yang begitu tulus. Untuk sesaat, aku terdiam. Lalu, dengan senyum tipis, aku mengangguk pelan, tanda bahwa aku bersedia.---KRING! KRING! KRING!Bel sekolah berbunyi, menandakan akhir dari jam pelajaran hari itu. "Jam pelajaran telah selesai, seluruh siswa diperbolehkan untuk pulang ke rumah masing-masing,"

DMCA.com Protection Status