Ryan Alexander Blackwell duduk di balik meja kayu mahoni besar di kantornya, sejenak terdiam menatap layar laptop yang berpendar. Pekerjaan menumpuk di hadapannya, tetapi pikirannya terus melayang, tertuju pada tunangannya, Michaela. Suara benda yang jatuh dari seberang telepon tadi masih terngiang-ngiang di kepalanya, menciptakan rasa cemas yang tak bisa diabaikan. Dia mengerutkan kening, mengingat percakapan singkat mereka beberapa menit lalu. Michaela mengatakan dia akan singgah di sebuah toko sebelum pulang, dan suaranya terdengar biasa saja, tenang seperti biasanya. Namun, di detik terakhir, sebelum panggilan terputus, ada suara keras yang tiba-tiba muncul—seperti suara ponsel yang jatuh ke lantai. Setelah itu, hanya ada keheningan. "Ini hanya perasaanku saja," gumam Ryan kepada dirinya sendiri, mencoba menenangkan pikiran. Tapi, perasaan tak nyaman itu semakin kuat, seperti kabut tebal yang menyesakkan dadanya. Tidak bisa lagi menahan diri, Ryan akhirnya memutuskan untuk be
Read more