Semua Bab Jebakan Cinta Tuan Arogan: Bab 11 - Bab 20

37 Bab

Bab 11. Cahaya di Tengah Kesunyian

Pagi itu, sinar matahari menyelinap masuk melalui celah-celah tirai jendela, menyebarkan kehangatan di seluruh kamar.Michaela perlahan membuka matanya, terbangun oleh cahaya yang menerpa wajahnya. Tubuhnya masih terasa lemas, dan dia belum sepenuhnya pulih dari demam yang menyerangnya malam sebelumnya.Meskipun tubuhnya sudah tidak sepanas semalam, kelemahan masih menguasai dirinya. Ia berbaring di sana sejenak, memandang ke langit-langit kamar yang usang dengan perasaan hampa.Perasaan rindu pada keluarganya kembali menyeruak di hatinya, membawa serta kenangan indah tentang rumahnya yang hangat dan penuh cinta. Michaela menahan napas, berusaha menahan air mata yang hampir jatuh lagi. “Aku sangat merindukan kalian…” gumamnya pelan, suaranya bergetar dengan emosi yang ia coba tahan. Bayangan wajah ibunya, senyum lembut ayahnya, dan tawa hangat mereka membuat dadanya terasa semakin sesak. Dengan susah payah, Michaela mencoba bangkit dari tempat tidur. Namun, tubuhnya belum sepenuhnya k
Baca selengkapnya

Bab 12. Kunjungan Tak Terduga

Pagi itu, sinar matahari masih menyinari rumah kecil Ace yang tersembunyi di pedesaan. Suara burung berkicau di kejauhan dan angin sepoi-sepoi membawa hawa segar yang menyelimuti rumah. Ace duduk di ruang tamu, mencoba mengalihkan pikirannya dari kekacauan yang sedang terjadi dalam hidupnya.Namun, tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu depan yang mengganggu ketenangannya. Ace menatap pintu dengan waspada, tapi dia tahu siapa yang ada di baliknya. Dengan sedikit enggan, dia bangkit dan berjalan ke arah pintu, membuka kunci dan menarik gagangnya. Di depannya, berdiri tiga orang pria yang tidak asing lagi baginya—Reggie, Luke, dan Tommy, teman-temannya yang sudah seperti saudara.“Yo, Ace!” Reggie menyapa dengan senyum lebar yang biasa ia tunjukkan. “Kami pikir, mungkin kau ingin sedikit hiburan pagi ini.”Ace mengangkat alis, menyembunyikan perasaan gelisah yang tiba-tiba muncul. “Apa yang kalian lakukan di sini? Bukannya kalian masih di markas?”“Kami bosan di sana. Lagi pula, ada
Baca selengkapnya

Bab 13. Pengejaran

"Tuan, saya punya sesuatu," suara Cole terdengar tegang saat ia membuka pintu ruangan Ryan dengan terburu-buru.Ryan yang duduk di kursinya, dengan wajah yang letih, langsung mendongak. "Apa itu, Cole?" tanyanya dengan nada penuh harap.Cole mendekat, menyerahkan selembar peta kecil yang sudah diberi tanda. "Kita berhasil melacak sinyal ponsel nona Michaela untuk beberapa saat sebelum sinyalnya hilang. Ini adalah titik terakhir yang bisa kami dapatkan."Ryan menatap peta itu dengan tatapan tajam, mencoba mencerna informasi tersebut. "Daerah terpencil ini... di mana ini, Cole?""Itu di luar kota, sekitar dua jam perjalanan. Daerah pedesaan yang jarang dilewati orang. Saya rasa itu adalah tempat yang sempurna untuk menyembunyikan seseorang," jawab Cole, suaranya penuh dengan keyakinan.Ryan mengepalkan tangan, wajahnya menunjukkan tekad yang kuat. "Kita harus segera pergi ke sana. Kumpulkan beberapa orang, dan pastikan kita tidak terlalu mencolok. Kita tidak tahu apa yang akan kita hadap
Baca selengkapnya

Bab 14. Pengejaran yang Semakin Dekat

"Kita sudah sampai, Tuan," kata Cole sambil mematikan mesin mobilnya. Ia memandang Ryan yang duduk di sebelahnya dengan wajah tegang.Ryan mengangguk tanpa sepatah kata pun, matanya fokus pada tempat terpencil yang kini berada di hadapannya. Di belakang mereka, beberapa mobil mewah berhenti, menunggu instruksi lebih lanjut."Semua keluar. Periksa setiap sudut tempat ini," perintah Ryan dengan suara tegas. Ia membuka pintu mobil dan melangkah keluar. Udara pagi yang sejuk terasa aneh di tempat yang sunyi ini, seakan menambah ketegangan yang ada.Para anak buah Ryan mulai bergerak cepat, menyebar ke segala arah, menyusuri jalan-jalan setapak kecil yang ada di sekitar. Cole berjalan mendekat ke Ryan, melihat bahwa bosnya tetap diam dan memandang sekeliling dengan penuh konsentrasi."Tempat ini... terlihat sangat sunyi," gumam Ryan, lebih kepada dirinya sendiri. "Kau yakin ini titik terakhir yang kita dapat?"Cole mengangguk. "Ini yang terbaik yang bisa kita dapat dari sinyal ponsel nona M
Baca selengkapnya

Bab 15. Kesempatan

Jip tua milik Ace berderak pelan saat ia mengendarainya menembus jalan setapak yang semakin sempit. Michaela yang duduk di sebelahnya, terdiam sambil memandangi pemandangan yang mulai berubah dari padang rumput liar menjadi pemandangan yang lebih teratur dengan rumah-rumah kayu yang sederhana namun hangat.Ace menghentikan jipnya di depan sebuah rumah yang terlihat berbeda dari bangunan lain di sekitar. Rumah itu hanya memiliki satu lantai, tidak terlalu besar, namun sangat rapi dan terawat dengan baik. Udara sore yang sejuk merayap masuk melalui jendela jip, membawa aroma tanah dan dedaunan yang menenangkan.“Kita sudah sampai,” ujar Ace dengan suara datar, melirik Michaela yang masih terpana dengan pemandangan di depannya.Michaela mengangguk pelan, masih terkesima oleh suasana pedesaan yang jauh berbeda dari hiruk-pikuk perkotaan yang biasa ia kenal. "Ini… tempat ini indah sekali," gumamnya hampir tak terdengar.Ace tidak menanggapi komentarnya. Ia hanya mematikan mesin jip, membuka
Baca selengkapnya

Bab 16. Mimpi buruk

Ace terbaring di tempat tidur, matanya terpejam, namun pikirannya terperangkap dalam mimpi yang kelam. Bayangan masa kecilnya kembali menghantuinya, mengantarkannya pada kenangan yang tak ingin dia ingat.Dalam mimpinya, Ace melihat dirinya yang masih kecil, berusia sekitar 10 tahun. Ia berdiri di depan rumah kecil neneknya di desa terpencil, di bawah langit yang kelam. Angin dingin berhembus, membuat pepohonan bergoyang tak beraturan. Di kejauhan, dia bisa melihat sosok ibunya, Amanda Silverton, yang berjalan dengan langkah lamban dan tatapan kosong.“Ibu?” Ace kecil memanggil, suaranya penuh ketakutan. Namun, Amanda terus berjalan, seolah tidak mendengar panggilan anaknya.Ace kecil berlari mengejar, kakinya yang mungil berusaha mengejar langkah sang ibu. Tapi semakin cepat dia berlari, semakin jauh ibunya terlihat. Nafasnya tersengal-sengal, namun dia tak berhenti. Hingga akhirnya, di tengah hujan yang tiba-tiba turun deras, Amanda berhenti dan berbalik. Wajahnya pucat, matanya yang
Baca selengkapnya

16. Maximilian Blackwood

Paula Rose Blackwood terguncang dalam kesedihan yang mendalam, isaknya memenuhi seluruh kamar. Wanita yang biasanya anggun dan kuat itu kini hanya bisa terpuruk di sudut ranjang, menggenggam erat foto Michaela saat masih kecil. Air matanya mengalir tanpa henti, membasahi wajahnya yang pucat."Bagaimana mungkin ini terjadi, John? Bagaimana mungkin putri kita hilang begitu saja? Ini sudah berhari-hari, kenapa mereka masih belum menemukannya?!" Suara Paula yang histeris menyayat hati John, suaminya, yang berdiri di dekat pintu dengan ekspresi penuh rasa bersalah.John, seorang pria yang selalu tampak tenang dan penuh wibawa, kini tak tahu lagi harus berkata apa. Setiap kata yang keluar dari mulutnya terasa hampa."Paula, percayalah, aku sudah melakukan segalanya. Semua sumber daya telah dikerahkan. Bahkan Ryan juga membantu. Tapi... sampai sekarang belum ada kabar.""Tidak, John! Itu tidak cukup! Putri kita masih hilang! Bagaimana bisa aku tenang?!"Pada saat itu, suara langkah kaki yang
Baca selengkapnya

Bab 18. Malam panas

"Bagus, aku akan mengirim uangnya segera." Senyum licik terukir di wajah Melanie saat dia memutuskan panggilan telepon. Dia menatap cermin di depannya, seringai di bibirnya semakin melebar. "Tidak, sayang, kau tidak tahu betapa aku sangat mencintaimu. Aku bisa melakukan apa saja agar aku bisa mendapatkanmu, bahkan jika aku harus menyerahkan mahkotaku saat ini juga," gumamnya pada dirinya sendiri, suaranya penuh keyakinan.Melanie menatap pantulan dirinya dengan penuh tekad. Hatinya dipenuhi dengan hasrat yang tak terbendung untuk memiliki Ryan sepenuhnya. Baginya, Michaela hanyalah penghalang, dan dengan Michaela yang saat ini hilang, Melanie melihat ini sebagai kesempatan emas. “Ryan… tak lama lagi, kau akan jadi milikku sepenuhnya,” pikirnya sambil tersenyum dingin.Dia telah merencanakan semuanya dengan teliti, memastikan setiap detail berjalan sesuai rencana. Wanita bayaran yang disewanya sudah berhasil membuat Ryan mabuk berat. Kini, hanya tinggal satu langkah lagi sebelum dia bis
Baca selengkapnya

Bab 19. Obsesi Melanie

Michaela berbaring di atas kasur empuk, tetapi rasa nyaman itu tak mampu mengusir kengerian yang menghantui mimpinya. Mata terpejam rapat, tubuhnya gelisah, jemarinya meremas seprai seolah mencari perlindungan.“Ryan…” gumamnya dalam tidur, suaranya lirih dan patah-patah. Wajahnya basah oleh keringat, dadanya naik turun dengan cepat."T-tidak… tidak... RYAN!!!" teriakan panik itu menggema di kamar yang gelap. Michaela terbangun dengan terperanjat, dadanya berdebar kencang seolah baru saja melarikan diri dari mimpi buruk yang menghantuinya. Napasnya terengah-engah, seakan sulit mendapatkan udara yang cukup.Dia mengusap wajahnya, mencoba menenangkan diri, namun perasaan cemas dan takut tak kunjung mereda. Ada lubang besar di dadanya, kosong dan penuh ketakutan. Air mata mulai menggenang di matanya, lalu perlahan-lahan mengalir ke pipinya.“Ryan… di mana kau… aku merindukanmu,” bisiknya, suaranya penuh dengan kesedihan yang mendalam. Michaela menutup wajahnya dengan tangan, lalu memeluk
Baca selengkapnya

Bab 20. Permainan licik

Ryan menggeliat di tempat tidur, kelopak matanya berat, dan pikirannya berputar-putar dalam kegelapan. Suara dering ponsel yang terus-menerus berdering membangunkannya dari tidur yang tak sepenuhnya nyenyak. Dengan tangan kiri yang masih lemas, dia meraih ponsel di atas nakas, mengusap wajahnya dengan tangan kanan, dan menekan tanda terima panggilan di layar."Ada apa, Cole?" tanyanya, suara seraknya mencerminkan kelelahan yang membungkusnya."Tuan, Anda di mana?" suara Cole terdengar cemas di seberang."Aku…?" Ryan mengerutkan kening, pandangannya berkeliling ruangan yang terasa asing. Tempat tidur yang berantakan, selimut terlempar ke lantai, dan aroma yang tak dikenalnya memenuhi udara. "Aku tidak tahu," jawabnya pelan, lebih pada dirinya sendiri daripada Cole.Cole menegaskan, “Hari ini kolega kita dari Jepang akan segera datang untuk membahas proyek baru kita dalam dua jam, Tuan.”"Shit!" Ryan tersentak, mendadak menyadari apa yang dia lupakan. "Aku akan datang segera." Dia langs
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status