Sudah dua hari berlalu sejak berita itu tersebar, dan masalah yang sedang dihadapi Mark masih belum juga mereda, seperti badai yang enggan berlalu, menghantam batinnya bertubi-tubi tanpa ampun.Mark berdiri di depan jendela besar ruang kerjanya, menatap keluar dengan pandangan kosong. Di balik kaca yang dingin itu, kota terlihat samar, buram seperti harapan-harapan yang perlahan memudar dalam pikirannya.Pikirannya terbelit kusut, seperti benang-benang halus yang tersimpul kuat, mengunci setiap solusi yang ingin ia raih.Tatapan matanya redup, kehilangan sinar optimisme yang biasanya memancar dari bola matanya yang tajam. Bahkan, untuk sekadar tersenyum, ia merasa begitu sulit.Bagaimana ia bisa tersenyum, ketika perusahaan yang ia bangun dengan darah dan keringat kini terancam runtuh oleh fitnah dan kabar burung yang menyebar begitu cepat, secepat kilat membakar hutan kering?Ia tidak memberitahu Dania mengenai masalah di perusahaannya. Ia tahu, Dania sedang terluka, disebabkan oleh
Baca selengkapnya